Chereads / Di Balik Purnama Yang Sunyi / Chapter 5 - Bab 5 : Bayangan Kota

Chapter 5 - Bab 5 : Bayangan Kota

Sellena duduk termenung di ruang tamunya sambil memandang kotak di hadapannya. Pikiran dengan perkataan Nolan yang menyebut seseorang ingin dia mati terasa tak masuk akal, tapi nalurinya mengatakan bahwa Nolan tidak mungkin berbohong, bahkan dari balik kematian. Surat itu menyebut "bayangan kota," namun Sellena tak tahu apa arti kata-kata itu.

Ia mengulangi kata tersebut dalam kepalanya. Bayangan kota. Adakah tempat tertentu yang mengisyaratkan itu? Atau ini hanya teka-teki yang menuntunnya pada sesuatu yang lebih besar?

Matanya beralih pada cincin emas di dalam kotak. Ia mengambilnya, dan melihat inisial kecil tertulis di sisi dalamnya—huruf N dan A yang dihubungkan oleh lambang infinity. Sesaat, Sellena merasa itu hanya singkatan dari Nolan dan namanya, tapi tiba-tiba ia teringat satu nama lain: Alvaro, sahabat dekat Nolan.

Alvaro adalah orang terakhir yang bertemu dengan Nolan sebelum malam kecelakaan itu. Meski ia tampak sangat terpukul saat pemakaman, Sellena ingat beberapa kata aneh yang pernah ia ucapkan waktu itu: "Aku harap ini tidak terjadi gara-gara aku."

Gara-gara dia? Apa maksud perkataan nya itu?

Keputusan langsung diambil. Sellena meraih jaketnya dan melangkah keluar. Kali ini, ia harus menemui Alvaro dan memintanya untuk menjelaskan apa yang terjadi sebelum malam tragis itu.

---

Sebuah Pertemuan di Kafe Kecil

Alvaro tak menyangka bahwa Sellena akan mendatanginya. Ia sedang duduk di sebuah kafe kecil di dekat tempatnya bekerja ketika Sellena menghampirinya. Tatapan pria itu berubah kaku, tapi senyum samar tetap terpancar dari wajahnya.

"Sellena? Apa kabar? Lama sekali kita tidak bertemu," ucap Alvaro sambil berdiri untuk menyapanya. Namun, Sellena langsung duduk tanpa basa-basi.

"Aku punya beberapa pertanyaan tentang Nolan," katanya langsung pada inti.

Alvaro terlihat terkejut, tapi ia berusaha tenang. "Tentang Nolan? Sudah dua tahun berlalu, Sellena Mengapa baru sekarang kau bertanya dan mencari tahu?"

Sellena membuka kotak kecil itu dan menaruh cincin serta surat di atas meja. "Karena aku menemukan ini, dan Nolan bilang dia tidak mati karena kecelakaan. Katanya ada seseorang yang menginginkan dia mati. Kau tahu sesuatu, Alvaro?"

Raut wajah Alvaro berubah. Tangan yang memegang cangkir kopi sedikit gemetar. Ia menatap cincin itu, lalu membaca surat yang Sellena sodorkan. Setelah selesai, ia mendesah panjang dan meletakkan cangkirnya.

"Sellena, ada banyak hal yang kau tidak tahu... dan beberapa hal lebih baik tetap seperti itu," ucapnya penuh misteri.

"Tidak ada yang lebih buruk dari kehilangan orang yang kucintai tanpa tahu alasan sebenarnya. Jadi, tolong katakan padaku," desak Sellena, suaranya bergetar antara marah dan putus asa.

Alvaro menatapnya dalam beberapa detik, lalu berkata, "Nolan memang diburu, Sellena. Malam itu, ia tidak mengalami kecelakaan biasa. Tetapi ada seseorang yang menjebaknya."

"Siapa? Mengapa?" tanya Sellena cepat.

Alvaro mengusap wajahnya. "Nolan terlibat bisnis yang salah. Dia meminjam uang dari seseorang yang tidak seharusnya, orang yang punya kekuasaan besar di kota ini. Namanya Pak Wijaya. Nolan.... dia berusaha melunasi semua utangnya sebelum menikah denganmu, tapi dia terlalu percaya diri bisa mengelabui mereka dengan gampang. Dan mereka tahu. Malam itu mereka mengejarnya, dan hasilnya..."

"Nolan meninggal," Sellena menyelesaikan kalimat itu dengan suara hampir hilang.

Alvaro mengangguk pelan. "Aku menyesal tidak membantunya lebih jauh. Saat itu, dia hanya ingin melindungi dirimu, Sellena. Tapi aku terlambat. Alvaro tertunduk lesu."

Sellena merasa dunia di sekitarnya kali ini benar-benar runtuh. Nolan meninggal karena mencoba membahagiakan dirinya. Dan kini nama Pak Wijaya melingkupi pikirannya dengan kegelapan.

"Aku harus menghadapi mereka," ujar Sellena dengan tegas, mengejutkan Alvaro.

"Kau gila? Orang itu berbahaya!" seru Alvaro.

"Nolan mati karenanya. Aku tidak bisa diam saja," jawab Sellena. Tatapannya berubah tajam, sebuah keberanian muncul dalam dirinya.

Alvaro menarik napas panjang. "Kalau begitu, kau tidak akan melakukannya sendiriankan?."

Sellena mengangguk. Langkahnya kini semakin jelas. Bersama Alvaro, ia harus menemukan jalan menuju keadilan, meski risikonya sangat besar.

-----