Sellena dan Alvaro memutuskan untuk bertemu kembali malam itu di tempat yang aman, jauh dari hiruk pikuk kota, untuk menyusun langkah berikutnya. Rasa takut menghantui mereka, tapi keinginan Sellena untuk mengetahui kebenaran mengalahkan segalanya. Alvaro membawa catatan kecil yang selama ini ia simpan tentang kegiatan terakhir Nolan, mereka mencoba menggali lebih dalam tentang keterlibatan Pak Wijaya.
"Kita harus tahu apa sebenarnya yang Pak Wijaya mau dari Nolan," ucap Sellena sambil memandangi lembaran catatan Alvaro.
Alvaro mengangguk. "Aku punya teman lama yang bekerja sebagai asisten pribadi Pak Wijaya dulu. Namanya Denis . Dia berhenti bekerja setelah menyadari banyak aktivitas ilegal di bawah kendalinya. Kita bisa bertanya padanya."
Sellena merenung sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Kalau begitu, kita temui dia. Tapi kita harus hati-hati. Kalau orang ini sekuat yang kau katakan, pasti dia sudah tahu aku menggali ini."
-----
Denis, Si Pembawa Petunjuk
Mereka menemui Denis di sebuah kedai tua di pinggiran kota. Pria itu tampak gugup, sering melirik ke belakang seolah takut diikuti. Ketika Alvaro dan Sellena mendekat, Denis hanya memberi anggukan kecil, memberi isyarat agar mereka duduk.
"Apa yang kalian cari?" tanya Denis dengan sedikit gugup.
"Kami ingin tahu tentang keterlibatan antara Nolan dengan Pak Wijaya," jawab Alvaro.
Denis menghela napas panjang, menyesap kopi hitamnya, dan berkata, "Kalian tidak tahu apa yang sedang kalian masuki. Wijaya bukan cuma orang kaya dengan bisnis kotor. Dia punya jaringan yang dalam, polisi, politisi, bahkan media pun ada di bawah kendalinya."
"Aku tidak peduli siapa dia," kata Sellena tajam. "Aku hanya ingin tahu kenapa Nolan meninggal dengan sangat tragis."
Denis menatap Sellena dengan ekspresi serius. "Karena dia mengambil sesuatu yang tidak seharusnya dia ambil daftar nama. Daftar itu berisi orang-orang yang terlibat dalam jaringan ilegal Wijaya. Nolan mengancam akan membocorkan daftar itu jika utangnya tidak dihapus."
Mata Sellena membulat. "Nolan... mengancamnya? Itu berarti dia punya sesuatu untuk melawan Pak Wijaya!"
Denis mengangguk. "Daftar itu ada di suatu tempat. Jika kau benar-benar ingin melawan Pak Wijaya, kau harus menemukan daftar itu. Tapi aku peringatkan, sekali kau terlibat, kau tidak akan bisa kembali. Hidupmu tidak akan aman selamanya."
Sellena menatap Alvaro sejenak. Ia tahu Denis benar, tapi ini lebih besar dari sekadar keselamatan dirinya. Nolan sudah mengorbankan hidupnya, dan Sellena tahu ia harus menyelesaikan apa yang pernah Nolan mulai.
"Dimana daftar itu sekarang?" tanya Sellena tegas.
Denis menggeleng pelan. "Aku tidak tahu pasti. Tapi sebelum Nolan meninggal, dia menyebut sesuatu tentang 'tempat yang hanya kalian tahu.' Itu pasti mengacu padamu, Sellena. Bukit? Apartemen? Atau tempat lain yang kalian sering kunjungi bersama?"
Sellena terdiam, mencerna kata-kata itu. Sesuatu di dalam dirinya mengatakan bahwa jawabannya mungkin ada di tempat yang paling tidak terpikirkan. Tapi sebelum ia bisa bertanya lagi, tapi Denis buru-buru berdiri.
"Aku sudah memberi kalian cukup informasi. Jangan coba menghubungiku lagi," katanya sebelum pergi dengan langkah tergesa.
-----
Pintu yang Selalu Tertutup
Malam itu, Sellena kembali ke apartemennya dengan kepala penuh pertanyaan. Tempat yang "hanya mereka tahu." Apakah itu Puncak Cahaya? Atau tempat yang lebih personal?
Saat ia berdiri di ruang tamu, pandangannya jatuh pada sebuah pintu kecil di sudut ruangan, lemari penyimpanan lama yang hampir tak pernah ia buka. Tiba-tiba ingatannya kembali pada hari saat Nolan mengunci sesuatu di dalam lemari itu dengan berkata, "Jangan pernah membukanya kecuali kau merasa siap untuk menghadapi kebenarannya."
Napas Sellena memburu. Tangannya bergerak gemetar, meraih kunci kecil yang tergantung di gantungan dekat pintu. Dengan hati-hati, ia membuka lemari itu.
Di dalamnya terdapat sebuah amplop tebal dan kotak kecil lainnya. Sellena membuka amplop itu terlebih dahulu dan menemukan dokumen-dokumen, beberapa di antaranya adalah foto wajah yang tampak familiar: politisi, pengusaha terkenal, bahkan kepala polisi. Ini pasti daftar nama yang dimaksud Denis.
Namun, sebelum ia bisa membaca lebih jauh, suara berat dari belakangnya membuat darahnya seketika membeku.
"Kau tidak seharusnya membuka itu, Sellena."
Ia berbalik perlahan dan mendapati seorang pria berjas hitam berdiri di pintu apartemennya, wajahnya tidak asing, orang ini bekerja untuk Pak Wijaya, dan selalu mengintai Sellena.
------