Chereads / The Last Prince - Earth Book 2 / Chapter 32 - The Last Prince 3 : The End Epilog (Akhir Dari semua)

Chapter 32 - The Last Prince 3 : The End Epilog (Akhir Dari semua)

Kembali ke perang perebutan pedang Ecalibur, "mau kau sejahat apapun, mau kau yang membunuh kak Zee, aku tau alasanmu membunuhnya, aku tidak ingin kau juga yang meninggalkanku.

Ryan" Ryon menarikku mendekatinya, Aku hanya diam sambil meneteskan air mata berusaha menahan tangisan karena aku tau apa yang Ryon rasakan.

"kenapa kau masih berusaha menggapku keluargamu..padahal kamu tau aku..di pihak yang berlawanan" Aku berusaha meyakinkannya sambil menatap Ryon.

"kau kembaranku..dan aku masih menggapmu keluargaku" Ryon masih berusaha meyakinkanku dengan pemikirannya yang selalu positif.

"cukup Ryon..aku tak pantas kau pertahankan" Aku langsung menyerang Ryon membuat rantai kegelapannya menghilang.

"maaf..tapi, aku harus membunuhmu" Aku dengan keyakinan penuh menyiapkan pedang es yang merabat menyerang Ryon.

"bagus Al kau selalu bisa diandalkan" Jhon merasa senang saat menatapku yang bertarung dengan sengit Bersama Ryon, aku tidak tau pasti dua orang yang di bawa oleh Ryon tapi salah satu dari mereka itu orang yang perlu aku awasi, aku menatap orang pengguna Titanium dan logam besi itu.

"ayolah tidak ada gunannya" Ryon menahan seranganku dengan kuat.

"ada gunanya..untuk masa depan Winter" Aku berbicara dengan tekat yang bulat sambil menebaskan pedangku kearah Ryon tak lupa dengan es yang makin menjalar di sekitarnya, untuk keluarga winter berkembang tapi..untukku? untuk dunia ini..jika Caleb hidup?, aku berfikir sambil bertarung dengan Ryon dan tiba-tiba saja tubuhku dikontrol oleh Jhon bertarung dengan Ryon, tidak ada pilihan lain jika aku menahannya itu akan menyakiti syarafku dan meledakkan kepalaku.

"apapun untuk jayaan Winter" Jhon menggerakkan tubuhku tanpa tidak bersalah untuk menyerang Ryon.

"lelah?" aku menatap Arthur di hadapanku dengan suasanya yang dingin, aku berpindah lagi ke alam bawah sadarku yang berisi hamparan salju dan es yang dingin.

"hey..?" Arthur menghampiriku dengan aku yang hanya diam tidak menjawab pertanyaannya.

"masih bingung? Atau kau hanya tidak mau memilih" dia menatapku sambil mengusap bahuku.

"aku tau pilihanku tapi, kenapa harus aku?" aku menatap Arthur dengan wajah yang bingung, aku bukan tipe orang yang bisa memimpin bukan orang yang bisa membuat pilihan, aku hanya orang yang mendukung dan patuh akan perintah meski aku tidak menyukainya, aku melakukannya karena terpaksa.

"karena kau adalah diriku versi lebih baik" Arthur masih menjawab dengan jawaban yang sama membuatku kesal.

"apa maksudmu itu? Kita itu berbeda tidak ada kesamaan" aku berbicara tanpa ekspresi.

"coba dengarkan aku..meskipun kita berbeda yang aku maksud sama adalah cara pola pikir kita, aku percaya kau bisa memilih apa yang menurutmu benar…" Arthur duduk di sampingku dengan wajahnya yang menyebalkan.

"apa yang kau pikirkan" Arthur tau jika aku sedang berfikir, aku mentapnya tanpa menjawab pertanyaan nya itu memang aku memikirkan cara membunuh Jhon, karena aku tau jika membunuhnya tetap saja dia akan hidup lagi karena menggunakan kekuatan Key Of Existence untuk memulihkan lagi tubuhnya, tapi apa Theo bisa mengambil kekuatan itu?, Tiba-tiba saja aku kembali lagi ke medan perang dengan keadaan aku sudah membunuh Ryon.

"Ryon" aku menatap horror kearah mayat Ryon yang ada di depan ku bahkan jatuh.

"R-ryan.." Ryon memegang bahuku dengan lembut sedangkan tanganku masih memegang pedang es yang menancap di perutnya dengan sangat dalam.

"kau…hanya melakukan perintahmu sebagai mana seorang Winter" Ryon tersenyum dengan darah yang mengalir ketanganku, aku melihat darah keluar dari mulut Ryon dengan sangat banyak, Ryon…Ryon apa yang aku lakukan denganmu…kenapa aku bisa membunuhmu.

"Ryon..ku mohon buka matamu" Ryan mencabut pedangnya dan langsung menangkap Ryon, "akhirnya aku mendapatkan pedangnya" Jhon mengambil pedang Excalibur yang keluar dari tubuh Ryon, ya..semua terjadi Jhon menghidupkan Caleb tirani dan aku hanya diam saat itu terjadi?, Apa itu tugas renkarnasi Arthur?, Padahal Arthur yang memberiku tanggung jawab?.

"Arthur…eksekusi Jhon Winter" ucapku memegang tangan Ryon dengan erat.

Ryan Knight/ Alzen Winter End

 

"baiklah..Jhon kau sudah kelewatan batas" Arthur menggerakan tubuh Ryan dengan wajah yang menyebalkan.

"kau sunggung tidak sopan" Jhon menatap tubuh Ryan yang sedang berengangan dengan wajah yang menyebalkan.

"kau ini sedang apa " Jhon merasa aneh.

"kok aneh sih pak tua.." Arthur menjawab dengan wajah yang menyebalkan dan mata yang berubah menjadi warna putih bersih bercahaya.

"eh.." Jhon mendur selangkah merasa ada yang aneh dengan Ryan.

"fuf….dengan ini" Arthur mengambil kembali pedang Excalibur, Tiba-tiba saja badai angin muncul, Arthur mengikat Jhon dengan rantai yang muncul dari bawah tak lupa lingkaran bercahaya yang muncul di atas Jhon, retakan dimensi terbuka memunculkan Xavier dan Theo.

"maaf ya..aku ambil kembali" Theo mengambil kembali Key Of Existence.

"aku akan membantumu tuan" Xavier yang kala itu di kendalikan oleh Merlin langsung membaca matra eksekusi membuat badai makin kencang di sekitar Jhon, lingkaran sihir mucul di bawah Jhon diikuti dengan pedang yang mucul dari atas dengan timbangan.

"apa yang..tidak akan, aku tidak akan mati semudah ini..kau tidak akan bisa mengeksekusi ku dengan ini!!!" Jhon kesal melepas semua ikatan rantai dari tubuhnya tapi berhasil di tahan oleh rantai yang terus muncul mengikat tubuh Jhon dengan keras.

"tidak akan!!!" Jhon masih berusaha terus melepaskan ikatannya.

"padahal ada cara lain selain mendominasi dunia.." Arthur menatap Jhon.

"yaitu adalah cara Raja ke-2 Arlo Winter, menunjukkan ke dunia bahwa kebaikan hati Kerajaan Winter itu ada, dan juga Raja ke-15 Filip Winter menunjukkan lemah lembutnya seorang pemimpin membuat Masyarakat aman dan tentram, kenapa kau malah memilih jalan seperti ini Jhon…" Arthur tampak kecewa saat melihat anak didiknya tumbuh menjadi orang yang haus Validasi dengan cara yang salah, Jhon memiliki ambisi yang sama seperti ayahnya apapun untuk Winter katanya.

"padahal aku sendiri yang melatihmu dan melantikmu menjadi raja, aku kecewa dengan pilihanku yang salah ini" Arthur tidak pernah berfikir bahwa murid didiknya yang dia percayai sebagai Raja Winter malah melakukan hal se-agresif ini, menggap Masyarakat adalah sampah yang harus disingkirkan dan membuat citra mereka baik padahal tidak seperti itu.

"aku..Raja Arthur Uther Pendragon mengeksekusi Jhon Allen Winter dengan Judgement Of Scales" Arthur berbicara di ikuti dengan timbangan yang berbentuk pedang jatuh kearah Jhon, 'maaf…Vivina' suara hati Jhon dengan ingatan-ingatan Vivina yang diputar di kepalanya.

"Vivina" Jhon berbicara dan berakhir tubuhnya terbelah oleh pedang timbangan itu.

 

~Informasi~

Judgement Of Scales adalah sihir/matra yang di buat untuk mengeksekusi pelaku yang melakukan tindakan kriminal, kriminal yang dimaksud adalah seperti seorang Tirani yang memimpin dengan kejam atau seorang Raja yang menistakan masyarakatnya. Judgement Of Scales biasanya digunakan untuk menghukum para tirani, Raja Caleb contohnya dihukum menggunakan Judgement Of Scales.

Bentuk Judgement Of Scales seperti pedang yang dipegangannya terdapat timbangan pada kedua sisinya, membuat Judgement Of Scales bisa menimbang dosa pelaku, Judgement Of Scales diciptakan oleh seorang Knight, Ratu ke-3 Wyne Knight seorang penyihir terkuat dimasanya, Judgement Of Scales dibuat olehnya karena merasa kriminal kuat yang memiliki Sihir harus dieksekusi dengan Sihir itu juga.

~Informasi ditutup~

 

Ryan Knight/ Alzen Winter

Arthur tidak mengendalikan tubuhku membuatku terjatuh dengan keras ke tanah.

"maaf" suara yang ku kenali itu suara Arthur, apa aku di alam bawah sadarku lagi, aku membuka mataku perlahan-lahan melihat salju di mana-mana, aku memposisikan ku duduk di depan Arthur yang berdiri, "terimakasih" ucapku dengan kaku.

"terimakasih untuk apa?" Arthur berjongkok di hadapanku.

"untuk semua dan tadi" Aku menatap dengan wajah yang masih kaku memikirkan Ryon yang meninggal karena aku membunuhnya.

"dengar,..bukan kau yang melakukannya" Arthur tau apa yang aku pikirkan, memang benar aku memikirkan jika aku yang membunuh Ryon mau orang lain berkata aku bukan pembunuh tapi pedangku yang menancap di perutnya, salahku karena aku tidak menahan tubuhku yang dikontrol oleh Jhon, aku terbangun melihat atap dengan perlahan-lahan.

"infus?" suaraku saat melihat infus yang mengalir di lenganku.

"sudah bangun?" Jones menatapku dengan wajah nya yang santai.

"baca apa kau?" aku memposisikan diriku duduk ditempat tidur sambil melihat Jones yang membaca buku.

"ini..latihan untuk besok" Jones seperti membaca sumpah-sumpah untuk penobatan.

"besok ada yang mau di nobatkan?" tanyaku dengan wajah polos dan kepala yang masih pusing.

"kau bodoh..yang bakal jadi Raja ke-20" Jones berbicara masih dengan membaca, oya..Jhon sudah tiada waktunya aku menjadi Raja selanjutnya untuk Winter yang menjadi lebih baik.

"eh..tapi kan ada Cel?" aku menatap Jones.

"Cel? Oh..ayahmu kan..dia tidak mau, dan setauku dia lebih baik menjadi orang yang membantumu dari pada menjadi Raja, jadi tahta Raja ada di tanganmu" Jones berbicara, memang benar jika Cel tidak mau maka aku terpaksa menjadi Raja, apa yang dipikirkan Cel sampai aku harus menjadi Raja.

"kau memang cocok menjadi Raja" Arthur duduk di Kasur yang aku tempati, suasana berubah menjadi alam bawah sadarku.

"karena? Beri aku alasan jelas?" aku tidak bisa mempercayai sebuah opini singkat tanpa alasan yang logis.

"nanti kau akan tau" ucapnya dengan suasana berganti ke kamar tadi dengan infus di tanganku.

"dia dah bangun" Theo memasuki ruangan sambil membawa nampan berisi makanan, "kita di mana?" aku menerima nampan yang berisi makanan dari Theo.

"Kerajaan Winter" Jones menjawab.

"buat penobatan Ryan ya.." Theo menatap Jones dengan keingin tauan yang tinggi.

"sumpah-sumpah penobatan" Jones menjawab sambil menghafal, tiba-tiba saja ada ketukan pintu membuat Theo dan Jones langsung menatap arah pintu.

"siapa?" suaraku bertanya.

"Cel" singkat jelas Cel.

"masuk" jawabku, Cel masuk ruangan dan meminta waktu privasi denganku hanya aku dan ayahku.

"maaf jika kau merasa terbebani" Cel memulai topik sambil menatapku, aku tau arah jelas pembicaraan ini.

"tidak masalah" jawabku.

"kau lebih cocok menjadi seorang Raja ketimbang diriku" Cel menatapku dengan wajah kakunya.

"alasan mu aneh" jawabku.

"aku tau itu aneh tapi…akua da di sampingmu jika kau butuh aku, meskipun aku tau kau tidak akan membutuhkan ku" Cel menundukkan kepalanya, aku bingung harus berekspresi apa pada ayahku yang mulai menangis.

"maaf soal Ryon..aku minta maaf" aku tau Cel marah padaku.

"setidaknya aku masih memilikimu.." Cel menatapku dengan wajahnya yang berlinangan air mata.

"maafkan ayah..maafkan ayah tidak pernah menggapmu anak" Cel memelukku untuk pertama kalinya, aku bingung haruska aku berekspresi?, haruskah aku memeluknya?, aku hanya mengusap tangan Cel yang ada di bahuku.

"kau adalah anak yang kuat" Cel meneteskan air matanya lagi sampai bahuku basah karena tangisannya.

"sudahlah..a-ayah, jangan menangis" Aku mengusap bahu Cel dengan lembut.

"setidaknya kau baik-baik saja" untuk pertama kalinya Cel mengecup keningku dengan lembut dan berjalan pergi meninggalkan ku sendirian di kamar.

"um..semoga itu bukan tipuan" aku berfikir positif, aku melihat bros dari ibuku yang berada di meja sebelah Kasur.

"ibu" aku meraih bros itu sambil mengusapnya dengan lembut.

"aku menjadi pemimpin…" aku bangkit dari Kasur berjalan sambil membawa infus, interior Istana Winter masih sama putih bersih dan biru, *brak* bibi menabrakku dengan kencang.

"maaf yang mulia" ucapnya langsung kabur mungkin karena takut, aku melihat ruangan penobatan yang sangat luas dan indah.

"suka?" Theo bertanya.

"em.." aku mengangguk tanda setuju, "Xavier yang mendisainnya.." Theo menjawab sambil menatap ruagan penobatan, 'aku berharap kau melihat ini' batin ku masih mengharapkan Ryon, aku belum bisa menerima Ryon yang meninggal karena diriku.

 

Besok paginya aku bagun dengan pakaian Kerajaan yang indah di hadapanku, baju dengan aksen biru dan putih yang indah campur hitam sebagai hiasan tambahan, ini terlalu niat..siapa yang membuatnya, aku memegang baju itu merasakan tekstur baju itu yang sangat halus, "mandi" aku mengambil handukku berjalan ke kamar mandi.

"sudah siap?" tanya Theo yang berada di sampingku saat berjalan menuju ruang ponobatan, "em…mungkin" jawabku.

"aku bertanya apa bisa jika seorang Raja berumur 18 tahun?" tanyaku kalo untuk tahun sekarang harusnya tidak karena 18 tahun belum di anggap stabil untuk memimpin suatu negara.

"bisa, tergantung pada dirinya yang memiliki pemikiran dewasa, ingat pemikiran dewasa terkadang tidak di lihat dari umur tapi dari cara berfikir dan membuat Keputusan" Theo menjawab dengan rasa kepercayaan diri yang sangat terlihat olehnya, aku setuju dengan opini Theo bahwa pemikiran dewasa lah yang membuat kita dewasa soalnya banyak orang dewasa yang masih berfikir layaknya anak kecil, aku berjalan melihat banyak sekali tamunya yang duduk dan berbicara, bahkan Keluarga Kerajaan Mountbatten Windsor juga datang dan duduk di kursi VIP.

"kau harus selalu siap" Arthur memegang bahuku dengan erat saat aku di pindahkan ke alam bawah sadarku, aku berjalan dan latar berganti ke tempat penobatanku.

"wah dia masih 18 tahun loh" ucap warga melihatku yang berjalan ke altar penobatan, Jones meletakkan mahkota di kepalaku, aku mengambil orb dan scepter dengan pedang Ecalibur yang di arahkan ke kepalaku, Jones membacakan sumpah-sumpah penobatan dengan suara yang mengelegar, aku menatap para tamu dan tatapan ku terfokus kepada Ryon yang duduk di sebelah bocah ceria sambil tersenyum.

"Ryon" aku menghampiri Ryon saat penobatanku selesai, ternyata benar Ryon masih hidup.

"kenapa?" Ryon menatapku dengan wajahnya yang kaku tapi hangat.

"ku pikir"

"aku masih hidup masa aku tidak datang ke penobatanmu..Ryan" ucapnya tersenyum sambil mengusap bahuku dengan lembut.

"akhirnya reonian kita" Theo berjalan mendekat, di sebelah Ryon ada si bocah ceria dan bocah kaku yang dekat dengan Jones,.

"iya in" bocah kaku itu menatap Theo.

"Xavier.." panggilku, "em, Tumben sekali?" Jones menatapku.

"sekarang giliranmu bukan, Merlin" ucapku dengan suara Arthur dan mata bercahaya diikuti dengan logo Renkarnasi Athur yang menyala.