sudah beberapa tahun semenjak pria dengan umur kepala empat itu bekerja di tempat ini, pabrik roti, peusahaan kecil yang dibangun ibunya dulu. keringatnya menetes lagi, mengangkut ribuan roti ditengah teriknya matahari, napasnya ter engah-engah kelelahan. Biarlah mungkin lelah ini bisa membantu ibunya pikirnya.
suatu ketika dalam satu minggu membludak pesanan dari pelanggan, sampai-sampai membuat perusaan kecil itu keteteran, pria paruh baya itu terus mengerjakan semuanya tanpa mengeluh, terus dan menerus berusaha semaksimal mungkin sehingga tidak ada pelanggan yang kecewa ataupun rekan sejawat yang keberatan.
Diakhir minggu, saat setoran mingguan berlangsung, hari dimana dia bisa bertemu bos sekaligus ibunya, dengan wajah gosongnya yang terus menerus terpapar matahari, tidak ada yang diharapkannya dari semua yang telah ia lakukan, dia hanya ingin membuat senang ibunya.
Tetapi
Cerita diakhiri dengan tuduhan dan ungkapan kasar kepadanya. Rupanya ibunya mempermasalahkan roti yang sudah tidak layak jual, roti yang dimakan oleh pria paruh baya itu karena merasa mubazir. Apakah kau berpikir ibunya menegur karena roti itu kotor dan terkontaminasi? sayangnya tidak. Ibunya marah dan mengatakan dirinya tidak berguna karena hal teledor itu akan diikuti kariawan lain, dia disebut tidak berguna dan selama ini hanya beban baginya..
keesokan harinya pria itu tidak pernah nampak lagi, tidak ada kata lagi, tidak ada titik keringat lagi, wajah gosong itu tidak datang lagi, hati dan jantungnya remuk, tetes tetes yang mengalir hanya air hujan dan gerimis yang dingin dan menyayat hati. mempetanyakan hakikat dirinya dan usahanya bertahun-tahun kini jikalau usahanya dianggap beban.