Aku dan Triska terus berlari sekuat tenaga di padang pasir yang luas ini dari asap hitam pekat yang terus mengejar kami.
SPLASH!
Kami berdua menggunakan teknik teleportasi agar semakin menjauh dari asap hitam tersebut.
"Sedikit lagi Tris, kita bisa sampai ke tempat yang bisa membuat portal!" Ujarku menyemangati Triska.
SPLASH!
Kami berdua terus berlari sambil berteleportasi, tapi Triska terlihat terengah-engah sambil menggendong bayi di tangannya.
Beberapa jam yang lalu Triska melahirkan anaknya di tempat terkutuk ini, dan itu semua terjadi karena kesalahanku, yang juga membuat kekasihnya mati karena kekuatan kegelapan.
Aku sudah meminta Triska agar aku saja yang membawa anaknya, tapi dia menolaknya dan bersikeras bahwa dia bisa membawa anaknya meski baru beberapa jam melahirkan.
BRUK!
Triska terjatuh, sepertinya tubuhnya sudah mencapai batas. Aku yang berada di depan lantas langsung berbalik arah menghampirinya.
"Tris? Tris? Kamu kenapa?" Tanyaku panik.
Untungnya dengan reflek yang cepat Triska berhasil membalikan badannya agar bayi tersebut tidak tertindih olehnya.
Aku memegangi bahu Triska, terlihat darah segar keluar dari mulutnya, kami memang telah melewati pertarungan sengit di tempat ini melawan makhluk kegelapan sebelum akhirnya kekasih Triska yang juga sahabatku, Joe, mengorbankan dirinya, membukakan jalan untuk kabur.
Triska terbaring lemah, aku melihat sekeliling berhitung situasi, dua matahari mulai terbenam di ufuk utara sana (setiap dunia/bangsa di dunia paralel memiliki keadaan/hukum alam yang berbeda-beda, akan dijelaskan di bab kedepanya) , langit terlihat berwana kemerahan.
Aku menatap ke depan, jarak asap hitam itu sekitar 1 menit dari lokasi kami. Aku mengenggam tangan Triska dengan kedua tanganku.
"Tris ayo, aku akan membawamu di belakang, sementara bayi ini di depan." Ujarku.
"Tidak Shafa, tidak. Tolong, bawalah anak ini." Jawab Triska terengah-engah.
"Apa yang kamu katakan Triska? Aku tidak ak-"
"Lihatlah anak perempuanku ini, Shafa! ini persis seperti yang ada di lembaran kuno yang kita temukan di Bangsa Arion itu bukan?"
Dalam keadaan berbaring, Triska mengangkat anaknya tinggi-tinggi dengan kedua tangannya sambil tersenyum lebar.
Aku memperhatikan anak Triska, terlihat cahaya kuning yang sangat tipis di sekeliling tubuhnya, mata berwarna biru, kulit putih, rambut hitam, mirip dengan ibunya sebenarnya.
Aku berusaha mengingat-ingat isi lembaran kuno yang kami temukan saat berpetualang di Bangsa Arion.
lahir di tempat terkutuk
diburu oleh sang kegelapan
keluarga mati dalam pengkhianatan
sungguh malang
tapi, cahaya dewi bulan melindunginya
mata biru dewa perang menjaganya
rambut hitam dewi bunga menyempurnakanya
alam telah menunggunya selama ini
yang disembunyikan akan terkuak
dalang dibalik semua ini akan dikalahkan
kegelapan akan runtuh
sungguh malang
penderitaan akan terus mengejarnya
kegelapan akan terus memburunya
orang-orang akan mengincar jantungnya
tapi sungguh, dia akan melewati semuanya
dengan kekuatan terkuat di dunia ini
yaitu.....
AH! tulisan itu, aku mengingatnya.
"B-bayi ini adalah yang terpilih, aku bisa melihatnya, dunia paralel telah menunggunya selama ini."
"Para petualang dan petarung kuat dunia paralel akan memburu anak ini, jantung anak ini adalah keabadian tiada akhir, obat tiada tanding, dan kekuatan tiada batas. Anak ini memiliki semuanya."
"T-tolong, aku mohon padamu. Jagalah anakku, ini adalah permintaan terakhirku. Sebagai sahabat, aku minta maaf jika pada akhirnya aku sangat merepotkan mu."
Triska menyerahkan bayinya kepadaku, aku menerimanya dengan kedua tanganku.
"Tapi Tris, kamu juga harus ik-"
"Kamu juga sudah mencapai batasmu kan? kamu tidak akan kuat membawaku, aku juga sudah tidak bisa menggerakkan badanku lagi." Ujar Triska memotong.
Aku menghembuskan nafas, memang benar, pertarungan tadi membuatku kehabisan kekuatan, darah segar mengalir keluar dari hidungku, aku tidak bisa membawa Triska dengan kondisi seperti ini.
"A-aku minta maaf Triska, semua ini karena kesalahanku, kalau saja..kalau saja.."
Aku meneteskan air mata, ini semua karena kesalahanku.
"Shafa....kamu adalah pria yang hebat, salah satu petarung kelas atas dunia paralel, jangan menangis, ini bukan salahmu, ini salah kita semua. Namanya sahabat juga pasti pernah saling bermasalah juga kan?" Ujar Triska tersenyum.
Aku mengusap air mata, lantas menatap ke depan, jarak asap hitam tersebut tinggal 10 detik lagi.
"Segeralah pergi, Shafa." Kata Triska.
"Aku minta maaf..." Jawabku.
Aku segera berbalik arah dan berteleportasi menjauh dari asap hitam tersebut. Aku menatap bayi yang kubawa, dia sedang tertidur pulas sekarang.
"Bayi ini, bahkan dia tidak menangis dalam keadaan seperti ini." Gumamku.
"Shafa.."
Aku segera menoleh ke belakang, terlihat Triska yang sebentar lagi akan dilalap asap hitam tersebut.
"Beri nama anak itu...Nayla." Ujar Triska tersenyum.
WUSHH!
Asap hitam tersebut seperti menelan Triska hidup-hidup, tidak ada yang bisa hidup di dalam asap hitam tersebut.
Aku kembali meneteskan air mata, lalu mengangguk.
SPLASH!
Aku kembali berteleportasi di tengah-tengah padang pasir tak berujung ini, warna langit mulai terlihat gelap, tiga bulan di atas mulai menyinari tempat ini.
SPLASH!
Setelah 30 menit lebih berlari dan teleportasi, aku akhirnya bisa sampai di tempat yang bisa membuat portal.
Aku terduduk terengah-engah, lalu menatap bayi yang kubawa, dia masih tertidur dengan pulas nya.
"Aku akan membawa bayi ini kemana?" Aku berbicara pada diriku sendiri.
Tentu kekuatan sebenarnya dari anak ini belum aktif, para petarung dan petualang dunia paralel belum bisa merasakannya.
Namun beberapa orang mungkin bisa melihat tanda-tanda dari anak ini, aku tidak mau mengambil resiko untuk membawa anak ini ke Bangsa-bangsa besar dan canggih, itu bisa berbahaya.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu, kami (Shafa, Triska, Joe) pernah berpetualang ke suatu bangsa primitif di konstelasi terpencil, kalau tidak salah namanya Konstelasi Tata Surya.
Aku memejamkan mata, mencoba mengingat koordinat tempat tersebut, lantas tanganku menunjuk ke depan.
Tanganku berputar membentuk bangun oval, lantas portal tersebut berhasil muncul. Yap, aku masih mengingat koordinat tempat tersebut.
WRRR!
Aku kembali menatap bayi yang kubawa, lantas berkata dalam hati dengan tersenyum.
"Nayla, maafkan aku, aku mungkin akan menjadi orang tua angkat yang sangat buruk, aku mungkin akan merawatmu dari jauh, aku akan menitipkan mu ke orang yang tepat di Bangsa Bumi."
"kamu harus menjalani hidupmu sebagai orang yang normal terlebih dulu, kamu tidak boleh tahu menahu tentang dunia paralel sebelum kekuatanmu aktif, kamu harus menjalani hari-harimu dengan bahagia."
Aku kembali menatap ke belakang, terlihat asap hitam masih mengejarku.
"Triska...aku minta maaf...aku akan menjaga anak ini dengan sekuat mungkin. Aku akan mengajarinya bagaimana cara bertahan hidup di dunia paralel, sampai akhirnya nanti dia bisa menemukan petualangannya sendiri."
Aku berbalik arah, lantas segera melompat masuk ke dalam portal tersebut.
WUSHHH!
Pandanganku menjadi gelap.