Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

pesona gadis penghibur

Marifa_Marifa
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
76
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - pesona gadis penghibur

Tubuh pria yang kini telah terekspos jelas tanpa sehelai kain pun. Terlihat dari binar mata indah Jessica. Gadis yang kini masih mengenakan celana dalam dan bra berwarna merah hati yang senada. Menatap benda mengeras milik pria didepannya.

"Apa benar kamu masih perawan?"

Jessica hanya menganggukkan kepalanya.

Senyuman remeh terukir jelas di kedua sudut bibir pria itu. Dengan nada penuh gairah. Pria yang tadinya hanya menatap kearah Jessica, kini tiba-tiba menghempaskan tubuh gadis itu ke atas ranjang.

Raut wajah Jessica seakan menggambarkan apa yang kini ia rasakan. Ketakutan, hingga rasa hina dalam dirinya pun mencuak dalam diri Jessica.

"Malam ini kau milik ku baby." Ucap Pria yang masih saja menatap setiap inci tubuh Jessica.

Dengan kasar bahkan tanpa ampun. Pria itu menarik paksa celana dalam, sekaligus bra yang di pakai oleh Jessica. Tak hanya itu cumbuan hingga gigitan pada setiap tubuh Jessica membuat gadis itu sesekali mengerang kesakitan.

Tak ada kelembutan di dalam percintaan yang pertama kalinya untuk Jessica. Tak ingin melihat bagaimana klien pertamanya menikmati tubuhnya pada malam itu.

Jessica pun memalingkan wajahnya. Air mata pun tak dapat ia bendung lagi.

Pria yang masih saja mengiramakan tubuhnya dengan buah zakar nya yang sudah menerobos keprawanan Jessica.

"Cepet nungging!" Perintah pria yang sudah mengeluarkan buah zakar nya dari gua milik Jessica.

Karna kesakitan Jessica menggerakkan tubuhnya dengan pelan. Hingga membuat pria yang melihatnya merasa geram.

"Jalang sialan."

Umpatan itu terdengar di telinga Jessica.

plakk

plakk

Pukulan cukup keras pria itu berikan pada pantat Jessica.

"Cepat berbalik jalang bodoh."

Lagi-lagi Jessica mendengar kembali hinaan pada dirinya. Membuatnya segera menuruti keinginan klien nya itu.

Melihat Jessica telah menungging di depannya. Pria itu pun langsung memasukkan buah Zakar nya kembali, ke bagian belakang tubuh Jessica. Rambut panjang Jessica ditarik paksa hingga membuat gadis itu mengerang kesakitan.

Akan tetapi pria itu tak menghiraukan suara Jessica yang seperti meminta ampun dan belas kasihan pada pria itu.

"Uhhh.... kau sangat nikmat. aku suka sekali dengan mu. uhhh..."

******

1 TAHUN SEBELUMNYA

sinar matahari melihatkan dirinya pada setiap orang-orang yang masih enggan terbangun dari tidurnya yang lelap. Suara ayam bersautan seakan ikut serta dalam usaha untuk membangunkan tidur setiap warga di desa terpencil itu.

"Srekk... "

Suara gorden yang terlihat sudah tak layak di lihat pun terbuka.

Nama ku Anin. Bulan ini umurku akan genap menginjak ke angka 22 tahun. Meski dari keluarga kurang mampu. Tak pernah aku membuat takdir itu menjadi ketidakberuntungan ku di kehidupan ini.

"Kak Anin! lihat kaos kaki hitam ku nggak?"

Dan suara yang selalu saja membuat gendang telinga ku hampir pecah. Dia adalah adik laki-laki satu-satunya yang aku miliki. Aku mempunyai seorang kakak perempuan. Akan tetapi ia pergi merantau dan memutuskan hubungan nya dengan keluarganya sendiri termasuk aku.

"Di almari paling bawah." Jawab ku sedikit berteriak.

Aku pun melanjutkan aktivitas ku yang seperti biasanya. Memasak hingga menyiapkan semua keperluan sekolah adik ku. Dan ayah ku yang kini telah bekerja sebagai buruh pabrik di desa itu.

Ibu kandungku telah lama meninggal. Sejak kepergian kakak ku, ia tak mampu menahan kerinduan pada putri yang sangat ia sayangi itu. Hingga ibu ku pun mengalami depresi berat dan meninggal karna penyakit jantungnya.

Belum lama aku berkutik di dapur, tiba-tiba suara benda pecah pun terdengar.

pyarrr

Sontak aku pun langsung bergegas menghampiri sumber suara.

Mataku melebar ketika melihat pecahan gelas yang sudah berserakan di lantai kamar bapak. Tubuh bapak ku tergeletak di lantai samping pecahan gelas itu.

"Ya allah bapak!" "Danu! tolong kakak, bapak!"

Adikku Danu pun segera menghampiri kamar bapak. Adikku pun membantu diriku untuk membawa tubuh bapak ke atas ranjang.

"Bapak kenapa mbk?"

"Nggak tau, tapi... " ucapan ku terhenti, ketika raut wajah Danu yang terlihat khawatir.

Tentu aku tak ingin membuat adikku merasa khawatir. Apalagi kini Danu harus segera berangkat ke sekolah karna ada ujian. Aku pun berusaha untuk terlihat tenang di depan adikku itu.

"Bapak mungkin kecapekan. Sekarang kamu berangkat sekolah, hari ini kamu ada ujian kan?"

"Iyah, tapi bapak...."

Belum sempat Danu melanjutkan ucapannya, aku pun langsung menyela ucapan adik laki-laki ku itu."Bapak nggak papa. Ada mbak, nanti mbak panggilin dokter buat lihat kondisi bapak."

Setelah kejadian bapak sakit itu lah ekonomi keluarga ku benar-benar serba kekurangan. Mulai dari sekolah Danu yang kini menunggak. Hingga aku pernah sampai di panggil ke sekolah untuk membicarakan terakait pembayaran sekolah Danu.

Titik dimana aku, Danu dan bapak tak makan apapun selama satu hari. Keadaan yang hari demi hari semakin membuat ku merasa tak tahan. Hingga pada akhirnya aku pun memberanikan diri meminta izin pada bapak ku untuk bekerja di kota.

"Pak!" panggil ku.

Bapak menatap ku. Tak ingin terlalu membuat bapak bertanya-tanya dengan panggilan ku untuknya. Aku pun duduk sambil memegang kedua tangan bapak ku.

"Pak! kita nggak bisa seperti ini terus, Keuangan kita benar-benar sedang tidak baik-baik saja sekarang. Kemarin aku sudah melamar pekerjaan di sekitar sini. Tapi tak ada satu pun pekerjaan yang menerima ku di sekitar sini."

Aku menjeda ucapan ku. Seperti melihat bagaimana respon bapak ku tentang ucapan ku itu.

"Bapak nggak ingin kamu kerja di kota." Tukas bapak ku.

Aku di buat tertegun. Ternyata bapak ku sangat tau arah pembicaraan ucapan ku sejak tadi. Mulut ku pun kembali angkat bicara. "Lalu apa kita harus seperti ini terus? sekolah Danu pun harus segera di bayar pak."

"Besok bapak akan segera bekerja kembali."

"Bapak masih sakit."

"Bapak akan sehat, kalau keuangan kita bisa kembali seperti dulu."

Mendengar jawaban bapak membuat kemarahan mencuak dalam diriku. "Kenapa bapak nggak biarin aku buat kerja? apa karna mbak Lia? Anin berbeda pak."

Tangan ku yang tadinya memegang kedua tangan bapak, langsung di hempaskan begitu saja oleh bapak.

Dengan tegas bapak ku menjawab. "Itu adalah ucapan mbak mu saat mau pergi ke kota."

Deg

Aku terdiam. Bibir ku terasa keluh. Hati dan jiwa ku terasa lelah. Dan kini diminta untuk mengerti perasaan bapak. Entah kerasukan setan apa? tapi hari ini aku ingin meluapkan segala keluh kesahku di depan bapak.

"Aku berbeda dengan mbak Lia pak, aku hanya ingin bapak dan Danu berkecukupan itu saja. Tapi kalau bapak masih nggak percaya, kita pindah ke kota sama-sama kalau gitu. Agar bapak juga mendapat perawatan disana."

Bersambung.