Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kekuasaan Tanpa Batas

falah_lz
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
51
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1: Pertemuan Pertama

Bab 1: Perkenalan Protagonis

Langkah kaki Arga Mahendra menggema di lobi utama gedung Mahendra Corp, salah satu gedung perkantoran paling mewah di kawasan Sudirman, Jakarta. Setelan jasnya rapi, dipadukan dengan dasi abu-abu yang sempurna. Tatapan dinginnya membuat setiap karyawan yang ia lewati segera menunduk, bahkan beberapa buru-buru mempercepat langkah mereka agar tidak berpapasan dengannya.

Pagi itu, Jakarta masih seperti biasa—macet dan hiruk-pikuk. Dari lantai 35, Arga bisa melihat deretan mobil yang terjebak di lampu merah, suara klakson samar-samar terdengar meski dia berada di balik dinding kaca. Ia duduk di kursi kulit hitam di ruangannya yang luas, dengan meja kayu mahoni besar di tengahnya. Di sebelah meja, terdapat rak buku dengan koleksi berbagai literatur tentang bisnis, teknologi, dan strategi.

Di tangannya, sebuah laporan keuangan tergeletak. Tapi pikirannya melayang. Sesekali ia memandang bingkai foto kecil yang terletak di sudut meja. Foto itu memperlihatkan seorang anak laki-laki kecil berdiri di depan rumah sederhana dengan tembok kusam, bersama seorang pria tua dengan senyum hangat. Foto itu adalah pengingat bahwa dirinya dulu hanyalah seorang anak desa yang bermimpi besar.

"Pak Arga, rapat akan dimulai dalam lima menit," suara Karina, sekretaris pribadinya, terdengar melalui interkom.

"Saya segera ke sana," jawabnya singkat. Ia bangkit dari kursinya, merapikan jasnya, lalu mengambil langkah mantap menuju ruang rapat.

Di ruang rapat itu, semua direktur sudah menunggu. Arga melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Semua mata tertuju padanya, tapi bukan karena kagum—melainkan karena rasa takut. Bagi mereka, Arga adalah sosok yang perfeksionis dan tak pernah kompromi.

"Selamat pagi, semuanya. Kita mulai," ucapnya dengan nada tegas.

Pertemuan itu berjalan lancar, seperti biasa. Keputusan diambil tanpa banyak perdebatan. Setelah rapat selesai, Arga kembali ke ruangannya, menatap keluar jendela. Kota Jakarta yang padat selalu mengingatkannya bahwa dunia bisnis adalah medan perang. Hanya yang terkuat yang bisa bertahan, dan ia memastikan bahwa dirinya adalah salah satu dari mereka.

Bab 2: Latar Belakang

Hujan deras mengguyur sebuah desa kecil di Malang, Jawa Timur. Rumah-rumah dengan tembok kusam dan atap genting basah terlihat berjajar di sepanjang jalan berlumpur. Di salah satu rumah sederhana itu, Arga kecil duduk di lantai dekat jendela, memandangi derasnya hujan sambil mengerjakan PR matematika di atas meja kayu kecil.

"Arga, jangan terlalu malam belajarnya, ya. Besok kamu sekolah pagi," ujar ibunya dari dapur. Suaranya lelah, tapi hangat.

"Iya, Bu. Ini sebentar lagi selesai," jawab Arga sambil menulis dengan pensil yang hampir habis ujungnya.

Malam itu adalah malam terakhir ia melihat ayahnya tersenyum. Sang ayah, seorang buruh pabrik, tidak pernah pulang. Kecelakaan kerja merenggut nyawanya, meninggalkan Arga kecil dan ibunya dalam keterpurukan.

Hari-hari setelah itu adalah perjuangan tanpa akhir. Ibunya menjahit pakaian siang dan malam untuk mencukupi kebutuhan mereka. Arga membantu sebisanya, tapi dia tahu bahwa satu-satunya jalan keluar adalah melalui pendidikan.

"Aku harus sukses. Aku harus mengubah hidup ini," gumamnya suatu malam, saat melihat ibunya tertidur lelah di kursi tua di ruang tamu.

Setelah lulus dari SMP dengan nilai terbaik, Arga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di SMA favorit di Malang. Setiap hari, ia harus berjalan kaki hampir tiga kilometer untuk mencapai sekolahnya. Di sana, ia dikenal sebagai siswa yang rajin dan penuh ambisi.

Kuliah di Universitas Indonesia menjadi mimpi yang akhirnya terwujud berkat beasiswa. Kehidupan di Jakarta memberinya tantangan baru. Ia harus membagi waktu antara kuliah dan bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhannya.

"Jakarta keras, tapi aku harus lebih keras," pikirnya setiap kali menghadapi kesulitan.

Setelah lulus dengan predikat cum laude dari jurusan teknik informatika, ia diterima di sebuah perusahaan teknologi besar. Tapi ambisinya tidak berhenti di situ. Dengan tabungan yang minim dan keberanian besar, ia mendirikan Mahendra Corp, sebuah startup kecil yang fokus pada teknologi pendidikan.

Tahun-tahun pertama adalah masa penuh perjuangan. Banyak pintu yang tertutup, banyak ide yang ditolak. Tapi Arga tidak pernah menyerah. Ia belajar dari setiap kegagalan dan terus melangkah maju. Kini, Mahendra Corp adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia, dan Arga adalah pria yang mengendalikan semuanya.

Namun, di balik segala kesuksesan itu, Arga masih menyimpan kenangan tentang rumah kecil di Malang, tentang ibunya yang bekerja keras, dan tentang janji yang pernah ia buat pada dirinya sendiri: untuk tidak pernah kembali ke kehidupan yang dulu.

Akhir Chapter 1

Kehidupan Arga Mahendra adalah perpaduan antara perjuangan dan ambisi. Dari desa kecil di Malang hingga puncak kekuasaan di Jakarta, ia telah membuktikan bahwa mimpi besar bisa diraih. Namun, seperti kota yang ia pandangi setiap hari, hidupnya penuh dengan hiruk-pikuk dan kegelisahan yang tak pernah benar-benar hilang.