Chereads / Toxic Until The End / Chapter 1 - Sangkar hutan

Toxic Until The End

SLvran
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 78
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Sangkar hutan

terik matahari di sore hari yang menyinari hutan, tidak begitu menganggu.

gadis yang masih meringkuk di atas rumput masih tidak bergeming seperti tidak ada yang aneh, layaknya terlelap dalam mimpi.

hari itu cukup menyejukkan di musim panas dan terasa sepi, tidak biasanya serangga tidak berbunyi di musim panas.

"ugh..."gadis kecil itu mengerang lirih, matanya mengedip perlahan seperti ada hal asing baginya.

"apa.....?"

"eh..?"

rasa kaget dan terkejut di rasakan oleh gadis tersebut. tangan mungilnya segera menopang tubuhnya dalam posisi merangkak, kepalanya menoleh ke berbagai arah seperti mencoba mencari tahu.

kepalanya seperti mengacau dalam kepanikan, tidak, rasanya seperti lebih dari mengacau, ini gila. dia terus menoleh ke berbagai arah mencoba menganalisis apa yang bisa dia kenal.

matanya menatap ke atas melihat bagaimana matahari di musim panas itu menyinari sekitar dengan redup.

"ini hutan... agraris?!"kalimat gadis itu seperti terkejut setengah mati, dia tidak mengigau karena rasanya terlalu realistis, begitu nyata.

"apa yang terjadi? aku seharusnya terkapar tidak bernyawa disana..."

"tapi tunggu..."

matanya terbelalak melihat tangan mungil di hadapannya. gaun sederhana serta kulit seputih burung unggas terlihat di mata biru ke abu-abu miliknya.

deru nafasnya mulai memburu secara perlahan, peluh keringat dingin melaju lambat di pelipis nya sementara dadanya berdegup kencang seperti menghadapi di ambang ketidak masuk akalan.

tangan kecil itu mulai menopang seluruh badannya dalam berdiri tegap. pendek. itu yang dia simpulkan ketika berdiri.

termenung selama beberapa saat lalu matanya melebar sebelum kaki kecil miliknya berlari cepat menuju ke arah ingatan yang dia miliki. lintasan kehidupan sebelumnya muncul begitu saja, kepalanya terus tertuju sebelum suara langkahnya melambat dan terhenti di depan danau.

"cantik.."

hatinya berkata pelan, terukur rapih saat menatap begitu dalam ketika memerhatikan danau yang masih begitu melekat dalam pikirannya.

kedipan cepat menghilangkan lamunannya sementara matanya sedikit melekat sebelum mendekat ke arah danau itu.

"masih sama."dia berhenti bicara sebelum melanjutkan lagi"ini benar-benar seperti dongeng tapi terlalu nyata... apakah Tuhan sedang bermain-main?"

dia terus melangkah setelah berbicara pada diri sendiri. matanya terpaku pada danau bahkan seperti sihir yang memaksakan untuk tetap melihat danau.

setiap langkah dia lalui dengan lambat tapi terarah, tidak ada keraguan sebelum tiba-tiba sebuah peluru melesat melewati sisi wajahnya. membeku. badannya membeku dalam kejutan yang besar.

pupil nya bergetar lambat sementara jarinya mengerut membentuk sebuah kepalan tangan. nafasnya tercekat hebat, seperti tercekik oleh sesuatu.

"lady Claudia... Claudia Vran Bryant."

familiar. itu tidak asing di telinga gadis itu, dia menoleh segera sementara ekspresi wajahnya begitu sulit di tebak lebih tepatnya tertutup untuk menjaga keselamatan dirinya.

kelopak mata itu terbuka lebar, iris mata menatap jelas sosok itu. itu... mustahil, pikirannya mulai melayang entah kemana dengan kegelapan yang teringat di momen sebelum dia di ambang kematian.

anak itu, laki-laki, mata seperti elang namun terlihat seperti unggas, dia Matthew, Matthew Vran Hradlent.

Matthew menurunkan pistol tersebut matanya tetap tertuju pada gadis mungil yang lebih muda 6 tahun darinya, tapi mata itu bukan sekedar menatap melainkan membaca dan mengamati layaknya seperti elang.

angin meniup sekitar begitu pelan. sepertinya alam mencoba membuat suasana semakin menegang.

Claudia tetap terpaku membisu tanpa mengucapkan sepatah kata, dia bungkam atas aksi gila anak laki-laki tersebut.

hening. garis senyum setipis sutra itu terlihat di bibir Matthew, dia merasa geli di situasi ini, benar-benar seperti sebuah dongeng, dongeng yang lucu.

sepatu mewah yang berkilau itu mendekat tertuju pada Claudia secara perlahan-lahan, layaknya seperti mengukur reaksi Claudia saat Matthew mendekat kepadanya setelah aksi gila yang dia perbuat tadi.

tak terasa, Matthew kini berada di hadapan Claudia dengan tingginya yang jelas menghakimi tinggi Claudia, pupil nya bergerak ke atas ke bawah saat menganalisis tubuh kecil Claudia. itu lucu, ini mulai seru bagi Matthew.

sementara Claudia terus mencoba tidak bereaksi terhadap Matthew setelah apa yang dia perbuat, matanya menatap berani kepada Matthew, dia tidak ingin goyah ataupun terlihat rapuh di hadapannya. itu berbahaya.

mata Matthew mengkilat dalam sebuah artian, artian dalam hal yang tidak bisa katakan.

"seorang anak kecil bangsawan bukankah seharusnya memberi salam kepada putra duke..?"

bermain, Matthew sedang mempermainkan Claudia dan itu sangat jelas dari perkataannya barusan. Claudia menatap lurus mata Matthew, dia mengetahui bahwa anak laki-laki di depannya sedang menguji reaksinya dan juga tanggapannya, dia sedang bermain saat ini.

kicau burung kenari terdengar saat Claudia hanya terdiam sebentar, lebih tepatnya berfikir.

Claudia mulai membungkuk dengan jari kecilnya melebarkan sedikit gaun miliknya sebelum berkata"salam saya kepada tuan muda Matthew, semoga setiap langkah tuan muda selalu di beri berkati oleh Tuhan."

sunyi. tidak ada tanggapan selama beberapa detik sebelum garis bibir terlihat muncul di wajah Matthew yang seperti pahatan patung dewa Yunani.

dada nya berdebar dalam keseruan. ini sangat menyenangkan. Matthew sangat menyukai orang membungkuk atas dirinya.

saat Claudia masih dalam posisinya tangan panjang Matthew terulur ke arah claudia dan meraih pipi Claudia, dia mulai beraksi, dia memulai permainan sesungguhnya.

tidak ada aba-aba dengan cepat Matthew mencengkram pipi lembut Claudia dengan erat, tidak ada celah disana, dia benar-benar mencengkram erat pipi gadis kecil dihadapannya.

Claudia yang mendapatkan aksi Matthew menbelak terkejut, dia tidak menyangka yang Matthew lakukan, dia benar-benar lengah pada anak laki-laki gila di hadapannya. mata Claudia menatap lekat Matthew sembari menahan sakit di sekitar pipinya akibat cengkraman Matthew.

sementara Matthew terus mencengkram pipinya erat, dia mulai merasakan hal menyenangkan dan itu terasa mendebarkan di dadanya. hutan tiba-tiba terasa sunyi dan kini aksi Matthew sesungguhnya mulai muncul, dia benar-benar berbahaya.

saat terus mencengkram pipinya tangan lainnya mulai menyentuh tubuh Claudia, menyentuh sekujur tubuhnya tanpa keraguan ataupun rasa bersalah, dia melakukan tindakan yang keji, pelecehan.

itu menyenangkan, dan tentunya pikirannya begitu penuh dengan rasa yang puas atas tindakannya.

Claudia. posisi gadis itu gemetar ketakutan, tindakan di luar tebakannya melesat saat apa yang di lakukan oleh Matthew. matanya mulai memerah, rasa yang campur aduk memenuhi pikirannya. dia merasa jijik. begitu jijik atas apa yang di lakukan anak laki-laki di hadapannya.

jari kecil gemetar itu mulai mencoba menyingkirkan tangan anak laki-laki itu, matanya terus memerah sebelum kilauan berkaca-kaca mulai muncul di pupil matanya. dia mulai menangis.

"lepas... cukup..!"

"tidak. belum selesai."

"anda gila. saya akan mengatakan hal ini pada duchess!"

"silahkan.."

dia menantang, dia menantang gadis kecil di hadapannya. Matthew tidak keberatan jika gadis kecil di hadapannya mengatakan hal apa yang dia perbuat, dia lebih mementingkan kebahagiaan nya saat melakukan hal gila pada gadis kecil di hadapannya.

"akan ku bunuh kau!"

"dengan segala hormat lady claudia."