Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SEMUA CERITA TENTANG KITA

🇮🇩Nympadoraaa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
555
Views
Synopsis
Teesha tidak tahu jika "berpacaran pura-pura" bisa membuatnya benar-benar jatuh hati pada pria itu. "Kamu ninggalin aku saat aku bener-bener luluh sama kamu. Ini semua bukan hanya tentang kamu, William. Tapi tentang kita."
VIEW MORE

Chapter 1 - PROLOG

Seorang gadis berumur enam belas tahun duduk santai didalam sebuah mobil. Rambut pendek sebahu berwarna cokelat karamelnya bersinar ketika cahaya matahari masuk melalui jendela mobil.

"Teesha, mau dijemput jam berapa nanti?" Seorang pria yang tengah mengemudi disampingnya bertanya ditengah keheningan mereka.

Myria Lateesha Dipta, atau sering dipanggil Teesha, menolehkan kepalanya, "Ga usah dijemput juga ga apa-apa, Kak. Aku tahu ayah ngasih banyak kerjaan di kantor, kan?"

Gavin Sanjaya, sang kakak, atau lebih tepatnya kakak tiri Teesha pun mengangguk setuju. Ia memang sedang banyak pekerjaan karena ayahnya berencana untuk pensiun cepat setelah menyadari jika putranya bisa meneruskan dan memimpin perusahaan dengan baik.

Sekedar informasi, ibu Teesha dan ayah Gavin menikah setahun yang lalu. Kalian bertanya dimana ayah kandung Teesha? Beliau sudah pergi meninggalkan dunia akibat kecelakaan lalu lintas di sebuah terowongan empat tahun lalu. Saat itu Teesha juga ada di dalam mobil yang sama saat kecelakaan itu terjadi. Banyak orang yang bilang ia beruntung bisa selamat dan hanya mengalami luka kecil di bagian kepala.

Kalian lihat bekas jahitan disekitar jidatnya? Itu dikarenakan benturan keras yang mengakibatkan kepalanya bocor. Jadi, beruntung apanya? Tidak ada yang bisa di untungkan dari sebuah kecelakaan. Jika bisa memilih, Teesha ingin keluarganya masih utuh sampai sekarang.

Tidak, tidak! Bukan berarti keluarga yang sekarang buruk. Tidak semua saudara tiri itu jahat seperti di drama-drama yang sering Teesha tonton. Menurut penilaiannya, Gavin adalah kakak terbaik yang Teesha miliki. Meskipun awalnya Teesha takut sulit beradaptasi, tetapi diluar dugaan, Gavin sangat menerimanya.

Dari awal mereka bertemu sampai sekarang pria itu selalu melindungi, membimbing Teesha selayaknya adik, meskipun terkadang dia juga menyebalkan.

Keluarga barunya sempat meminta Teesha untuk menambahkan marga mereka dibelakang namanya. Katanya sih agar mudah dalam segala hal. Ya... Siapa sih yang tidak tahu keluarga Sanjaya? Pemilik perusahaan boneka terbesar di negeri ini yang mana sang putra masuk dalam 5 pengusaha muda terkaya di dalam negeri. Teesha sih sebetulnya mau-mau saja dapat privillage seperti itu, tetapi ia menolak dengan cepat.

Kenapa? Hm— ia hanya ingin menghormati mendiang sang ayah. Dan lagi ia tidak mau terbebani dengan kepopuleran nama itu disekolah barunya nanti. Akan ada berapa banyak orang yang akan "berpura-pura" baik agar mereka bisa dekat dengannya? Membayangkannya saja sudah membuat Teesha bergidik ngeri.

"Sampai nanti kak, makasih, ya, udah nganterin aku." Gavin mengangkat tangannya lalu kembali melajukan mobilnya meninggalkan halaman sekolah.

Ini adalah hari pertama Teesha bersekolah di SMA Adyatama. Sekolah impiannnya sejak dulu. Sekolah elit yang mana orangtua muridnya kebanyakan merupakan para pengusaha dan juga para pegawai di pemerintahan. Jika kalian berpikir si gadis berambut karamel ini bisa diterima disini karena ayahnya termasuk orang terkaya, kalian salah besar. Tidak, tidak semudah itu. Tidak semudah yang kalian bayangkan. Uang orang tua yang banyak itu tidak berlaku disini.

Berlaku sih, maksudku— ah! Kalian mengerti kan maksudku? Bersekolah disini tidak hanya butuh uang yang banyak karena "mahal", tetapi juga butuh kepintaran diatas rata-rata. Makanya, setiap calon siswa diharuskan mengikuti berbagai macam tes dan juga wawancara yang menurut Teesha benar-benar sulit untuk masuk kesini.

Oh ya, menurut Gavin yang merupakan alumni Adyatama, didalamnya bukan hanya terdapat ruang kelas saja. Tetapi ada ruang musik dengan grand pianonya, perpustakaan dengan koleksi buku yang sangat lengkap, ruang olahraga yang sangat besar, dan masih banyak yang lainnya.

Oh! Gavin bilang Adyatama mempunyai kantin yang sangat luar biasa. Aku tidak tahu luar biasa menurutnya itu yang seperti apa, jadi biar kita cek bersama-sama.

Teesha mengedarkan pandangan dan menangkap gaya para siswa yang berjalan memasuki gedung sekolah. Lihatlah mereka, menenteng tas bahu bermerk yang menurut ku lebih pantas dibawa untuk mengunjungi mall daripada sekolah. Aku yakin didalamnya lebih banyak alat makeup daripada alat tulis. Entahlah, sebenarnya mereka kesini untuk cari ilmu atau cari pamor, sih?

DUK!

"Hei!" Teesha berseru ketika merasakan seseorang menabrak bahunya dari belakang sedikit kencang, membuat badan kecilnya terhuyung kedepan dan bisa saja terjatuh jika tidak bisa menyeimbangkan tubuh dengan cepat, "Hati-hati, dong!"

Seorang pria dengan perawakan lebih tinggi dari Teesha itu berhenti melangkah. Ia berbalik dan memandang Teesha datar. Lihat, santai sekali dia. Bukankah seharusnya dia minta maaf?

"Kamu bilang sesuatu?"

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Lima detik Teesha terdiam.

Entah apa yang harus ia katakan. Pria yang berdiri beberapa meter darinya ini memiliki mata onyx sekelam malam. Tatapan tajamnya kini menambah persentase ketampanannya. Astaga, ternyata orang seperti ini bukan hanya ada didalam drama saja, ya. Apakah ini pertanda bahwa Tuhan mengirimkan salah satu malaikatnya untuk mewarnai kehidupan masa-masa SMA Teesha?

Teesha berdeham, "Hati-hati! Kamu nabrak aku." Gadis ini mencoba kembali pada kenyataan.

"Salahku?" Dia mengerutkan dahinya, "Kamu yang berdiri di tengah jalan, nona. Kamu menghalangi jalan semua orang yang mau masuk. Dan kamu menyalahkan orang lain?"

Tunggu. Bukankah seharusnya kata maaf yang meluncur dari mulutnya? Dia bilang apa tadi?

"Maksud ka—"

BRUK!

"Yuhuuu, gadis karamel!" Teesha terkejut ketika seorang gadis berambut blonde tiba-tiba menabraknya cukup kencang, "Kamu kenapa masih disini? Kelas udah mau dimulai, loh." Kini ia merangkul bahu Teesha sambil tertawa hambar.

"Siapa—"

"Ah, William!" Dia kembali memotong ucapan Teesha. Sungguh tidak sopan.

Gadis itu tersenyum kaku pada pria di depan sana yang masih memandang Teesha dengan ekspresinya yang datar, "Kelas sebentar lagi dimulai nih. Jadi, kami duluan ya. Bye!"

Si gadis bule ini menarik Teesha masuk ke dalam gedung sekolah meninggalkan pria tampan yang ia panggil— siapa tadi? William? Langkahnya tergesa-gesa sampai Teesha sulit untuk mengimbanginya.

"Astaga, kamu ngapain sih?" Ia mengipasi wajahnya dengan tangan. Kami berhenti setelah naik ke lantai dua.

"Aku? ngapain?" Teesha memandangnya heran. "Harusnya aku yang nanya gitu." Ada apa dengan gadis ini?

"Oke girl, aku kasih tau sedikit informasi penting sama kamu ya." Ia berbicara setengah berbisik, mengedarkan pandangannya seperti sedang memantau keadaan, "Cowok yang tadi kita temuin itu William, satu tahun diatas kita. Dia megang peranan penting di sekolah ini. Maksudku, kamu pasti tahu kan soal keluarga Jaya? Ayahnya termasuk penyumbang dana terbesar buat sekolah kita." Bisiknya dengan wajah serius.

Keluarga Jaya? Ah, sepertinya aku pernah mendengar cerita dari Gavin soal keluarga Jaya. Kalau tidak salah ingat mereka menjalankan bisnis kontraktor dan memiliki perusahaan yang tersebar di setiap kota. Jika tidak salah, mereka juga masuk kedalam jajaran 5 orang terkaya di negeri ini.

"Aku Divinia Yasa." Gadis yang sedari tadi membawa Teesha mengulurkan tangannya pada. "Kelas 1-4, kamu?"

Baiklah, dia orang kaya selanjutnya yang Teesha temui. Maksudku— Yasa, siapa sih yang tidak tahu tentang pengusaha tambang itu. Ternyata memang sesuai rumor yang beredar, sekolah ini benar-benar mengerikan. Kualitas para muridnya benar-benar tak perlu diragukan lagi.

Teesha memandangnya dengan pandangan heran. "Teesha. Kelas 1-4." Ia menerima jabatan tangannya.

"Hei, kita sekelas!" Divinia terlihat senang. Ia kembali menarik Teesha menyusuri lorong yang sepertinya menuju ke ruangan kelas.

"Aku ingetin sekali lagi Teesha, jangan pernah berurusan sama dia. Bisa panjang urusannya."

Dan sepanjang perjalanan menuju kelas, Divinia mulai banyak bercerita tentang dirinya. Untuk orang yang baru dikenal, Divinia termasuk orang yang asyik. Dia termasuk tipe orang yang mudah berbaur. Kepribadiannya yang ceria juga membuat ku tidak merasa canggung bicara dengannya, meskipun sempat merasa aneh juga padanya di awal tadi.

Divinia juga memberikan informasi yang ia ketahui tentang sekolah ini. Seperti prestasi luar biasa para siswanya, atau fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Dia bilang, sebelum masuk sekolah ini dia sempat melakukan tour keliling bersama sang ayah saat mendaftar. Divinia juga bercerita tentang betapa sulitnya tes masuk yang mereka berikan dan Teesha setuju dengan hal itu. Apalagi sesi wawancara. Gila! Melihat tatapan para pengujinya saja membuat fokus buyar seketika. Mereka benar-benar tidak melewatkan hal kecil sekalipun.

Itu adalah kali pertama Teesha mengenal seorang Divinia Yasa. Dia adalah teman pertamanya di sekolah ini. Dan ini adalah awal dari cerita masa-masa SMA seorang Myria Lateesha Dipta.

.

.

TBC