Chereads / Membalas Pengkhianatan Suami dan Sahabatku / Chapter 22 - 22. Karma Sinta

Chapter 22 - 22. Karma Sinta

Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (22)

Bu Sinta buru-buru kembali memasukan test pack ditangannya ke tas anaknya. Saat membuka kembali tas Nura, tak sengaja ia melihat sebuah kunci. 

Namun ia tak memperdulikan, ia langsung pergi ke dapur agar Nura menyangka dirinya tidak menemukan benda itu. 

Bu Sinta tidak ingin gegabah, ia ingin mencari tahu sendiri kebenarannya. Karena ia yakin, Nura pasti akan mengelak jika ditanya langsung.

Dengan langkah cepat, Nura buru-buru berjalan membuka pintu kamarnya untuk menuju ke meja makan. Setelah pintu kamarnya terbuka, ia cepat-cepat berjalan dengan jantung yang berdegup cepat.

Hingga saat dia sampai dekat dengan meja, ia menghembuskan nafas lega karena melihat tasnya masih di atas meja makan dan tak ada Ibunya disana. 

Tangannya mengusap-usap dadanya masih sambil menghembuskan nafasnya berkali-kali. Perasaannya yang tadi panik, langsung berubah menjadi tenang seketika.

"Untunglah.. untung.. ternyata gak ada siapa-siapa." Gumamnya pelan. 

Kembali ia berjalan, lalu mengambil tasnya dan membawanya ke dalam kamarnya. Sesampainya di dalam kamarnya, tas itu dia taruh diatas tempat tidurnya. 

Alat tes kehamilan itu akan dia gunakan seperti biasanya, untuk mengetes dirinya hamil atau tidak. Karena, ia takut obat pencegah kehamilan yang selalu dia minum, tidak bekerja dengan baik. Perasaannya selalu merasa khawatir.

Tidak ingin alat tes kehamilan itu diketahui oleh siapapun, ia merogoh tasnya lalu mengambil alas tes kehamilan itu. Ia juga mengambil kunci laci dalam tasnya, ia selalu membawanya karena takut sampai ada yang membuka laci tempat alat dan obat pencegah kehamilan itu.

Alat tes kehamilan dan kunci sudah ada ditangannya, Nura berdiri dari tempat tidurnya. 

Ia berjalan menuju lacinya, lalu membuka laci itu dengan kunci yang dia bawa. Setelah pintu laci terbuka, langsung ia menyimpan-nya di dalam laci yang didalamnya bergabung dengan obat pencegah kehamilan-nya itu. 

Lagi-lagi dia menghela nafasnya karena merasa aman kedua hal itu sudah dia simpan di tempat yang menurutnya aman. "Udah deh, Mendingan aku segera mandi." Gumamnya. Tak lama, ia langsung berdiri untuk menuju ke kamar mandi. 

*****

Sedangkan, Bu Sinta sudah menyiapkan rencana sejak melihat alat tes kehamilan itu. Setelah dari dapur tadi, pikiran terus bertanya-tanya dan perasaannya terus terasa cemas. Ia takut terjadi sesuatu hal yang buruk pada Nura. 

Setelah dari dapur, Bu Sinta langsung menuju ke kamarnya Nura. Kamar Nura kebetulan sedang tidak di kunci. Bu Sinta sendiri tahu, jika masih belum malam hari, kamar putrinya itu selalu masih belum di kunci.

Saat sampai di depan pintu kamar anaknya itu, Ia mendorong dengan pelan daun pintu itu. Sampai akhirnya, Bu Sinta bisa masuk ke dalam kamarnya Nura.

Tatapannya melihat ke seisi ruangan kamar Nura. Memastikan bahwa anaknya tidak mengetahui keberadaannya saat ini.

"Sepertinya anakku tengah di kamar mandi." Gumamnya pelan. 

Kemudian, Bu Sinta melihat-lihat kembali. Ia melihat ke salah satu laci yang sejak dulu selalu membuat dirinya merasa curiga. Ia merasa seperti ada yang disembunyikan rapat-rapat oleh anak perempuannya itu. 

Namun, Selama ini Bu Sinta tidak pernah mau melihat-lihat apapun yang dirasa privasi bagi anaknya. Tapi tidak untuk kali ini. Perasaannya benar-benar penasaran.

"Sepertinya ada yang disembunyikan oleh Nura." Gumamnya. 

Langsung Bu Sinta menarik daun pintu laci itu. Namun ia merasa nihil, karena terkunci. Ia kembali berdiri, tatapannya mencari keberadaan kunci lacinya itu. Ia melihat ke atas laci, namun tak menemukan. 

Hingga akhirnya, ia teringat. Jika saat menemukan alat tes kehamilan dalam tas Nura, ia juga sempat melihat sebuah kunci.

"Jangan-jangan itu kuncinya." lagi-lagi ia bergumam. 

Dengan berusaha cepat, Bu Sinta kembali berdiri. Lalu, membuka tas Nura. Hingga ia melihat sebuah kunci. Langsung Bu Sinta ambil dan kembali ke laci lagi. Ia membuka pintu laci itu.

Deg. 

Sontak Bu Sinta menohok dengan perasaan yang syock.

Lagi-lagi tubuhnya seakan mau merosot begitu melihat cukup banyak obat dan satu alat tes kehamilan. Ia cukup tahu tentang obat yang dia lihat itu. Saat dirinya bekerja di klub malam, bahkan ia sering mengkonsumsinya untuk mencegah kehamilan.

"A-apa anakku sudah tidak gadis lagi ?" 

Perasaan Bu Sinta benar-benar cemas, ia semakin merasa yakin dengan prasangka-nya, jika anaknya sudah melakukan hal terlarang. 

Ia tidak mau anaknya mengalami hal yang sama seperti dirinya. Melakukan hal terlarang disaat belum menikah.

Air mata pun seketika jatuh membasahi pipinya. Ia tak bisa membayangkan jika anaknya sudah melakukan hal seperti itu.

Beberapa obat pun ia ambil, juga dengan alat tes kehamilan itu. Bu Sinta mengusap air matanya yang membasahi kedua pipinya. Ia berdiri dan kembali berjalan untuk keluar dari kamar anaknya.

Setelah Nura selesai mandi, ia berniat untuk menanyakan-nya.

🍁🍁🍁

Nura selesai mandi, ia sudah bersiap-siap dengan mengganti bajunya. Sedangkan, Bu Sinta sudah menunggunya di sofa ruang tengah rumahnya. Perasaannya masih terasa cemas. Bu Sinta merasa belum bisa tenang sebelum mendapatkan jawabannya.

"Bu, lagi ngapain disitu ?" tanya Nura saat dia menemukan Ibunya yang hanya terdiam duduk di ruang tengah rumahnya. Ia menghampiri ibunya.

"Ngelamunin apa sih, Bu ?" Ucapnya lagi saat sudah sampai di depan Ibunya. Bu Sinta langsung berdiri dengan berusaha mengontrol emosinya, meski perasaannya terasa sudah marah. 

Bu Sinta merogoh saku bajunya, kemudian menaruh alat tes kehamilan dan obat pencegah kehamilan itu di meja. Puk!

"Apa ini ?!" tanya-nya dengan raut wajah datar dan penuh emosi. Nura menohok, dia merasa kesulitan untuk bicara. Ia benar-benar merasa panik.

"Nura! Jawab ibu ?!" Dengan nada tinggi Bu Sinta menjawab hingga membuat Nura terperanjat kaget. "Jelaskan! Apa ini maksudnya ?!"

"Bu-- itu, bukan milik Nura, Bu." Nura beralasan.

"Bohong! Ibu menemukan ini di kamar kamu! Jawab ibu yang jujur Nura!" Bu Sinta masih tak percaya. Segala bukti yang dia dapatkan, membuatnya memiliki prasangka yang kuat.

Nura masih terdiam, namun ia tak kuasa untuk untuk menangis karena takut akan apa yang tengah terjadi. Melihat Nura menangis, semakin membuat Bu Sinta yakin, jika anaknya memang telah melakukan sesuatu hal.

Bu Sinta memegangi bahu Nura dan menatapnya sungguh. 

"Jawab ibu Nura ? Apa kamu sudah tidak gadis lagi ? Apa kamu sudah melakukan hubungan itu dengan seorang laki-laki ?" tanya Bu Sinta, berharap anaknya mau menjawabnya. 

Namun Nura malah menunduk dengan tangis yang sesenggukan. 

"Nura! Ibu butuh jawaban kamu! Ayo jawab, apa benar kamu sudah melakukan hubungan seperti itu ?!" Bu Sinta menggoyangkan tubuh anaknya itu. Hingga tak lama, Nura mendongakan kepalanya, lalu mengangguk.

"I-ya, Bu. Hiks. Hiks." Jawab Nura sambil menunduk. Ia takut akan amarah ibunya. 

Bu Sinta langsung syock mendengarnya. Ia tidak menyangka anaknya sampai sudah berbuat hal sejauh ini. Matanya pun langsung berkaca-kaca.

"Siapa yang melakukannya Nura! Kenapa kamu malah meminum obat ini ?! Apa lelaki itu tidak mau tanggung jawab, hah ?!" 

Nura benar-benar semakin takut. Ia takut Ibunya semakin marah ketika dia mengatakan Amarlah yang sudah melakukannya. 

"Nura! Jawab ibu ?!" Kembali Bu Sinta menggertak anaknya. Ia menggoyangkan tubuh Nura dengan cukup kasar karena emosinya sudah memuncak. Ia tidak mau anaknya diperlakukan seperti sampah. 

"Katakan sama ibu, siapa lelaki itu ?! Dia mesti tanggung jawab! Ibu gak mau kamu melakukan hal itu lagi tanpa sebuah pernikahan!" Ucap Bu Sinta.

"A-mar, Bu. Hiks.. hiks.." tangis Nura semakin pecah ketika dia menyebutkan nama Amar. Ia tahu Ibunya pasti akan sangat marah. 

Bu Sinta tertegun. 

"Amar yang mana Nura ?!" tanya-nya memastikan. 

"Amar suaminya Via, Bu. Hiks.. hiks.."

Tangan Bu Sinta langsung terlepas dari kedua bahu Nura. Ia syock karena tak menyangka anaknya juga menjadi penghancur rumah tangga orang lain.

Bahkan, ia semakin tak menyangka, anaknya sudah disentuh oleh suami orang lain seperti dirinya dahulu. Air mata pun mengalir kembali membasahi pipinya. Ia merasa mendapat karma atas perbuatannya dahulu.

"Ya Allah.. Amar itu sudah menikah, Nura! Bahkan dia itu suami sahabat kamu!"

Nura masih terdiam. 

"Sejak kapan kamu berhubungan sama Amar, hah ?!" 

"Sa-tu tahun, Bu." Jawabnya gemetar. Bu Sinta menangkupkan kedua telapak tangannya di wajahnya.

"Ya Allah.. kenapa ini terjadi sama anakku..." Lirihnya. 

Dengan ragu, Nura mencoba mendongakkan kepalanya.

 "Maafkan, Nura, Bu... Nura dan Mas Amar saling mencintai..." 

"Apa Via sudah tahu semua ini ?!" Bu Sinta kembali bertanya. Nura mengangguk.

"Iya, Bu. Sekarang ini Mas Amar dan Via tengah menjalani proses cerai. Mereka akan segera berpisah, Bu. Jadi, Nanti Nura enggak mendekati suami orang lain lagi."

"Nuraaaa! Jadi Via dan Amar sampai berpisah ?!" Geram Bu Sinta. Dan yang membuat dia semakin geram, Nura seperti tak menyadari kesalahannya setelah menghancurkan pernikahan orang lain.

"Apa kamu tidak merasa bersalah, hah ?! Apa kamu sadar sudah menghancurkan pernikahan orang lain, hah ?!"

"Via itu sudah baik sama kamu! Asal kamu tahu, bahkan tadi siang, dia yang mengantarkan ibu pulang sampai rumah! Ya Allah... Bahkan dia masih baik hati sama ibu meskipun kamu sudah berbuat seperti ini sama dia!" Bu Sinta benar-benar merasa bersalah pada Via. Ia tidak tahu, jika Nura telah menghancurkan pernikahannya.

"Ibu benar-benar gak habis pikir sama kamu, Nura! Hiks.. hiks.." Bu Sinta langsung menangis pilu.

"Maafkan Nura Bu... Tapi Mas Amar sendiri janji, ia akan menikahi Nura. Mas Amar mengkhianati Via, itu artinya Mas Amar gak cinta 'kan Bu sama Via ? Nura gak salah, Bu. Mas Amar dan Nura saling mencintai." Nura masih berusaha membela diri. 

Bu Sinta semakin geram. Ia melayangkan tangannya hendak menampar Nura. Nura langsung memejamkan matanya. Namun, Bu Sinta mengurungkan niatnya. Ia tetap merasa tidak kuasa untuk menampar anaknya. 

"Kamu jelas- jelas salah, Nura! Sekalipun Amar mencintai kamu, bukan berarti kamu mesti mau dijadikan selingkuhannya!" 

"Kamu jelas salah karena kamu sudah mau berhubungan dengan lelaki yang sudah menikah!"

Tak ada lagi jawaban dari Nura. Ia terdiam menunduk kembali sambil kembali menangis. Sedangkan, Ibunya yang sudah syock sejak tadi, tubuhnya pun sempoyongan lalu tak sadarkan diri. 

Nura terbelalak begitu melihat tubuh Ibunya sempoyongan. Ia segera menahan punggung Ibunya, lalu mendudukkannya di sofa.

"Bu.. bangun, Bu... Maafkan Nura Bu... " 

Tak lama iapun segera menghubungi Amar untuk segera datang ke rumahnya. 

🍁🍁🍁

Bersambung..

Terimakasih untuk semua yang sudah support. Semoga bahagia selalu ya💜💜💜