Chapter 1: Jejak Darah dan Keputusan Tak Terelakkan
Kaito berdiri tegak di tengah lembah yang dipenuhi dengan makhluk-makhluk mengerikan. Di hadapannya, sebuah makhluk besar dengan tubuh berlapis sisik keras, mata merah menyala, dan cakar tajam yang dapat merobek batu dalam sekali gesek, berdiri menghalangi jalan. Rasanya, seolah dunia ini menantang Kaito di setiap langkahnya. Setiap makhluk yang muncul tampaknya bukan hanya ingin menghalangi, tetapi juga mengingatkan bahwa di dunia ini, yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan hancur.
Namun, Kaito merasa tidak ada yang bisa menghentikannya. Setiap tetes darah yang tercurah di dunia ini, setiap pertempuran yang ia jalani, hanya semakin memperjelas satu hal: kekuatan yang tumbuh dalam dirinya tak terhentikan.
Makhluk itu menggeram keras, bersiap untuk menyerang, namun Kaito sudah lebih dulu melangkah maju dengan kecepatan luar biasa. Dengan satu ayunan tangan, ia mengeluarkan energi gelap yang meluncur cepat dan menghantam makhluk itu. Ledakan dahsyat mengguncang udara, dan tubuh makhluk tersebut terlempar ke samping, meledak dalam seberkas cahaya yang memuai sebelum hilang menjadi debu.
"Begitu," Kaito berkata pelan, menatap sisa-sisa makhluk itu yang hancur berantakan. "Aku bisa merasakannya... aku bisa mengubah segalanya."
Tapi meski perasaan kemenangan itu menyelimuti dirinya, ada kegelisahan yang mulai menggerogoti hati Kaito. Dunia ini, meskipun penuh dengan makhluk-makhluk yang bisa dia kalahkan dengan mudah, masih terasa asing dan menakutkan. Apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Ke mana ia harus melangkah? Seperti sebuah labirin tanpa ujung yang penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
"Jika aku terus seperti ini," gumam Kaito, "aku akan menghancurkan segalanya, bukan hanya monster, tetapi juga dunia ini."
Meskipun kata-kata pria berpakaian putih itu terngiang di telinganya, perasaan amarah dan kebencian yang sudah lama terpendam dalam diri Kaito seolah meledak begitu saja. Dia ingin membalas setiap penderitaan yang telah ia alami, namun di balik itu, sesuatu di dalam dirinya merasakan ada sesuatu yang lebih besar yang harus ia capai.
Dengan langkah yang mantap, Kaito melanjutkan perjalanan menuju wilayah yang lebih dalam lagi, menembus batas-batas kehancuran. Sesekali, makhluk-makhluk mengerikan muncul, namun tidak satu pun yang mampu menghalanginya. Setiap serangan, setiap benturan energi yang terjadi, hanya menambah kekuatannya, semakin memperkuat tekadnya.
Namun, di tengah perjalanan, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ada perasaan yang mendalam menggelayuti dirinya, seolah ada mata yang mengawasi setiap langkahnya. Kaito berhenti dan menatap ke sekeliling. Lembah itu semakin gelap, kabut tebal menyelimuti jalan yang dilalui, dan suara-suara aneh mulai terdengar di kejauhan. Sesuatu yang tidak ia kenali sedang mengintainya.
Tiba-tiba, suara pria berpakaian putih itu muncul lagi, kali ini terdengar lebih mendalam dan serius.
"Kaito," suara itu bergema di udara, "jangan berpikir dunia ini hanya diisi dengan monster. Ada kekuatan yang lebih besar dari itu—satu yang mengawasi dan mengendalikan segala sesuatu. Jika kau tidak hati-hati, kau akan terperangkap dalam permainan yang jauh lebih berbahaya."
Kaito menegakkan tubuhnya, meskipun rasa takut mulai merayap di dalam dirinya. "Apa maksudmu? Aku sudah mengalahkan makhluk-makhluk ini. Apa lagi yang ada di dunia ini yang bisa mengalahkanku?"
"Sesuatu yang lebih tua dan lebih kuat dari makhluk-makhluk itu," jawab pria itu dengan nada serius. "Ada entitas yang mengatur tatanan dunia ini. Mereka bukan monster, mereka adalah kekuatan yang memanipulasi takdir dan hukum yang ada. Mereka melihat segala sesuatu, dan mereka akan menilai apakah kau pantas untuk hidup atau tidak."
Kaito terdiam sejenak. Entitas yang lebih besar dari sekadar monster? Sebuah sistem yang lebih rumit, yang tak terjangkau oleh kekuatan fisik semata? Itu membuatnya berpikir. "Jika itu yang mengatur segalanya, apakah aku bisa melawan mereka?"
Pria itu tidak langsung menjawab, hanya menyarankan dengan suara berat. "Kau bisa melawan, tetapi setiap keputusan yang kau buat, Kaito, akan membentuk takdirmu. Tidak ada yang benar-benar bebas di dunia ini termasuk dirimu."
Tanpa banyak bicara, Kaito melangkah lebih jauh, menekan kegelisahannya. Sekali lagi, dia menatap horizon yang penuh dengan kabut. Rasa penasaran yang semakin tumbuh dalam dirinya tidak bisa dihindari. Apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini? Dan bagaimana kekuatannya bisa mengubah semuanya?
Tiba-tiba, di antara kabut, sesuatu bergerak. Kaito menegang, tubuhnya siap bertempur, namun yang muncul bukanlah monster atau makhluk asing. Sebaliknya, seorang wanita berdiri di hadapannya wanita yang mengenakan jubah gelap dengan simbol-simbol misterius terukir di permukaannya. Matanya yang tajam memandang Kaito dengan penuh perhitungan, seolah menilai setiap gerakan dan ekspresi yang ada di wajahnya.
"Apa yang kau cari di sini, Kaito Ishizawa?" suara wanita itu keluar dengan lembut, namun setiap kata terasa penuh ancaman. "Kau yang datang ke dunia ini dengan kekuatan yang belum kau kuasai. Apa yang akan kau lakukan dengan kekuatan itu? Menghancurkan, atau memerintah?"
Kaito tidak bisa mengabaikan rasa curiga yang tumbuh di dalam dirinya. "Aku hanya mencari jalan untuk bertahan hidup, dan jika itu berarti mengubah dunia ini, maka itulah yang akan aku lakukan."
Wanita itu tersenyum dingin. "Kau sudah terperangkap, Kaito. Dunia ini bukan tempat untuk orang sepertimu. Namun, aku bisa membantumu, jika kau berani mengambil langkah yang lebih jauh."
Kaito memandangnya dengan mata yang penuh dengan kewaspadaan, namun juga tekad yang semakin membara. "Apa maksudmu?"
Wanita itu mengangkat tangannya, dan sesaat kemudian, sebuah simbol bercahaya muncul di udara. "Aku adalah bagian dari kekuatan yang mengendalikan takdir dunia ini. Jika kau ingin menjadi penguasa di sini, kau harus bersedia untuk menyentuh kegelapan. Dan kau harus bersedia mengorbankan lebih banyak dari yang kau kira."
Kaito merasakan tekanan yang luar biasa, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah pilihan yang harus diambilnya. Dunia ini bukan tempat untuk orang lemah. Jika dia ingin mengubah takdir, dia harus siap untuk menghadapi konsekuensinya.
Tanpa ragu, Kaito mengangkat tangannya, menerima tantangan itu, dan mengucapkan kata-kata yang akan mengubah jalannya cerita selamanya.
"Aku siap. Bimbing aku."
Wanita itu hanya tersenyum, dan dalam senyumnya, Kaito merasakan aura yang begitu kuat sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan.
"Begitu," katanya, "maka takdirmu kini telah berubah."