Kenangan akanmu selalu hadir, meski aku berusaha mengusirnya. Seperti bayangan yang tak bisa hilang, meskipun cahaya terang telah memancar. Setiap detik yang kita lalui bersama terasa seperti jejak yang terpatri di dalam hatiku, seolah waktu tidak bisa membalikkan keadaan. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kita bertemu, bagaimana semuanya dimulai dengan penuh tawa, penuh janji, dan penuh harapan.
Dulu, dunia kita terasa begitu luas dan penuh kemungkinan. Ketika aku melihatmu pertama kali, tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan perasaan itu. Rasanya seperti menemukan seseorang yang telah lama hilang, seseorang yang seolah-olah sudah lama ada dalam hidupku, meski kenyataannya baru kita kenal beberapa bulan lalu. Senyummu yang tulus, mata yang penuh kehangatan, semuanya begitu sempurna. Seperti cerita dalam buku yang belum selesai, kita berdua adalah dua karakter utama yang seharusnya tak terpisahkan.
Aku ingat saat kita pertama kali duduk bersama di kafe kecil itu. Pagi itu masih sepi, hanya ada beberapa orang yang duduk di sudut ruangan. Kita berbicara tentang segala hal, dari hal-hal kecil yang tak penting hingga impian besar yang ingin kita capai bersama. Kita tertawa, berbagi cerita, seolah dunia ini hanya milik kita. Dalam setiap kata yang keluar dari mulutmu, aku merasa seperti aku sedang mendengar lagu yang sudah lama hilang. Cinta itu terasa begitu mudah, seperti angin yang berhembus tanpa rintangan. Tak ada yang lebih indah daripada saat itu, dan aku yakin kita berdua merasakannya.
"Kita akan selalu bersama, kan?" katamu dengan penuh keyakinan, tatapan matamu yang dalam membuatku merasa aman. Aku menjawab dengan senyum yang sama, mengangguk dengan penuh harapan. Waktu itu, aku tidak pernah meragukanmu. Kau adalah segala-galanya. Kau adalah jawabanku untuk semua yang selama ini aku cari. Setiap detik bersamamu adalah petualangan yang penuh makna. Kita merancang masa depan bersama—kita akan saling mendukung, kita akan tumbuh bersama, kita akan saling menjaga hingga akhir waktu.
Tapi seperti yang sering terjadi, kenyataan tidak pernah seindah harapan. Seiring berjalannya waktu, ada hal-hal yang mulai terasa aneh. Mulai dari cara kita berkomunikasi, hingga kehadiranmu yang semakin jarang. Aku mulai merasa ada yang hilang, meskipun kita masih bersama. Sebuah jarak tak kasatmata mulai tumbuh di antara kita, memisahkan kita tanpa suara. Di balik senyum yang kau tunjukkan, ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan. Ada sesuatu yang berubah, meskipun kau tak pernah berkata sepatah kata pun tentang itu.
Kau tahu, aku sering bertanya-tanya apakah aku salah. Apakah aku terlalu menginginkan sesuatu yang lebih? Apakah aku terlalu berharap terlalu banyak dari hubungan ini? Ataukah aku terlalu terikat pada kenangan indah yang sudah lama pudar? Ketika aku memikirkannya, rasanya semua itu hanya membuatku semakin bingung. Aku hanya ingin kembali ke waktu itu, saat kita pertama kali bertemu, saat semuanya terasa begitu sempurna. Namun kenyataannya, aku tahu itu tidak mungkin.
Lama kelamaan, aku mulai sadar. Cinta kita bukanlah sesuatu yang sempurna. Itu bukan cinta yang bebas dari kebohongan, dari keraguan, dari rasa sakit. Dan meskipun kita tidak pernah mengucapkan kata perpisahan, aku merasa kita sudah lama terpisah dalam hati. Ada yang hilang dalam hubungan kita, dan itu bukan hanya karena jarak fisik, tapi karena jarak emosional yang perlahan tumbuh tanpa kita sadari.
Aku masih ingat bagaimana kita dulu berbicara tentang impian kita, bagaimana kita merencanakan masa depan bersama. Kau selalu mengingatkan aku untuk tetap berjuang, untuk tidak menyerah pada apapun. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa bahwa impian-impian itu hanya ada di masa lalu, hanya ada di dalam pikiran kita yang terbuai. Kau mulai sibuk dengan urusanmu sendiri, dan aku, aku mulai merasa terabaikan.
Aku merasa seperti terjebak dalam sebuah hubungan yang sudah lama mati. Ada kebosanan yang datang perlahan, dan aku mulai meragukan segalanya. Semua yang kita bicarakan dulu terasa jauh, seperti mimpi yang tidak bisa diraih. Kita berdua terjebak dalam rutinitas, dalam kebiasaan yang seharusnya tidak ada di dalam cinta. Kita mulai tidak saling mendengarkan, dan mulai meragukan satu sama lain.
Dulu, aku percaya pada janji-janji kita. Aku percaya bahwa kita bisa melalui segala rintangan, bahwa kita akan tetap bersama, meskipun dunia berubah. Namun, semakin lama aku merasa semakin jauh darimu. Aku mulai merasakan bahwa kau lebih memilih untuk menghindari masalah daripada menghadapinya. Dan aku, aku mulai merasakan keputusasaan yang mendalam. Seiring berjalannya waktu, aku mulai meragukan apakah kita masih bisa kembali ke masa-masa indah itu.
Saat aku mengingatmu sekarang, aku tidak bisa lagi merasakan kebahagiaan yang dulu ada. Kenangan itu tidak lagi membawa sukacita, tetapi hanya kesedihan dan penyesalan. Seperti halnya hujan yang datang tanpa peringatan, kenangan itu datang begitu saja, menghantui setiap langkahku. Aku ingin melupakan, tetapi aku tidak bisa. Karena setiap detik yang kita lewati bersama kini hanya menjadi bayang-bayang yang terus mengejar, seolah tak pernah ada akhir.
Namun, meskipun semuanya telah berubah, ada satu hal yang masih tetap ada—kenangan itu. Cinta kita telah menjadi kenangan yang terukir dalam hatiku, meski kini hanya menyisakan rasa sakit. Kenangan itu adalah segalanya. Meskipun kau telah pergi, meskipun kita berdua sudah terpisah, aku tahu aku tak akan pernah bisa benar-benar melupakanmu. Kau akan selalu ada dalam ingatanku, meskipun kita telah kehilangan segalanya.
Aku tersenyum pahit, merasakan perasaan itu mengalir dalam diriku. Semua yang pernah kita jalani kini hanyalah kenangan yang tak bisa lagi dikembalikan. Dan meskipun aku tahu kita sudah tidak bisa bersama lagi, aku tetap berharap, entah untuk diriku sendiri atau untuk kita berdua, bahwa suatu hari nanti, kenangan itu akan membawa kedamaian. Mungkin, hanya dengan itu aku bisa melepaskanmu.