Langit di desa Kabu selalu kelabu. Tak pernah ada sinar matahari yang menembus langit yang suram, tak ada bintang yang menghampar di malam hari. Selama ratusan tahun, penduduk desa ini hidup dalam kegelapan yang tak bisa dijelaskan, seperti dunia mereka terjebak dalam waktu yang tidak pernah maju. Ini adalah dunia tanpa langit, dan bagi mereka yang lahir di sini, dunia ini adalah satu-satunya yang mereka tahu.
Raya, seorang gadis berusia enam belas tahun, duduk di tepi ladang jagung yang hampir siap panen. Rambutnya yang hitam legam tergerai tertiup angin, dan matanya yang gelap menatap kosong ke arah langit yang tak berubah. Seperti biasa, langit itu kelabu, seakan mengaburkan segala sesuatu yang ada di bawahnya.
"Kenapa rasanya semua ini salah?" pikir Raya dalam hati, sambil mengamati tanah di bawah kakinya. Kakinya yang telanjang menyentuh tanah yang keras dan gersang. Tanah yang tak pernah bisa merasakan hujan yang menyegarkan. Ia memandang sekelilingnya. Desa Kabu tampak sepi, seperti biasanya. Hanya beberapa warga yang sedang bekerja di ladang, dan suara angin yang berhembus pelan.
Tiba-tiba, sebuah suara memecah keheningan. "Raya, jangan terlalu melamun. Ayo pulang," kata Pak Gana, tetua desa yang selalu datang menghampirinya setiap kali ia terlihat termenung. Pak Gana adalah pria tua yang dihormati di desa, namun juga dikenal karena sikapnya yang keras dan pandangannya yang konservatif.
Raya menoleh dan tersenyum kecil. "Pak Gana, saya cuma berpikir, kenapa langit kita tidak pernah berubah? Kenapa kita tidak pernah merasakan matahari atau melihat bintang-bintang?"
Pak Gana menghela napas panjang. "Langit kita sudah hilang sejak lama, Raya. Itu sudah menjadi takdir kita. Jangan terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang sudah tak bisa kita ubah. Fokuslah pada kehidupan kita di sini."
Raya merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya. Ada rasa ingin tahu yang mengganggu pikirannya. "Tapi Pak, bukankah ada cara untuk mengubahnya? Bukankah kita pantas tahu kenapa langit ini hilang?"
Pak Gana mengerutkan kening. "Kamu terlalu muda untuk memahami hal-hal semacam itu. Ada alasan kenapa langit itu hilang, dan itu bukan untuk dipertanyakan. Tidak ada gunanya mengungkit masa lalu."
Raya merasa jengkel, tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. "Mungkin Anda benar, Pak." katanya pelan. "Tapi kenapa saya merasa ada sesuatu yang lebih? Sesuatu yang lebih besar dari sekadar takdir yang kita terima?"
Pak Gana tidak menjawab, hanya menatapnya dengan tatapan tajam. "Jangan menghabiskan waktumu untuk hal-hal yang tidak ada jawabannya, Raya. Pikirkan masa depanmu." Dengan itu, Pak Gana berjalan menjauh, meninggalkan Raya yang terdiam di tempat.
Raya mengangkat tangannya dan mengusap wajahnya. "Apa yang harus saya lakukan?" gumamnya. Ia tahu, dalam dirinya, ada sesuatu yang lebih dari sekadar keinginan untuk bertahan hidup di dunia ini. Ada sesuatu yang jauh lebih besar yang membuatnya merasa tidak puas dengan dunia yang monoton ini.
---
Malam yang Mencekam
Malam itu, Raya terjaga. Langit masih kelabu, dan angin berhembus dingin, menyusup ke dalam kamar kecilnya. Ia berbaring di tempat tidurnya yang sederhana, tetapi tiduran itu terasa tak nyaman. Mungkin karena pikirannya yang dipenuhi dengan keraguan dan rasa penasaran yang tak bisa dijelaskan.
Tiba-tiba, ia mendengar suara. Suara yang seperti memanggil namanya, samar-samar namun jelas. Raya menoleh ke samping, memastikan bahwa tak ada yang lain di kamar itu. Tetapi suara itu tetap ada, seakan berasal dari dalam dirinya sendiri.
"Raya..."
Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, dan kali ini, Raya merasa seolah-olah suara itu datang dari jauh—dari langit yang gelap. Ia mengangkat kepala dan menatap langit dari jendela. Hanya kelam yang terlihat, tetapi suara itu terus memanggilnya.
"Siapa itu?" tanya Raya pada dirinya sendiri, takut namun merasa terdorong untuk mengikuti suara itu. "Apa yang terjadi pada langit?"
Ia bangkit dari tempat tidur dan mendekatkan diri ke jendela. Angin bertiup lebih kencang, dan langit tetap tampak tak bergerak. Namun, dalam ketenangan itu, Raya merasakan sesuatu yang aneh—sesuatu yang menuntunnya untuk melangkah lebih jauh.
---
Keputusan yang Membingungkan
Keesokan harinya, Raya bertemu dengan sahabatnya, Eka, di pasar desa. Eka adalah gadis yang ceria dan selalu mendukung Raya, meskipun sering merasa khawatir dengan sikap Raya yang penuh pertanyaan.
"Raya, kamu terlihat murung sekali pagi ini," kata Eka, sambil mengangkat keranjang buah-buahan. "Ada apa? Apa kamu memikirkan hal yang sama lagi?"
Raya mengangguk. "Iya, Eka. Aku merasa ada sesuatu yang salah dengan desa ini, dengan langit yang hilang."
Eka menggelengkan kepalanya. "Kita tidak bisa merubah apa yang sudah terjadi, Raya. Kita hidup dengan kenyataan ini, dan kita harus belajar menerima kenyataan."
"Tapi... apa yang sebenarnya terjadi pada langit? Kenapa semua orang menganggap itu adalah hal yang biasa?" Raya bertanya dengan penuh keteguhan.
Eka menatapnya dengan prihatin. "Aku tahu kamu ingin tahu lebih banyak, tapi kita harus berhati-hati. Ada beberapa hal yang tidak boleh kita ungkit."
"Tapi aku tidak bisa hidup seperti ini, Eka. Aku harus mencari tahu kenapa langit kita hilang. Aku merasa itu bukan takdir kita," kata Raya, penuh tekad.
Eka terdiam sejenak. "Jika kamu benar-benar ingin tahu, aku akan membantumu. Tapi kamu harus tahu, ada risiko besar yang terlibat."
Raya menatap sahabatnya dengan mata penuh harapan. "Aku siap untuk apapun, Eka."
Eka menghela napas dan mengangguk perlahan. "Baiklah, kita akan mencari tahu bersama."
Dengan langkah mantap, mereka berdua memutuskan untuk memulai pencarian mereka. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka temui di jalan mereka, tetapi satu hal yang pasti—Raya tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan jawaban tentang langit yang hilang.
---
Bab ini memperkenalkan dunia desa Kabu, dan keraguan serta keinginan Raya untuk mengetahui lebih banyak tentang langit yang hilang. Raya memulai pencariannya, dengan sahabatnya Eka yang mulai ikut membantunya, meskipun dengan rasa khawatir. Konflik utama dimulai dengan pertanyaan besar yang tak terjawab tentang dunia mereka.