❝ Akhirnya, kisah ini menemukan paragraf terakhirnya.
Namun, kisah ini belum benar-benar berakhir.
Kami akan melanjutkan langkah kaki kami.
Dan akan kami selesaikan apa yang telah kami mulai.❞
Mereka memasuki mobil untuk meninggalkan gedung. Tetapi, tak sengaja mereka menangkap bayangan sang ketua mafia yang berhasil lari dan meledek Shandy dengan menunjukkan flashdisk ditangannya. Setelahnya, ketua mafia itu menghilang dalam kegelapan malam karena tak ingin ditangkap oleh polisi.
Shandy menatap Fenly yang saat ini juga menatap kearahnya. "Dia pasti akan segera ditangkap, Fen. Ngga usah takut atau khawatir. Kan ada kak Shandy sekarang."
Fenly langsung memeluk erat tubuh Shandy. Ia menangis dalam pelukan kakaknya. Entah apa yang telah dilakukan para mafia tadi sebelum Shandy berhasil menyelamatkannya. Kini, Shandy melihat Fenly mengusap bibirnya kasar.
"Hei.. Kenapa, dek? Fen.. Tenang! Adek kenapa?" Tanya Shandy.
"Cewe tadi, kak. Cewe tadi cium Fen waktu didalam gudang.."
"An**ng tuh cewe! Gatel banget jadi orang. Udah, Fen. Ngga usah diinget lagi. Gue pastikan, dia dapat hukuman yang setimpal dengan apa yang dia perbuat ke lo. Gila tuh orang, ya." Sahut Fajri emosi.
"Kenapa jadi lo yang lebih emosi?" Tanya Shandy sambil terkekeh.
"Tapi, kunyuk satu ini ada benernya. Fen, ngga usah diingat-ingat lagi. Anggap aja tadi itu proses pendewasaan, ya.. Kakak janji, setelah ini ngga akan ada yang bisa ganggu Fenly. Kita akan hidup aman, selamanya.." Fenly mengangguk dan kini menyandarkan kepalanya pada dada Shandy.
"Tapi, nyet.. Flashdisk itu gimana?" Tanya Gilang yang berhasil memancing senyum Shandy, dan Shandy kembali menatap Fenly. Sementara yang di tatap hanya mengedipkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya mengeluarkan flashdisk dari kantong celana miliknya, lalu memberikan flashdisk tersebut pada Shandy.
"Lo bener, Lang. Mereka itu cuma jumlah aja yang banyak. Tapi, ngga ada yang punya otak. Dari awal, flashdisk ini ada di Fenly, bukan ada di gue.. Bodohnya, mereka ngga pernah geledah Fenly, dan masih mikir kalau flashdisk ini di tangan gue. Jadi, gue ikutin permainan mereka."
"Dasar mafia bego! Terus, itu flashdisk yang lo kasih, isinya apa?"
"Foto-foto lama gue dan beberapa tugas waktu SMP kayaknya. Semoga dia ngga muntah lihat muka gue."
Jawaban Shandy jelas memancing gelak tawa dari yang lainnya. Sementara Fenly, hanya tersenyum lebar dan mengeratkan pelukannya pada Shandy. Meski mendapatkan luka, Shandy bersyukur bisa membawa Fenly lagi ke dalam pelukannya. Tak ada yang lebih berharga, dibandingkan dengan kembalinya Fenly. Dan mulai saat ini, Shandy akan lebih berhati-hati dalam menjaga sang adik.
☆☆☆
Beberapa hari setelah kejadian itu, semua kembali berjalan normal. Setidaknya, Shandy dan Fenly tak perlu berlari ataupun bersembunyi lagi. Mereka bebas keluar dan pergi kemanapun.
"Kita ngga jahat kan, kak? Pergi tapi ngga pamit ke mereka." Tanya Fenly sambil memainkan jemarinya.
"Lebih jahat kalau kita terlalu sering melibatkan mereka, Fen. Mereka berhak untuk hidup bebas. Sementara kita, ngga bisa seperti mereka.. Kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita mulai."
"Setelah semua selesai, kakak akan bawa Fenly kesini lagi untuk ketemu Fajri."
"Fen cuma berharap kalau hari itu datang, Fajri masih mau temenan sama Fen, kak.."
"Dia pasti mau." Fenly mengangguk paham.
Kini, mereka mendengar pengumuman jika pesawat mereka akan segera terbang. Mereka berjalan beriringan menuju kabin pesawat. Shandy dan Fenly menatap sekali lagi kearah luar sebelum akhirnya masuk ke dalam pesawat. Mereka akan melanjutkan perjalanan panjang dan menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.
Sementara di rumah Gilang, Fajri menatap sebuah kemeja berwarna biru langit yang di lipat rapi dan diletakkan diatas tempat tidur miliknya. Ia juga melihat sebuah amplop cokelat diatas kemeja. Fajri meraih kemeja itu dan melihat sebuah bordir dengan nama di dada sebelah kiri. "FenJi". Nama itulah yang tertulis di kemeja. Ia meraih amplop yang berisi surat, kemudian membacanya.
Hai Fajri! Selamat pagi, siang atau malam.. Tergantung kamu bacanya kapan. Aku cuma ingin bilang terima kasih, karena selama ini kamu banyak membantuku. Kamu juga banyak mewujudkan impian-impianku yang dulu rasanya sangat sulit untuk aku wujudkan..
Fajri.. Jika hari terbaik yang kamu katakan itu benar-benar datang, ayo kembali bertemu dengan keadaan yang lebih baik. Tagih janji yang pernah kita sepakati bersama. Ayo lakukan banyak hal yang belum pernah aku lakukan. Ayo makan banyak makanan yang belum pernah aku coba sebelumnya. Aku janji, tidak akan pernah melakukan semua hal-hal menarik itu dengan orang lain, aku hanya akan melakukan semua itu dengan kamu.
Untuk sementara ini, ayo saling merindu dan bertukar kabar jika sempat. Sampaikan salamku pada Fiki dan Zweitson, ya.. Aku senang pernah bertemu dengan mereka. Hanya saja, waktu itu aku belum bisa berinteraksi baik dengan mereka.
Sampai jumpa lagi, Fajri..
Fajri menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur miliknya. Kemudian, memejamkan matanya. Rasanya, perasaan Fajri kali ini benar-benar kacau. Hanya Fenly yang bisa membuat Fajri menghapus panggilan 'lo' dan 'gue' saat berbicara dengannya. Hanya Fenly yang berhasil mencairkan sifat dingin dan cueknya Fajri, hingga menjadi perhatian dengan orang lain.
"Bangun, lo.. Suntuk mulu itu muka. Siap-siap sana, gue mau ajak lo liburan." Ucap Gilang yang tiba-tiba muncul di kamar miliknya. Fajri hanya melirik sekilas tiket pesawat yang diberikan Gilang.
"Gue ngga tertatik liburan, bang. Kalau lo mau pergi liburan, liburan sendiri aja.. Kalau gue bosen, gue pulang aja ke Bandung."
"Yakin? Lihat dulu, gue mau ajak lo kemana!" Tanpa minat, Fajri meraih kembali tiket tadi dan melihat tujuan dari tiket tersebut. "California". Fajri langsung bangkit dan menatap Gilang yang kini tersenyum manis.
"Lo ngga mungkin biarkan mereka berjuang tanpa kita, kan? Siapkan diri lo buat liburan yang panjang, Fajri."
"Berangkat, bang! California, tunggu kita!!" Ucap Fajri sambil memeluk erat kemeja pemberian Fenly.
"Gue ngga akan tinggalin lo, nyet.. Gue juga ngga akan biarkan lo berjuang sendiri untuk melindungi Fenly. Kita akan datang untuk bantu kalian.. Itu kan gunanya punya teman. Dasar anak setan! Bisa-bisanya lo pergi ngga pamit gue! Awas aja kalau ketemu." Ucap Gilang sambil menatap langit dari jendela kamar Fajri.
Kisah ini memang telah diakhiri oleh Shandy dan Fenly. Tetapi, rangkaian kisah lainnya belum mereka mulai. Bukankah kita memang harus menutup lembaran lama untuk memulai paragraf yang baru? Dan sekarang, biarkan mereka menutup kisahnya untuk melanjutkan paragraf yang lain.
Selesai..
Happy Reading..