Hembusan angin dingin di pegunungan terpencil menggigit kulit, namun Raven tetap bergerak tanpa suara. Dengan tubuh melekat pada bayangan, matanya tajam mengamati setiap sudut. Setelan tempur hitamnya, dilengkapi teknologi stealth terbaru, hampir menyatu sempurna dengan kegelapan malam. Di tangannya, senapan taktis siap menembakkan peluru presisi kapan saja.
Misi kali ini sederhana: menyusup ke markas musuh, mengambil data rahasia, dan keluar tanpa terdeteksi. Sebagai anggota pasukan khusus elit, ini bukan hal baru baginya. Tapi ada sesuatu yang aneh—targetnya bukan hanya sekelompok teroris biasa. Perangkat misterius yang mereka bicarakan, sesuatu yang mereka sebut "Relik Masa Lalu," membuat para analis militer bingung.
"Alpha, target ditemukan. Perangkatnya ada di ruang utama. Perlu waktu tiga menit untuk mengakses sistem mereka," suara operator di telinga Raven memecah kesunyian.
"Dimengerti," jawabnya singkat.
Dalam waktu kurang dari satu menit, ia telah menyusup ke ruang utama. Di hadapannya berdiri sebuah alat aneh berbentuk bulat, terbuat dari logam yang berkilauan samar dengan pola-pola bercahaya yang bergerak di permukaannya. Itu bukan teknologi yang ia kenal—terlalu halus, terlalu... kuno, namun canggih.
Saat tangannya menyentuh perangkat untuk memasang alat peretas, sesuatu terjadi. Pola bercahaya pada permukaan alat tiba-tiba menyala terang, menciptakan suara mendesing yang semakin keras.
"Alpha, ada apa? Kami mendeteksi lonjakan energi—"
Sebelum operator selesai berbicara, cahaya putih yang menyilaukan menelan seluruh ruangan.
Ketika Raven membuka matanya, ia merasa tubuhnya terasa ringan, namun aneh. Udara di sekitarnya bukan udara biasa yang ia kenal—terasa penuh, padat, dan mengalir seperti sesuatu yang hidup. Pohon-pohon tinggi dengan daun bercahaya berdiri menjulang di sekelilingnya, dan di kejauhan, ia mendengar raungan makhluk yang bukan berasal dari dunia manusia.
Ia memeriksa perlengkapannya. Senapannya masih ada, tapi sistem elektroniknya rusak. Komunikasi? Hilang.
"Di mana aku?" gumamnya sambil menatap hutan asing yang mengelilinginya.
Tiba-tiba, suara gemuruh mendekat. Seekor makhluk buas, sebesar kuda dengan cakar tajam dan mata merah menyala, keluar dari semak-semak. Raven, meski terkejut, bergerak cepat. Ia mengangkat senapan dan menembak.
Klik.
Pelurunya habis.
"Ini buruk," bisiknya sambil menarik pisau tempur dari sarung di kakinya.
Makhluk itu menerjang. Dengan reflek cepat, Raven menghindar, melompat, dan menyerang balik dengan gerakan terlatih. Tapi makhluk itu terlalu kuat, kulitnya keras seperti baja. Setiap serangan hanya meninggalkan goresan kecil.
Saat Raven mulai kehilangan harapan, ia merasa sesuatu dalam dirinya bangkit. Udara di sekelilingnya terasa tersedot ke dalam tubuhnya, dan tiba-tiba, tinjunya menghantam dengan kekuatan yang lebih besar dari yang pernah ia alami. Makhluk itu terpental, menabrak pohon besar, dan menghilang ke dalam kegelapan.
Raven terengah-engah, tangannya bergetar.
"Apa yang baru saja terjadi?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Namun, ia tak punya waktu untuk merenung. Dunia ini, meski indah, penuh dengan bahaya. Dan satu hal yang pasti: ia tak lagi berada di Bumi.
Itulah awal dari perjalanan baru Raven. Dari seorang prajurit tanpa tanding di dunianya, kini ia hanyalah manusia biasa di dunia yang penuh dengan kekuatan yang tak pernah ia bayangkan. Tapi, jika ada satu hal yang ia tahu, itu adalah bagaimana bertahan hidup. Dan ia akan menemukan jalan—dengan atau tanpa kekuatan dunia ini.