Hari itu menjadi awal dari sesuatu yang Naura sendiri tidak duga. Setelah pertemuan singkat di bawah hujan, mereka mengobrol ringan tentang hal-hal sederhana: cuaca, kota kecil tempat mereka tinggal, dan sedikit tentang pekerjaan masing-masing. Arga, meski terkesan santai, adalah sosok yang misterius. Ia lebih banyak bertanya tentang Naura daripada bercerita tentang dirinya sendiri.
"Kamu pelukis?" tanya Arga sambil memandangi jemari Naura yang sedikit belepotan cat minyak.
Naura mengangguk kecil. "Ya, meski belakangan aku merasa kehilangan arah."
Arga tersenyum tipis. "Kadang, kehilangan arah adalah cara hidup mengajarkan kita untuk menemukan jalan baru."
Kata-kata itu menempel di kepala Naura sepanjang malam. Ketika ia kembali ke studio kecilnya, ia memandangi kanvas putih di depannya. Di sebelah kanvas itu, ada sebuah lukisan yang belum selesai—sketsa kasar seorang pria yang berdiri di bawah hujan. Sosok itu adalah kenangan yang ingin ia hapus, tapi entah kenapa, tangan Naura selalu berhenti setiap kali mencoba menyelesaikannya.
Naura menghela napas, lalu memutar tubuhnya menghadap jendela besar. Hujan masih turun, dan suara gemericiknya mengisi keheningan di ruangan itu. Ia mengambil kuasnya, mencoba melukis sesuatu, apa saja. Tapi pikirannya terus kembali pada sosok pria bernama Arga yang baru ia temui.
Ada sesuatu tentang pria itu—cara ia berbicara, cara ia menatap—yang terasa hangat namun penuh rahasia. Dan itu membuat Naura penasaran.
---
Di tempat lain…
Arga duduk di meja kayu di sudut kamarnya yang sederhana. Di hadapannya, sebuah buku catatan penuh dengan tulisan tangan rapi terbuka. Ia menatap lembaran itu lama, sebelum akhirnya menutupnya dengan gerakan cepat.
"Kenapa aku malah berpikir tentang dia?" gumamnya pada diri sendiri.
Arga menggelengkan kepala, mencoba mengusir bayangan wajah Naura dari pikirannya. Tapi tidak mudah. Senyum perempuan itu, caranya memandang hujan, dan tatapan penuh kerinduan di matanya telah meninggalkan kesan mendalam.
Arga tahu ia tidak boleh terjebak. Ia datang ke kota kecil ini untuk melarikan diri, bukan untuk memulai sesuatu yang baru. Tapi entah kenapa, pertemuan dengan Naura membuatnya merasakan sesuatu yang sudah lama ia lupakan—kehangatan.