Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Eira Dan takhta cahaya Ardhotalia

🇮🇩nurfaida_sambuaga
--
chs / week
--
NOT RATINGS
81
Views
Synopsis
Eira Veylan (Gadis dari Masa Depan): Seorang gadis berusia 22 tahun dari abad ke-21 yang cerdas namun skeptis terhadap hal-hal supernatural. Hidupnya berubah ketika dia tersedot masuk kesebuah novel miliknya yang menariknya ke dunia masa lalu yang penuh sihir, naga, dan kerajaan. Eira tiba di dunia masa lalu dan diselamatkan oleh Kael setelah disangka mata-mata oleh pasukan kerajaan. Awalnya, Eira kebingungan dan menganggap semuanya mimpi buruk, tetapi dia mulai menyadari kenyataan saat berhadapan dengan sihir dan naga.
VIEW MORE

Chapter 1 - the beginning of time travel

I just want to feel something new in this world, even if I don't get love and affection, at least I can wander into the world I want.

"Eira veylan"

---

Eira veylan adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang tinggal bersama keluarga kecilnya. Namun, sejak kecil, Eira selalu merasa dinomorduakan oleh kedua orang tuanya. Hal ini terjadi karena perhatian mereka lebih banyak tercurah kepada adik laki-lakinya. Sejak saat itu, Eira sering merasa kehilangan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.

Untuk mengatasi perasaan tersebut, Eira menemukan pelarian di dunia buku. Ia gemar membaca novel-novel, terutama yang bertema fantasi. Dalam dunia bacaannya, ia merasa lebih nyaman, seolah-olah sedang hidup di dunia yang berbeda. Buku-buku itu menjadi tempat di mana ia bisa berpetualang, memburu monster atau naga, dan mungkin bertemu dengan pria pujaan hati.

"Sepertinya hidup di dalam buku-buku ini lebih baik," gumam Eira sambil terkekeh kecil. Ia menyandarkan kepalanya di meja bacanya, membayangkan betapa indahnya dunia fantasi tempat ia bisa melarikan diri dari kenyataan.

Eira selalu tenggelam dalam dunianya sendiri, mencari pelarian dari beban yang menyesakkan hatinya. Ia adalah gadis cantik, pintar, dan berbakat sebagai seorang balerina. Namun, semua kelebihan itu seolah tidak pernah dihargai oleh kedua orang tuanya. Mereka menganggap Eira sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri, padahal jauh di lubuk hatinya, Eira masih merindukan perhatian mereka.

Di usianya yang ke-22, Eira memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Sebaliknya, ia memilih bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Dengan uang yang ia peroleh,Eira menabung dan membeli barang-barang yang diinginkannya, terutama koleksi novel yang menjadi dunianya. Buku-buku itu adalah pelarian terbaiknya, tempat di mana ia merasa bebas dan dicintai.

Saat Eira sedang asyik membaca di sudut kamar, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ia menoleh, melihat sosok ibunya berdiri di ambang pintu.

"Masih saja kau membaca buku-buku fantasi tak berguna itu, Eira? Terus menjadi si kutu buku yang membosankan," ujar ibunya dengan nada tajam, matanya menyiratkan ketidakpedulian yang sudah biasa Eira rasakan..

"Hm, ya... Ibu. Aku hanya merasa lebih baik saat membaca," jawab Eira pelan, meski dalam hatinya ia ingin sekali membantah perkataan ibunya.

Ibunya hanya mendengus ringan sebelum melanjutkan dengan nada dingin. "Besok kami akan pergi berlibur. Ulang tahun adikmu, Aran. Dia ingin ke pantai. Aku ingin kau tinggal di rumah dan menjaga semuanya dengan baik. Jangan hanya asyik dengan buku-bukumu. Mengerti?"

Eira menunduk, menekan perasaan yang mulai menghimpit dadanya. "Um... ya, Ibu," ucapnya lirih.

Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ibunya berbalik meninggalkan kamar Eira, menutup pintu dengan pelan. Tidak ada tanda bahwa ia menyadari luka di hati putrinya-luka yang semakin menganga karena perbedaan kasih sayang yang begitu jelas.

Eira menghela napas panjang, menatap buku di tangannya. "Tak apa, Eira. Kau gadis kuat. Mungkin memang lebih baik tinggal di rumah, membaca novel."

Ia tersenyum kecil, mencoba menghibur dirinya sendiri. Dengan lembut, ia membalik lembar demi lembar novel itu, membiarkan jari-jarinya yang lentik menari di atas halaman. Mata birunya yang selalu memancarkan binar kesedihan berubah sedikit cerah setiap kali cerita di bukunya berhasil menarik perhatiannya. Dalam dunia itu, setidaknya, ia merasa hidup.

---

"Putri Aralyn, seorang putri kerajaan yang dikhianati oleh keluarganya sendiri, dituduh sebagai penyebab keruntuhan kerajaan karena ramalan yang mengatakan bahwa ia memiliki darah sihir."

Gumam Eira sambil membaca halaman demi halaman novel di tangannya.

"Hah, jika saja aku bisa, atau bahkan punya portal, aku ingin sekali masuk ke dunia buku ini, menjadi wanita pemburu, lalu berteman dengan Putri Aralyn dan membantunya mengembalikan kejayaan kerajaan. Memburu naga dan penyihir... hehe."

Gumam Eira lagi, terkekeh kecil, seperti biasa, dengan gumaman yang selalu tak biasa.

Eira terus tenggelam dalam buku yang ia baca. Ia tidak pernah merasa bosan membalik setiap halaman, seolah setiap kata yang terbaca memberi kehidupan baru, suasana baru, dan perasaan yang baru. Itulah mengapa Eira begitu menyukai membaca novel, terutama yang berbau fantasi, mistis, dan sihir. Dalam pikirannya, ia sering membayangkan, bagaimana jika ia berada di dunia seperti itu? Mungkin ia akan menjadi gadis petualang yang berani menjelajahi dunia untuk menemukan hal-hal baru... atau mungkin menjadi kekasih hati seorang pahlawan.

---

Sepertinya malam ini sudah cukup. Aku sudah mengantuk, tapi... Eira melirik jam dinding, yang menunjukkan pukul tepat 10 malam.

"Eh, sudah jam 10 malam? Hm, kalau aku terus membaca, bisa-bisa aku begadang sampai pagi. Sudahlah, mungkin sekarang saatnya tidur. Seharian cukup melelahkan saat di kafe," ucap Eira sambil menutup novelnya. Kemudian, ia berdiri dari kursinya, meregangkan badannya, dan berjalan menuju tempat tidurnya, mulai merasa ingin tidur.

"Tuhan, jika hari ini masih sama seperti hari-hari biasanya, bisakah besok Engkau memberiku hal baru dalam hidupku? Maaf jika permintaan ini terasa memaksa, hanya saja aku ingin merasakan sesuatu yang belum pernah aku alami. Tapi terima kasih, Tuhan, atas setiap hari yang Kau berikan. Aku mensyukuri-Nya. Amin."

Setelah berdoa, Eira pun tidur. Itu sudah menjadi kebiasaannya, selalu berdoa sebelum tidur, tak pernah berhenti meminta, meskipun harapannya belum terwujud.

---

Malam itu begitu sunyi dan tenang, hanya terdengar suara detikan jam dan nafas Eira yang naik turun dalam tidur nyenyaknya. Malam ini, Eira tertidur sangat lelap, tidak seperti biasanya, di mana ia selalu begadang membaca novelnya. Setiap jam yang berlalu penuh dengan ketenangan, hingga...

Tiba-tiba, salah satu novel Eira yang terletak di atas meja, yang belum selesai dibacanya, terbuka dengan sendirinya. Kemudian, novel itu memancarkan cahaya terang yang hampir memenuhi seluruh kamar Eira. Namun, malam ini, Eira tidur begitu nyenyak hingga tidak merasakan apapun yang terjadi di sekitarnya. Novel itu kemudian menyedot Eira, yang masih dalam keadaan tidur, masuk ke dalamnya. Seketika, Eira menghilang dari kamarnya.

Buuugh!

"Aduh, aduh, sakit sekali..."

Ucap Eira sambil mengusap-usap kepalanya yang terbentur ke tanah. Eira, yang masih belum menyadari apa yang terjadi, hanya merasa kebingungan.

"Huh, apa aku mimpi terjatuh lagi? Ah, sial..." Eira mengeluh, lalu berdiri dengan setengah sadar, matanya masih setengah tertutup. Ia berniat kembali ke tempat tidurnya, namun belum sempat, Eira terjatuh lagi ke tanah.

--"Aduh, apa-apaan ini? Di mana kasurnya?" Saat Eira membuka mata, ia terkejut melihat dirinya berada di tengah hutan belantara dengan udara yang cukup dingin.

"What??... Wait, wait... Am I dreaming?" ucap Eira, lalu menampar wajahnya sendiri.

"Ocwh, shit! Ini sakit sekali... tapi tunggu, di mana aku? Ini mimpi? Tapi... aku merasakan sakit saat menampar wajahku, dan aku masih di sini..."

Eira masih terkejut dan bingung, bertanya-tanya pada dirinya sendiri sambil menatap sekeliling. Hingga akhirnya, ia menyadari bahwa ia telanjang.

"Aaaaa! Tidak! Apa-apaan ini? Mengapa aku telanjang? Astaga, apa yang terjadi padaku? Di mana ini? Ya Tuhan..."

Tiba-tiba, Eira mendengar suara tapak kaki kuda mendekat. Bukan hanya satu, tapi banyak suara tapak kaki kuda. Eira panik, merasa sangat cemas karena dirinya dalam keadaan telanjang. Ia kemudian melihat danau di hadapannya dan memutuskan untuk terjun ke dalam danau itu untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Saat Eira sudah berada di dalam danau, beberapa kuda beserta penunggangnya berhenti tepat di tepi danau, memperhatikan Eira yang sedang berendam.

---

Eira terkejut melihat pakaian aneh mereka, seperti orang-orang kerajaan. Mereka adalah prajurit kerajaan dengan pedang dan anak panah.Eira berpikir, Apa mereka sedang syuting atau cosplay? Hingga seorang pria yang berada di barisan depan berbicara.

"Siapakah gerangan Anda, nona? Mengapa di sore hari ini Anda berada di danau dan berendam? Saya tidak pernah melihat Anda sebelumnya. Mohon keluar dari danau itu sekarang juga!"

Eira menatap pria itu. Pria tinggi, kekar, berotot, dengan mata berwarna oranye, kulit putih, dan rambut hitam. Eira berpikir pria itu cukup tampan, namun ia sedikit menggelengkan kepalanya dan kemudian berbicara.

"Maaf, Tuan. Aku... aku tidak bisa keluar dari air ini. Kumohon, mengertilah..."

Ucap Eira sambil menatap pria itu dengan mata birunya.

"Apa maksudmu, kau tidak bisa keluar dari air itu, nona? Huh? Apa kau seorang siren?" ucap pria itu dengan nada dingin, sedikit kebingungan terlihat di wajahnya.

---

"Bukan seperti itu, Tuan. Itu... ummh, aku... aku hanya tidak punya pakaian yang bisa menutupi tubuhku..." ucap Eira sambil menundukkan wajahnya, sehingga wajah cantiknya sedikit tertutupi oleh rambut pirang panjangnya. Ia merasa malu mengungkapkan hal seperti itu, bahkan ia belum menyadari bahwa wajah dan beberapa bagian tubuhnya sedikit berubah.

"Huh..." Pria yang berada di atas kuda itu mendesah berat, lalu membuka mantelnya dan melemparkannya pada Eira.

"Sekarang pakailah mantel itu dan keluarlah dari air itu, atau aku sendiri yang akan mengeluarkanmu..." ucap pria itu dengan nada dingin. Beberapa pria lain di belakangnya hanya terkekeh kecil.

"Eeh, t-tidak... tidak, aku akan memakainya dan keluar dari danau ini... ummh, terima kasih, Tuan..." ucap Eira sedikit panik, merasakan wajahnya memanas dan sedikit memerah. Ia segera memakai mantel itu, meskipun basah, setidaknya bisa menutupi tubuh telanjangnya, pikirnya. Setelah itu, ia mulai berjalan keluar dari danau.

---

Chapter 01: Selesai

Semoga suka,heheh...

Terima kasih..✨