Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Jejak Teror Perjalanan Maya Menuju Kebebasan

🇮🇩Daoistovzdb
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
57
Views
Synopsis
"Maya melawan teror yang telah menghancurkan 12 tahun hidupnya. Dengan keberanian, ia berjuang untuk keadilan dan masa depan yang lebih cerah."
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 Bayangan Masa Lalu

Tahun 2012. Matahari Pacitan menyinari wajah Maya yang masih muda, berusia 18 tahun. Ia baru saja lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan masa depan tampak cerah di hadapannya. Namun, sebuah pertemuan tak terduga akan mengubah hidupnya selamanya.

Di koridor SMK, Maya bertemu Arga, teman sekelasnya yang terlihat lesu dan murung. Arga mengaku tidak punya uang untuk makan siang. Dengan hati baik, Maya memberikan sebagian uang sakunya kepada Arga. Tindakan kebaikan hati ini, yang saat itu dianggapnya sepele, justru menjadi awal dari mimpi buruk yang akan menghantuinya selama bertahun-tahun.

Waktu berlalu. Maya melanjutkan hidupnya, meniti karier dan membangun kehidupan yang baik. Ia tak pernah mengira bahwa kebaikan hatinya di masa lalu akan kembali menghantuinya dalam bentuk teror yang mengerikan. Arga, yang menyimpan dendam dan obsesi, mulai memata-matai Maya. Ia muncul di tempat-tempat yang dikunjungi Maya, mengirimkan pesan-pesan yang mengancam, dan terus-menerus memantau aktivitas Maya di media sosial.

Ancaman-ancaman itu awalnya berupa pesan singkat yang berisi kata-kata kasar dan intimidasi. Namun, seiring berjalannya waktu, ancaman Arga semakin berani dan mengerikan. Ia mengancam akan melukai Maya, bahkan mengancam akan membunuh Maya jika Maya berani menjalin hubungan dengan pria lain. Ketakutan mulai mencengkeram hati Maya.

Pada tahun 2016, teror Arga mencapai puncaknya. Arga mengirimkan foto-foto yang tidak senonoh melalui pesan langsung di media sosial Maya. Pelecehan seksual ini membuat Maya merasa sangat terhina dan tertekan. Ia merasa terjebak dalam sebuah lingkaran setan yang tak kunjung berakhir. Bayangan masa lalu, sebuah kebaikan hati yang berujung teror, terus menghantuinya. Maya menyadari bahwa ia harus melawan, atau ia akan selamanya hidup dalam bayang-bayang ketakutan.

Maya terduduk lemas di kamarnya, ponselnya masih tergenggam erat di tangan. Foto-foto yang dikirim Arga masih terpampang di layar, menghantui pikirannya. Air mata mengalir deras di pipinya, campuran rasa takut, marah, dan putus asa. Ia merasa sangat sendirian, terjebak dalam teror yang tak berujung.

Ia mengingat Bayu, kekasihnya yang dikenal penyabar dan bijaksana. Bayu selalu ada untuknya, mendengarkan keluh kesahnya, dan memberikan dukungan. Dengan hati yang berat, Maya menceritakan semuanya kepada Bayu. Ia berharap Bayu dapat membantunya mengatasi masalah ini.

Bayu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia memeluk Maya, mencoba menenangkannya. Namun, saran yang diberikan Bayu justru membuat Maya semakin dilema. Bayu menyarankan agar Maya membiarkan Arga, berharap situasi tidak semakin memburuk. Bayu takut jika Maya melaporkan Arga ke polisi, situasi justru akan menjadi lebih berbahaya.

Saran Bayu menimbulkan konflik batin yang hebat bagi Maya. Di satu sisi, ia takut akan ancaman Arga. Di sisi lain, ia merasa tidak adil jika ia harus terus hidup dalam ketakutan dan teror. Ia merasa bahwa ia berhak untuk hidup bebas dari ancaman dan teror. Pergulatan batin ini membuat Maya semakin tertekan. Ia merasa terjebak di antara dua pilihan sulit, antara membiarkan teror berlanjut atau mengambil risiko untuk melawan. Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, sebuah tekad mulai tumbuh. Tekad untuk melawan, tekad untuk meraih kebebasan. Bayangan masa lalu, yang dulunya hanya berupa kenangan, kini berubah menjadi pendorong untuk bangkit dan melawan.

Beberapa hari berlalu dalam kegelisahan. Maya terus dihantui oleh ancaman Arga, namun ia juga mulai merenungkan saran Bayu. Ketakutan memang masih ada, tetapi rasa tidak adil dan keinginan untuk hidup bebas dari teror semakin kuat. Ia menyadari bahwa membiarkan Arga begitu saja bukanlah solusi. Ia harus melakukan sesuatu.

Suatu malam, Maya membuka laptopnya. Ia mulai mencari informasi tentang hukum dan cara melaporkan tindakan pelecehan seksual. Ia membaca berbagai artikel dan forum online, mencari referensi dan kekuatan untuk mengambil langkah selanjutnya. Ia menemukan banyak cerita dari korban pelecehan seksual lainnya, dan cerita-cerita tersebut memberinya kekuatan dan keyakinan.

Ia menyadari bahwa ia tidak sendirian. Banyak perempuan lain yang mengalami hal serupa, dan mereka berhasil melawan dan mendapatkan keadilan. Hal ini memberinya semangat untuk melawan rasa takutnya. Ia memutuskan untuk tidak lagi membiarkan Arga menguasai hidupnya. Ia akan melawan, ia akan mencari keadilan.

Dengan tangan gemetar, Maya mengetikkan laporan polisi di laptopnya. Ia menuliskan semua detail tentang teror yang dialaminya, mulai dari pesan-pesan ancaman hingga foto-foto yang tidak senonoh. Ia menyertakan bukti-bukti berupa tangkapan layar pesan dan foto dari media sosial. Ia merasa lega setelah menuliskan semuanya, seolah-olah beban berat telah terangkat dari pundaknya.

Setelah menyelesaikan laporan, Maya menghubungi sahabatnya, Dina. Dina selalu menjadi tempat berkeluh kesah Maya, dan Maya merasa perlu untuk menceritakan semuanya kepada Dina. Dina mendengarkan dengan penuh empati, memberikan dukungan dan semangat untuk Maya. Dina juga menawarkan bantuannya untuk menemani Maya ke kantor polisi. Dengan dukungan dari Bayu dan Dina, Maya merasa lebih percaya diri untuk menghadapi langkah selanjutnya. Babak baru dalam perjuangan Maya untuk meraih kebebasan telah dimulai. Babak yang penuh tantangan, tetapi juga penuh harapan.

Keesokan harinya, Maya dan Dina menuju kantor polisi. Langkah Maya terasa berat, campuran rasa takut dan harapan membayangi hatinya. Ia berharap polisi dapat membantu menghentikan teror yang dialaminya, namun juga takut akan kemungkinan Arga akan melakukan hal yang lebih buruk.

Di kantor polisi, Maya menceritakan semuanya kepada petugas yang bertugas. Ia menyerahkan laporan polisi dan bukti-bukti yang telah ia kumpulkan. Petugas polisi mendengarkan dengan seksama, mencatat semua detail yang Maya ceritakan. Maya merasa lega setelah menceritakan semuanya, seolah-olah beban berat telah terangkat dari pundaknya.

Petugas polisi berjanji akan menindaklanjuti laporan Maya. Ia meminta Maya untuk bersabar dan tetap tenang, menjelaskan bahwa proses hukum membutuhkan waktu. Maya merasa sedikit lega mendengar janji polisi, namun ia juga menyadari bahwa pertempuran belum berakhir. Arga masih bebas, dan ancamannya masih membayangi.

Di perjalanan pulang, Maya dan Dina berbincang tentang pengalaman mereka di kantor polisi. Dina memberikan semangat dan dukungan kepada Maya, mengatakan bahwa Maya telah melakukan hal yang benar dengan melaporkan Arga. Dina juga mengingatkan Maya bahwa ia tidak sendirian, dan ada banyak orang yang peduli dan mendukungnya.

Kembali ke rumah, Maya mencoba menenangkan dirinya. Ia mencoba untuk fokus pada hal-hal positif, seperti dukungan dari Bayu dan Dina, serta janji polisi untuk menindaklanjuti laporannya. Namun, bayangan Arga masih menghantuinya. Ia masih merasa takut, masih merasa tidak aman. Ia tahu bahwa perjuangannya untuk meraih kebebasan masih jauh dari selesai.

Maya menyadari bahwa teror yang dialaminya tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya. Bayu, Dina, dan keluarganya, semuanya merasakan dampak dari teror yang dialaminya. Ia bertekad untuk terus melawan, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk melindungi orang-orang yang dicintainya. Ia harus kuat, ia harus berjuang untuk mendapatkan kembali hidupnya yang telah dicuri oleh teror.

Maya menatap dirinya di cermin, wajahnya pucat dan matanya berkaca-kaca. Ia masih merasakan ketakutan yang mencengkeram hatinya. Teror yang dialaminya selama bertahun-tahun telah meninggalkan bekas luka yang dalam. Namun, sebuah tekad baru berkobar di dalam dirinya. Tekad untuk meraih kebebasan, tekad untuk melawan teror yang telah menghancurkan hidupnya.

Ia ingat pesan yang pernah dibacanya di sebuah forum online: "Kamu tidak sendirian. Percayalah, ada banyak orang yang peduli dan mendukungmu. Kamu kuat, kamu bisa melawan." Pesan itu seolah-olah terukir di hatinya, memberinya kekuatan dan harapan.

Maya mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia harus fokus pada masa depan, pada kehidupan yang ingin ia raih. Ia tidak akan membiarkan Arga menghancurkan hidupnya. Ia akan berjuang, ia akan bangkit, ia akan meraih kebebasan.

"Aku akan melawan," gumam Maya, suaranya sedikit bergetar. "Aku akan melawan untuk mendapatkan kembali hidupku."

Dengan langkah yang lebih tegap, Maya meninggalkan kamarnya. Ia menuju ruang tamu, di mana Bayu sedang duduk membaca buku. Bayu menatap Maya dengan penuh kasih sayang, mencoba untuk menenangkannya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Bayu.

Maya mengangguk, mencoba untuk tersenyum. "Aku akan baik-baik saja," jawab Maya. "Aku akan melawan."

Bayu tersenyum, memeluk Maya erat. "Aku akan selalu ada untukmu," bisik Bayu.

Maya memeluk Bayu erat, merasakan kehangatan dan cinta yang diberikan Bayu. Ia merasa lebih kuat, lebih siap untuk menghadapi masa depan. Ia tahu bahwa perjuangannya masih panjang, namun ia tidak akan menyerah. Ia akan terus berjuang, ia akan terus melawan, sampai teror yang telah menghancurkan hidupnya berakhir.