Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Destiny of the World

dere_re
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
65
Views
Synopsis
Seorang kakak yang melawan takdir, demi adik tercintanya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 0

Prolog

Di tengah hutan lebat yang sunyi, berdirilah sebuah kabin tua. Bangunannya sudah usang, namun tetap kokoh menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi dua anak yatim piatu. Kakak beradik ini hidup tanpa pernah mengenal orang tua mereka. Tidak ada kenangan, hanya rasa kebersamaan yang menguatkan mereka di tengah kesendirian.

Hutan adalah dunia mereka. Buku-buku tua berdebu, penuh dengan pelajaran bertahan hidup, menjadi satu-satunya teman sejati. Dari halaman-halaman itu, mereka belajar berburu, merawat diri, dan menghadapi kerasnya kehidupan tanpa bantuan siapa pun.

Namun, mereka memiliki sesuatu yang berbeda. Sebuah kekuatan yang melekat pada jiwa mereka—artefak berbentuk cincin hitam dengan warna ungu elegan. Gear, begitu orang-orang menyebutnya. Gear bukan hanya sekadar alat, melainkan nyawa kedua. Ia menggerakkan mana, aura, dan spirit, memberikan kemampuan luar biasa yang hanya dimiliki segelintir orang.

Yu Hae, sang kakak, adalah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan rambut hitam pendek yang sedikit acak-acakan, matanya berwarna hitam pekat dengan tatapan tajam yang sering menyiratkan keteguhan. Meskipun tubuhnya kecil untuk anak seusianya, bahunya tegap, mencerminkan tanggung jawab besar yang selalu ia pikul untuk menjaga adiknya. Gear miliknya menghadirkan kekuatan —kemampuan untuk melihat yang tak kasat mata, memandang kebenaran tersembunyi, hingga mengintip secercah masa depan.

Adiknya, Yu Bi, adalah anak perempuan berusia 10 tahun dengan rambut panjang berwarna hitam legam yang terurai lembut hingga ke punggung. Matanya juga berwarna hitam, namun lebih lembut dan ceria dibandingkan kakaknya, dengan pipi sedikit tembam yang membuatnya tampak menggemaskan. Tubuhnya mungil dan sedikit lebih pendek dari anak seusianya. Gear-nya serupa dengan milik Yu Hae, namun dengan kekuatan —menciptakan keheningan mutlak. Dengan itu, ia dapat bergerak tanpa suara, menyelinap tanpa disadari, dan menyerang dengan kecepatan serta presisi mematikan.

Selama ini, keduanya hidup dalam damai, menikmati kebebasan mereka di hutan. Takdir dunia yang diramalkan akan hancur tidak pernah menjadi perhatian mereka. Namun, segalanya berubah ketika Yu Hae mengetahui bahwa adiknya mengidap penyakit mematikan yang tak mungkin disembuhkan.

Saat itulah perjalanan mereka dimulai. Untuk pertama kalinya, mereka meninggalkan hutan yang selama ini menjadi dunia mereka.

Mereka tiba di tempat yang berbeda, dunia baru yang begitu asing. Silvania. Sebuah kota yang penuh dengan gedung-gedung tinggi menjulang, jalanan yang dipadati kendaraan, dan orang-orang yang sibuk dalam kehidupannya masing-masing.

"Huft... huft..." napas sang kakak terengah-engah saat langkah mereka tiba-tiba dihentikan oleh seseorang.

Bruk!

Seorang pria berpenampilan garang berdiri di depan mereka, mengenakan seragam resmi. Tatapan tajam pria itu membuat mereka membeku.

"Tempat ini tidak aman," ujarnya dengan suara berat. "Ada monster di luar sana. Kami bertugas menjaga kota ini dari mereka."

Kakak beradik itu hanya bisa saling berpandangan. Silvania adalah dunia yang tak pernah mereka bayangkan, penuh keajaiban, bahaya, dan misteri.

Dan perjalanan mereka baru saja dimulai, dimulai dengan satu pertanyaan sederhana dari sang kakak:

"Tempat apa ini?"

***

1 bulan sebelum kejadian.

Mengajari Berburu dan Penemuan Penyakit(1)

Lokasi: Di luar kabin, di sebuah clearing yang luas dan tenang, sekitar satu minggu sebelum kondisi Yu Bi semakin buruk.

Pagi itu, udara di hutan terasa segar, penuh dengan aroma tanah basah dan daun yang jatuh dari pohon. Yu Hae dan Yu Bi berada di clearing, tempat biasa mereka berlatih. Di tangan Yu Bi, tergenggam sepasang belati kecil yang mengkilap. Yu Hae berdiri beberapa langkah di depannya, memberi instruksi dengan serius.

"Bi, ingat, gerakan tanganmu harus halus dan cepat. Bayangkan belati itu seperti perpanjangan tanganmu. Jangan terlalu keras, tapi jangan juga terlalu lemah. Fokuskan pikiranmu pada gerakan dan posisi lawan, ya?"

Yu Bi mengangguk, wajahnya serius. Ia sudah memegang belati dengan kedua tangan, berusaha mengikuti gerakan yang ditunjukkan kakaknya. Gerakannya lincah meskipun agak kaku pada awalnya.

"Seperti ini, Kak?"

Yu Hae memerhatikan dengan seksama, melangkah maju untuk memberikan petunjuk lebih jelas.

"Bagus, tapi coba lebih cepat. Ingat, berburu itu soal ketepatan dan kelincahan. Jangan sampai kehabisan waktu."

Yu Bi mencoba lagi. Kali ini, gerakannya lebih cepat, namun ada yang aneh. Di sela-sela gerakannya, Yu Bi terhenti sebentar, seakan tubuhnya terasa berat. Wajahnya mulai terlihat pucat, dan napasnya sedikit terengah-engah. Meskipun begitu, dia tetap tersenyum dan melanjutkan latihan.

Menjaga jarak, Yu Hae mengamati dengan cermat. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan adiknya.

"Bi, kamu oke? Kenapa berhenti?"

Yu Bi cepat-cepat tersenyum, berusaha meyakinkan kakaknya.

"Aku baik-baik saja, Kak. Hanya sedikit capek. Lanjutkan saja."

Tapi ada sesuatu yang membuat Yu Hae tidak yakin. Setiap kali Yu Bi mengayunkan belati, dia tampak lebih lamban, napasnya semakin berat. Meskipun adiknya selalu mengelak, Yu Hae bisa merasakan ada yang tidak beres. Namun, dia memutuskan untuk menunda pertanyaan lebih lanjut dan melanjutkan latihan.

Selama tiga minggu berikutnya, kondisi Yu Bi semakin memburuk. Gejala yang sama terus berulang. Setiap kali beraktivitas, Yu Bi terlihat lebih lemah dan sulit bernapas. Suhu tubuhnya naik-turun, dan dia mulai sering mengeluh pusing dan mual. Namun, adiknya selalu mengelak dan mengatakan bahwa itu hanya karena kelelahan atau latihan yang terlalu berat.

"Bi... kita harus bicara. Aku merasa ada yang salah. Kamu kenapa?"

Yu Bi mengalihkan pandangannya, berusaha tertawa ringan untuk menutupi rasa khawatir yang sebenarnya menggerogoti tubuhnya.

"Jangan khawatir, Kak. Aku cuma butuh istirahat sebentar."

Namun, Yu Hae tidak bisa lagi menahan kekhawatirannya. Dengan keteguhan, dia memutuskan untuk memeriksa lebih lanjut. Dia membuka lemari kabin kayu mereka dan mulai membongkar semua buku yang ada, mencari jawaban.

Waktu berlalu, dan Yu Hae terhanyut dalam pencariannya. Setiap buku yang dibuka, dia semakin cemas karena tidak menemukan apa pun yang bisa menjelaskan kondisi Yu Bi. Buku-buku bertahan hidup, pedoman bertarung, bahkan teori-teori alkimia, semuanya tampaknya tidak mengarah pada jawaban yang dicari.

Akhirnya, setelah lebih dari 20 menit mencari, dia menemukan sesuatu yang tak terduga—sebuah catatan tua yang menyebutkan tentang sebuah penyakit yang jarang terdengar. Penyakit itu disebut Soulbound Decay, sebuah penyakit yang disebabkan oleh Gear yang gagal menyaring mana dengan benar. Mana yang terkontaminasi itu akhirnya merusak tubuh dan jiwa pemilik Gear, memperlambat kekuatan mereka dan membuat mereka semakin lemah. Dalam catatan itu juga disebutkan bahwa penyakit ini tidak bisa disembuhkan, hanya bisa diawasi agar tidak semakin parah.

Suara Yu Hae terdengar lirih, lebih kepada dirinya sendiri.

"Soulbound Decay... ini penyakit yang kamu derita, Bi."

Dengan penuh kekhawatiran, Yu Hae menutup buku tersebut. Waktu terasa semakin sempit. Dia tahu bahwa jika dia tidak segera melakukan sesuatu, penyakit ini akan menggerogoti adiknya lebih cepat dari yang bisa dia bayangkan.

Tanpa berpikir panjang, Yu Hae memutuskan untuk pergi. Dia tidak tahu kemana harus mencari bantuan, namun yang pasti, dia harus mencari manusia lain. Tanpa membawa banyak barang, hanya syal kesayangannya yang selalu menemaninya, Yu Hae menggendong Yu Bi yang semakin lemah, berusaha keluar dari kabin dengan cepat.

"Bi, kita harus pergi. Aku akan menemukan seseorang yang bisa membantu kita."

Yu Bi memejamkan mata, tubuhnya semakin lemah dan gemetar. Meskipun begitu, dia masih berusaha tersenyum.

"Kak, aku... aku baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir."

Namun, Yu Hae tahu bahwa ini bukan waktu untuk kata-kata. Waktu terus berjalan, dan semakin sedikit harapan yang tersisa. Dengan langkah cepat, mereka meninggalkan kabin dan memasuki hutan yang lebat, mencoba menelusuri jalan yang lebih luas, mencari bantuan sebelum semuanya terlambat.

"Yu bi bertahan lah" Yu Hae berbisik pelan sambil berlari dengan sekuat tenaga yang ia punya.

Di tengah hutan yang lebat, Yu Hae terus berlari dengan sekuat tenaga. Menggendong Yu Bi yang kini semakin lema kekesalan dan rasa bersalah menggerogoti hatinya.

"Kenapa aku bisa begitu bodoh?"

gumamnya dalam hati, tak berhenti berpikir seandainya saja ia lebih cepat menyadari kondisi adiknya. Ia mengutuk dirinya sendiri, tapi itu tak bisa menghentikan langkah kakinya yang terus bergerak.

Huft...huft...huft...

Setiap helaan napasnya terdengar berat, lebih berat dari biasanya. Mananya sudah hampir habis, namun ia memaksakan tubuhnya untuk terus bergerak, seolah waktu sudah tidak lagi berpihak padanya. Yu Bi... aku harus menyelamatkanmu.

Sambil menggendong adiknya yang semakin terkulai lemah, Yu Hae berlari dengan penuh tekad. Setiap langkah terasa semakin lambat, tapi ia tak punya pilihan selain terus berlari. Tubuhnya sudah lelah, namun harapan untuk menyelamatkan Yu Bi lebih kuat daripada rasa letihnya.

Tiba-tiba, di tengah pelariannya yang panik, sebuah suara keras terdengar—sebuah benturan keras dari belakang. Sebelum ia sempat merespon, tubuhnya terhuyung dan tersungkur ke tanah. Krak! Suara keras itu berasal dari tubuh babi hutan yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak, menabraknya dengan penuh kekuatan. Yu Hae terkejut, namun dalam kebingungannya ia segera bangkit.

"Sial!"

Yu Hae mengumpat sambil melirik babi hutan yang kini berdiri menghadapinya. Binatang besar itu terlihat lebih besar dari yang biasanya ia buru. Wajah Yu Hae yang muda, meskipun dipenuhi dengan rasa takut, masih menunjukkan tekad yang kuat.

Namun, saat ia menoleh ke tubuh Yu Bi yang lemah digendongnya, semuanya berubah. Jika ia melawan, tidak hanya dirinya yang akan terluka, tetapi juga adiknya. Aku tidak bisa berjuang seperti ini. pikirnya. Dalam kebingungannya, Yu Hae hanya bisa terus berlari, mencoba mengabaikan babi hutan itu yang mulai mendekat.

"Bi, Aku akan menyelamatkanmu," Yu Hae berbisik pelan sambil berlari.

Meninggalkan babi hutan yang terus mengikuti, Yu Hae menambah kecepatan.

"Huft...huft...huft... "

Setiap napas terasa semakin sesak, dan mananya semakin terkuras. Namun ia tak bisa berhenti. Ia melihat cahaya dari kejauhan, mungkin di ujung hutan, tempat yang sepertinya lebih aman.

"Itu... itu dia!" Yu Hae berkata dengan napas terengah-engah. Harapannya menyala. Ia memutuskan untuk mempercepat langkahnya, menambah tenaga yang hampir habis. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, ia berlari, tidak mempedulikan apa pun selain menuju cahaya itu.

Akhirnya, setelah berlari selama delapan menit, tubuhnya hampir tidak bisa bergerak lagi. Ia merasa pusing dan hampir terjatuh, tetapi cahaya itu semakin dekat. Dengan pandangan kabur, ia tidak menyadari bahwa ada seseorang di depan.

"Huaaa...!" Yu Hae menabrak seseorang yang muncul tiba-tiba, langsung terhantam ke tubuh orang tersebut. Tubuh keduanya jatuh ke tanah dengan keras.

"Ouch!" Suara keras terdengar dari orang itu, yang tampaknya seorang pria dewasa yang terluka sedikit akibat tabrakan mendadak. Ia langsung mengangkat tubuh Yu Hae dan Yu Bi yang sudah hampir tak berdaya. "Kamu... kamu kenapa, anak kecil?" tanya pria itu dengan cemas, matanya melirik Yu Bi yang lemas di tangan Yu Hae.

Dengan napas yang masih terengah-engah dan tubuh yang terasa tak lagi mampu bergerak, Yu Hae memandang pria itu dengan mata yang lelah namun penuh harap.

"Tolong... bantu... adikku," kata Yu Hae dengan suara serak. "Dia... dia sakit."

Pria itu memperhatikan Yu Bi sejenak, kemudian memandang Yu Hae dengan ekspresi serius.

"Apa yang terjadi? Kamu harus menjelaskan lebih jelas."

Yu Hae hanya bisa menunduk, kesulitan untuk berbicara lebih lanjut. Dengan kesulitan yang luar biasa, dia menggerakkan tubuhnya sedikit lebih tegak dan mengucapkan satu kalimat yang menggetarkan.

"Dia... terinfeksi penyakit Soulbound Decay yang berhubungan dengan Gear-nya," jawab Yu Hae dengan nada putus asa.

Pria itu terdiam beberapa detik, lalu segera mengangguk dan mengangkat Yu Bi ke dalam pelukannya. "Kamu tidak perlu khawatir. Kami punya tempat untuk menyembuhkan orang seperti dia. Ikuti aku."

Dengan penuh harapan, Yu Hae mengikutinya berharap perjalanan panjang mereka ini akan membawa mereka menuju harapan baru—tempat yang bisa menyelamatkan adiknya.

"Biarkan aku menggendong adikku..." Ucapnya dengan suara serak yang di ikuti oleh nafas yang terengah engah.

"Baiklah" Merasa tidak bisa melawan tekad anak tersebut, ia segera menyerahkan adiknya ke pelukan kakaknya.

Tanpa beristirahat, Yu Hae langsung bangkit dan segera menggendong adiknya kembali, mengikuti pria asing itu. Rambut pirangnya yang berkilauan diterpa cahaya matahari dan mata biru cerahnya yang bersinar seperti langit pagi menjadi ciri paling mencolok darinya. Ada sesuatu yang menenangkan sekaligus tegas dalam langkahnya, seolah dia membawa keyakinan yang tak tergoyahkan. Begitulah akhirnya mereka sampai di sebuah kota bernama Silvania. Terlalu sibuk mengagumi lingkungan baru dan hiruk-pikuk kehidupan orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing, mereka tak menyadari betapa besar dunia yang kini mereka hadapi.

"Huft... huft..." napas Yu Hae terengah-engah saat langkah mereka tiba-tiba dihentikan oleh seseorang.

Bruk!

Seorang pria berpenampilan garang berdiri di depan mereka, mengenakan seragam resmi dengan logo yang tak mereka kenali. Rambut hitam legamnya tertata rapi, memantulkan kilau samar di bawah sinar matahari. Mata birunya yang dalam tampak seperti lautan di malam hari, memberikan tatapan tajam yang seolah mampu menembus jiwa. Wajahnya tegas, dengan garis rahang yang kuat, membuat auranya semakin dominan. Tatapan pria itu membuat mereka membeku di tempat, seolah waktu berhenti sejenak.

"Tempat ini tidak aman," ujar pria itu dengan suara berat, namun jelas, mengintimidasi. "Ada monster di luar sana. Kami bertugas menjaga kota ini dari ancaman mereka."

Kakak beradik itu hanya bisa saling berpandangan, masih terkejut dengan kenyataan yang begitu berbeda dari yang mereka kenal. Silvania—sebuah dunia yang tak pernah mereka bayangkan—penuh dengan keajaiban, bahaya, dan misteri yang kini mulai terbuka di hadapan mereka.

Tanpa disadari, Yu Hae bergumam dengan suara pelan,

"Tempat apa ini?"

Kesal karena diabaikan oleh dua bocah kecil itu, pria berpenampilan garang itu mengerutkan keningnya dan berusaha mengintimidasi mereka dengan kekuatannya. Namun, sebelum dia sempat melangkah lebih jauh, sebuah suara yang ia kenal menghentikan niatnya.

"Berhentilah, Seojin..."

Pria garang itu langsung berbalik, menatap pria yang baru saja berbicara. "Apa mereka anakmu, Suho?" ujarnya dengan nada bercanda.

Sementara itu, Yu Hae yang tidak peduli dengan interaksi tersebut, terus mengamati sekeliling dan berbicara dengan Yu Bi untuk memastikan kondisi adiknya.

"Hey, nak... ikutilah kami. Kami akan membawamu ke panti asuhan."

Yu Hae yang masih baru di tempat ini, merasa kebingungannya bertambah. Namun, melihat bahwa ia tak punya pilihan lain, ia memutuskan untuk mengikuti pria-pria itu. Mungkin ada baiknya sedikit mempercayakan diri pada orang lain, setidaknya untuk sementara waktu.

Setelah beberapa percakapan tentang asal usul mereka dan tempat tinggal mereka, mereka pun tiba di panti asuhan. Yu Hae memandang tempat itu dengan keraguan. "Apa ini tempatnya?" ucapnya, merasa sedikit khawatir mengingat bangunan itu tampak jauh dari pusat kota dan agak usang.

"Kau tak perlu khawatir," jawab Suho dengan tenang. "Di dalam panti asuhan ini ada seorang penyihir kuat yang mungkin bisa meringankan penyakit adikmu... atau bahkan menyembuhkannya."

Mendengar itu, Yu Hae terkejut dan langsung merasa sedikit lebih berharap. Semangatnya kembali menyala, dan ia segera memasuki panti asuhan bersama dua pria itu.

Begitu sampai di dalam, Suho memanggil seseorang. "Shin yeohwa, kau kedatangan tamu!"

"Ciih, mengganggu saja," terdengar suara sumbang dari dalam ruangan, diikuti dengan tatapan mencibir.

"Pergilah kalau kau hanya ingin menggangguku," ujarnya sambil melambaikan tangan, seakan tak peduli.

Namun Suho tetap teguh. "Ada anak dengan penyakit yang sama sepertimu... Apa kau tidak ingin mencoba untuk menolongnya?" katanya sambil menunjuk ke arah Yu Hae dan Yu Bi yang berdiri tak jauh dari pintu.

Kim Miju mendengus dan menggeleng. "Pergilah, itu tidak ada obatnya."

Tiba-tiba, suasana di sekitar mereka berubah. Tanpa peringatan, mereka semua di-teleportasi keluar dari ruangan. Suho yang tak ingin menyerah, langsung menggedor pintu dengan harapan Shin yeohwa akan berubah pikiran. "Tolonglah, ini kesempatan yang mungkin bisa menyelamatkan mereka!"

Suara telepon berdering memecah ketegangan. Seojin yang mendengar dering itu langsung bergegas untuk menjawab. Sementara itu, Suho masih tetap di depan pintu, menggedornya tanpa lelah, mencoba mendapatkan perhatian Shin yeohwa. Namun, usahanya selama lima menit tetap tak membuahkan hasil.

Tak lama kemudian, Seojin kembali dengan ekspresi serius. Ia menarik Suho dengan tegas.

"Ada monster yang mengamuk di wilayah tempat kita berjaga. Ayo cepat pergi!"

Suho, yang terkejut dengan kabar itu, segera bertanya, "Lalu... bagaimana dengan anak-anak ini?"

Sejenak, keduanya memandang Yu Hae yang sedang mencoba menghibur adiknya, memastikan Yu Bi tetap tersenyum meski keadaannya semakin buruk. Dengan nada tegas, Seojin menjawab, "Penyakit itu tidak ada obatnya! Kau mau tahu?"

Saat Suho hendak membalas, suara ledakan keras terdengar dari kejauhan.

Bukk!

Tanah sedikit bergetar, dan hawa panas terasa menyusup ke udara.

Suho segera bersiap, tangannya sudah berada di gagang pedangnya. Ia menoleh ke arah Yu Hae dan berkata,

"Kalian berdua jangan pergi jauh-jauh, mengerti?"

Yu Hae, yang tahu situasinya sedang genting, mengangguk dan menjawab pelan,

"Terima kasih, Ahjussi."

Kembali menatap pintu panti asuhan itu.