Tiara pun mendekati layar monitor Andi dengan langkah santai. Saat itu, dia mengenakan celana pendek dan miniset, yang membuat belahan dadanya terlihat jelas di kamera.
Tiara membaca satu per satu komentar yang muncul di layar. Dia hanya tertawa cekikikan melihat beberapa komentar yang masuk.
"Semakin seksi, Tiara!"
"Buka baju dong, bikin lebih hot!"
Beberapa komentar bahkan menyuruhnya untuk membuka baju, yang membuat Tiara semakin tersenyum nakal.
Andi pun memperhatikan layar monitornya. Tiba-tiba, jumlah viewernya meningkat dengan pesat. Beberapa orang hanya ingin melihat Tiara yang tampil seksi itu, bukan lagi fokus pada Andi yang bermain game.
Komentar-komentar semakin ramai, membanjiri chat dengan pujian dan keinginan untuk melihat lebih banyak dari Tiara. Andi merasa bingung dan sedikit canggung, tetapi di sisi lain, dia juga tak bisa menolak getaran aneh yang mulai muncul dalam dirinya.
Tiara menatap Andi dengan senyuman nakal. "Eh, ini seru juga ya, beda sama aplikasi Tokotok," ujarnya santai.
Andi sedikit terkejut, tapi tetap berusaha santai. "Tokotok? Maksud lo yang mana?" tanya Andi dengan heran.
Tiara mengangkat alis. "Iya, yang kayak aplikasi streaming aneh-aneh gitu. Tapi ini beda, kan? Di sini, lo main game, aku yang jadi sorotan."
Andi menggeleng. "Iya sih, tapi kan aku juga streaming game, bukan live show model gini."
Tiara memiringkan kepala. "Tapi lo lihat kan, viewernya malah lebih banyak yang tertarik sama aku. Gimana kalau kita coba sesuatu yang beda, gitu?"
Andi mulai ragu. "Nggak tahu deh, Ti. Gue kan udah nyaman sama konten gue."
Tiara tersenyum penuh arti. "Udah nyaman? Tapi lo lihat sendiri, kan? Siapa yang lebih menarik perhatian?"
Andi menghela napas. "Tapi ini kan juga berisiko. Kita nggak tahu apa yang bakal penonton harapkan dari kita."
Tiara mendekat, suaranya lebih rendah. "Risiko? Atau mungkin justru peluang? Mikir deh, D, kita bisa buat sesuatu yang lebih seru."
Andi terpikir sejenak, lalu tersenyum tipis. "Mungkin ada benarnya juga… tapi harus diatur, jangan sampai kita kehilangan kontrol."
Tiara menanggapi dengan senyum puas. "Itulah yang seru! Kita main di tepi batas, tapi masih di bawah kendali."
Andi mengangguk. "Oke, kita coba. Tapi lo jangan bikin situasi jadi nggak terkendali, ya."
Tiara tertawa. "Jangan khawatir, D. Gue bisa jaga."
Penonton di chat mulai ramai, dengan banyak komentar yang semakin penasaran dengan perdebatan mereka. Suasana menjadi lebih menarik, membuat viewer semakin tertarik dengan interaksi di layar.
Tiara pun duduk di samping Andi, mengambil kursi dengan santai. Dia mulai menjawab berbagai pertanyaan dari para viewer yang terus mengalir di chat, tampak santai dan penuh percaya diri.
Sementara itu, Andi tetap fokus bermain game, matanya tak lepas dari layar monitor. Dia mencoba mengabaikan keramaian di sekelilingnya, meski sesekali memperhatikan Tiara yang semakin dekat di sampingnya.
Beberapa viewer mulai memperhatikan perbedaan suasana. Komentar-komentar mulai bermunculan lagi, penasaran dengan interaksi mereka berdua.
"Wow, ada Tiara di samping D? Ini beda banget!"
"Game sih tetep, tapi fokus aku sekarang ke Tiara."
"D banget, masih main game atau nonton Tiara nih?"
Andi hanya menghela napas, mencoba tetap tenang meski rasa gelisah mulai merayap di pikirannya.
Tiara pun berdiri dengan senyum menggoda, lalu melambaikan tangan kepada Andi. "D, gue udahan ya, mau balik dulu," katanya dengan senyuman penuh arti.
Andi hanya mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya. Beberapa saat setelah Tiara pergi, Andi akhirnya memutuskan untuk mengakhiri streamingnya.
Namun, saat dia membuka aplikasi, Andi sangat terkejut saat melihat jumlah hasil Give yang terkumpul—sebesar 5 juta.
"Tunggu… 5 juta? Apa ini nyata?" Andi bergumam, tidak bisa percaya dengan jumlah yang terpampang di layar.
Komentar-komentar di chat terus membanjir, membicarakan betapa hebohnya situasi tadi.
"5 juta? Hebat, D!"
"Semua berkat Tiara, pasti!"
"Yang penting kontennya jalan terus, D!"
Andi hanya terpaku, masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Rasa kagum dan kebingungan bercampur, tapi dia tahu bahwa malam itu telah membawa sesuatu yang tak terduga dalam dunia streamingnya.
Beberapa hari kemudian, Andi pun bertemu Tiara lagi. "Nih, uangmu," jawab Andi sambil memberikan amplop berisi uang hasil live kemarin—sebesar 2 juta rupiah.
Tiara mengambil amplop itu dan mengangkat alis, lalu tertawa. "Jiah, apaan lo mau BO gue," jawab Tiara sambil bercanda.
Andi hanya tersenyum. "Ya, nggak lah. Ini hasil kemarin. Tapi bagi 70/30%."
Tiara memiringkan kepala, lalu mengangguk. "Oke, 70/30. Tapi gue dapet 70 ya, D," ujarnya sambil tertawa.
Andi pun hanya mengangkat bahu dan menyerahkan uang tersebut. "Terserah lo, Ti. Terserah."
Keduanya kembali tertawa, menganggap momen itu hanya sebatas candaan.
Pada suatu malam, Tiara tiba-tiba meminta tolong kepada Andi seperti biasa. "Pasangin gas di rumah gue dong," katanya dengan nada santai.
Andi sedikit heran, tapi tetap menjawab, "Gas? Nggak bisa sendiri, nih?"
Tiara mengangguk. "Iya, tolong deh. Gue males ngurusnya sendirian."
Andi akhirnya setuju. "Oke, nanti gue dateng."
Beberapa saat kemudian, Andi datang ke rumah Tiara. Begitu sampai, dia langsung mulai mengerjakan pemasangan gas. Tiara berdiri di sampingnya, menunggu sambil sesekali bercanda.
"Udah berapa kali lo ngelakuin ini di rumah gue?" tanya Tiara sambil tersenyum.
Andi menggeleng. "Udah beberapa kali juga, ya. Gimana sih, Ti?"
Mereka tertawa, menikmati suasana malam yang santai.
Tiara tersenyum lembut. "Lo belum makan kan? Makan disini aja sekalian, gue masak," katanya dengan nada ramah.
Andi berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Yaudah deh, makasih," jawabnya. Lagi pula, pejabat kaya itu juga jarang datang ke kos Tiara, jadi dia merasa nyaman dan tidak menolaknya.
Andi memperhatikan Tiara yang sedang sibuk memasak, lalu bertanya, "Eh, btw, Tua Bangka itu nggak datang ke sini lagi ya?"
Tiara menoleh sambil tertawa kecil. "Bodoh amat, yang penting uangnya jalan," jawab Tiara dengan santai, seolah-olah tak peduli dengan siapa yang datang atau pergi.
Andi hanya mengangguk, tahu bahwa Tiara sudah terbiasa dengan situasinya.
Andi melirik Tiara sambil terus makan. "Enak juga ya masakan lo," ujarnya dengan santai.
Tiara menoleh sambil tertawa. "Yaiyalah, kenapa emang mau nikahin gue?" jawab Tiara dengan nada bercanda.
Andi hanya tersenyum, sedikit ragu, tapi tetap membalas, "Ya siapa tahu, nanti kalau laper lagi."
Tiara menatap Andi dengan ekspresi penasaran. "Eh, besok bisa temenin gue ke mall nggak? Gue mau belanja," tanyanya.
Andi menghela napas, lalu tersenyum. "Kalo cuman nemenin doang sih gue bisa, tapi kalo buat belanjain lo mah nggak sanggup," jawab Andi jujur.
Tiara hanya tertawa kecil, lalu menanggapi dengan santai. "Yaelah, tau diri lah lo. Gue kan simpanan om, om-om level kaya gitu sih uangnya nggak ada habisnya."
Andi melirik Tiara dengan sedikit penasaran. "Eh, tapi btw, bukannya banyak cowok ya yang mau nemenin lo jalan?" tanyanya.
Tiara tersenyum kecil sambil memasang wajah menggoda. "Idih, sorry gue juga milih-milih kali. Gue juga jarang dipake sama itu om," jawab Tiara dengan nada menggoda.
Andi hanya terkekeh, mencoba tetap santai meski hatinya sedikit terbakar oleh jawaban Tiara. Namun, dia tahu ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar candaan.