Tangannya gemetar di atas layar saat ia menekan nomornya sebelum menyerahkannya padanya, tak berani melihat ke belakang setelahnya.
Ketika suara dering bergema di kamar, dia menyentuhnya perlahan dari belakang.
"Kamu bisa pergi sekarang."
Dia tiba-tiba menggelengkan kepala.
"Saya ingin tinggal di sini."
"Ini panggilan rahasia." Dia mengingatkannya dengan tegas.
"Tapi saya adalah... " Dia merasakan kedinginan datang dari belakang, jadi dia menutup mulutnya.
Telepon masih berdering, jadi dia bersandar ke belakang dengan kursinya.
Dia terkejut saat dia jatuh ke bokongnya, ke lantai, lalu menatapnya dengan tajam.
Koan hampir tidak membalas tatapannya dan hanya kembali mengetuk-ngetukkan jari lainnya di sisi kursi, tangan yang lain memegang telepon di telinga. Namun, dia tidak mengharapkan gerakan berikutnya dari dia.
Saat dia bangun, dia mengharapkan dia akan pergi dan memang tidak memperhatikannya.
