Chereads / Baaq: Son of The Storm / Chapter 3 - Seorang Tamu II

Chapter 3 - Seorang Tamu II

"A-yah." Suara itu sontak membuat Shiyamada menoleh. Ia membeku, terkejut dengan apa yang dia lihat.

"Kau tak punya banyak waktu." Desis Pigor dingin. Ia menbekap Ikiru, belatinya terarah ke leher bocah itu, siap menggoroknya kapan saja. "Pikirkan kembali, Shiyamada. Vision naga tak sepantasnya berada di tanganmu. Sudah saatnya kau melepaskan omong kosong leluhurmu. Persetan dengan warisan. Kata itu hanyalah jebakan agar mangsa seperti kita tak dapat menolaknya. Dunia butuh pembaruan"

Rahang Shiyamada mengeras, berusaha meredam emosinya, ia harus berpikir jernih saat ini, salah sedikit saja dapat berakibat fatal. Ikiru adalah segalanya baginya. Ia telah banyak merasakan kehilangan, ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama lagi. Apapun akan ia lakukan demi anaknya, walau nyawa taruhannya.

"Jangan diam saja atau kurobek lehernya sampai ia mati." Pigor menatap malas Shiyamada. Belatinya tergerak menyentuh leher Ikiru, darah segar menetes dari sana. Ia tak bereaksi apa-apa melihat Ikiru yang sempat memberontak kemudian menjerit kesakitan.

Shiyamada mulai panik, ia makin berpikir keras dan satu pikiran gila lewat begitu saja dalam benaknya.

Shiyamada mengangkat tangannya ke atas bersiap mencengkeram, tangan itu bergerak cepat menusuk perutnya sendiri. Ia tersedak, darah merembes membasahi pakaian lusuhnya, ia menggeram kesakitan. Tangannya masih berada di dalam sana, merogoh sesuatu di dalamnya. Sejurus kemudian, ia menarik kembali tangannya dan menggenggam segumpal cahaya. Cahaya itu berpendar seperti berlian, biru muda warnanya.

Vision Naga, itulah benda yang digenggam Shiyamada. Benda itu memancarkan aura biru yang terang.

Pigor tertegun sejenak. Ternyata ada cara seperti itu untuk mengeluarkannya. Jika demikian, maka ia tak perlu berpisah dari anaknya. Batinnya. "Akhirnya kau mengerti," Pigor berdeham puas, sedikit lengah. "Tapi dengan luka separah itu kau harus segera mendapat pengobatan." Sambungnya.

Shiyamada tak memedulikan ucapan Pigor, berjalan mendekat dengan tertatih, luka di perutnya membuat denyut menyakitkan di sekujur tubuh. Sedikit lagi.

Pigor sedikit melonggarkan bekapannya terhadap Ikiru, bersiap menerima vision naga.

"Tapi," ucap Shiyamada saat sampai di depan pigor. "INI BUKAN UNTUKMU!!!!" Teriak Shiyamada menyalurkan kekuatan itu ke dada Ikiru, menimbulkan dorongan kuat akibat tabrakan kekuatan.

Dorongan itu membuat Pigor terpental jauh menubruk puing bangunan, sementara Ikiru hanya tertolak beberapa langkah dari Shiyamada.

Pigor masih terpental diantara puing-puing, ia berusaha mengendalikan dirinya, kakinya menahan dorongan, bergesekan dengan tanah tumpuannya dan menghasilkan dua garis panjang bekas tapakan Pigor yang berusaha menahan dorongan.

"Kau!" Geram Pigor marah, ia baru menyadari rencana Shiyamada. "Kau sudah mengambil keputusan yang salah, Shi." Secercah cahaya muncul dari kedua tangan Pigor membentuk sepasang belati.

"Padahal dengan memberikan itu padaku, setidaknya anakmu bisa hidup lebih baik." Geram Pigor gemetar, berjalan mendekat ke arah Shiyamada. "Tapi kau malah memberikan kekuatan itu padanya," Pigor berhenti, mengambil ancang-ancang. "Aku, Furelder Pigor. Dengan kehormatanku, akan kupastikan kalian berdua menjemput mentari yang lebih indah esok pagi." Ucapnya, kemudian melesat bagai angin mendekati Shiyamada.

Shiyamada juga memasang kuda-kudanya, menunggu momen yang tepat. Katananya teracung ke depan, siap menghunus lawannya.

Pigor muncul di depan Shiyamada. Belum sempat ia menyerang, Shiyamada sudah menebas vertikal ke arahnya. Pigor buru-buru menangkisnya dengan belati. Reflek macam apa ini?! Tubuhnya terluka parah. Batinnya. Ia mulai curiga Shiyamada menyembunyikan sesuatu.

Sebenarnya Shiyamada bukanlah lawan yang berat bagi Pigor karena ia adalah seorang penyihir sementara Shiyamada hanyalah manusia biasa. Terlebih ia adalah penyihir hitam. Selain kapasitas mana yang besar, ia memiliki Jimat Taring Zamrud sebagai identitas penyihir hitam. Jimat itu dapat menangkal segala serangan fisik. Satu-satunya cara untuk menyentuhnya hanyalah dengan menghancurkan jimat itu.

Ini merepotkan. Batin Shiyamada menilai lawannya. Ia sangat paham posisinya. Dengan adanya jimat penangkal, ia tak dapat maju sembarangan. Ia harus menemukan jimat itu secepatnya dengan staminanya yang sangat terbatas.

Pigor mundur beberapa langkah, menjaga jarak. Padahal luka di perutnya sangat fatal, tapi dia tetap bisa bergerak dengan leluasa. Apa kondisi fisiknya saat ini hanya ilusi? Tidak, aku yakin ia benar-benar menusuk perutnya tadi. Pigor terus mencari tahu kemampuan tersembunyi lawannya.

Shiyamada langsung menerjang maju, menghujani Pigor dengan tebasan dan tusukan. Tubuhnya meliuk kesana-kemari menghindari mata belati Pigor, sesekali menangkisnya dengan katananya.

"Kau telah menghancurkan kebebasan anakmu!" Pigor menangkis tebasan ke sekian, membuat serangannya terhenti. Pigor menebas horizontal perut Shiyamada, namun berhasil ditangkis. "Apa sesulit itu melepas anakmu?" Gumam Pigor mengirim serangan, satu belatinya berhasil menusuk pinggang kanan Shiyamada.

"Aaarrgghh.." Shiyamada memekik kesakitan, tubuhnya melemas sebentar, menoleh ke arah Pigor. "Jangan menceramahku di saat kau tak tau apa-apa." Gumam Shiyamada tersiksa, pinggangnya serasa terbakar.

"Aku melakukan semua ini demi kebaikan semuanya." Pigor mencabut belatinya, lalu melakukan tebasan ganda ke dada dan paha, disusul elbow ke rahang, dan diakhiri dengan tendangan T telak menghantam dada.

Shiyamada terpental akibat tendangan, katananya terlepas dari genggaman.

Ikiru melihatnya. Shiyamada terpental jauh membentur puing-puing bangunan, kembali terpental, membentur lagi, hingga berakhir membentur pohon oak besar yang tak jauh dari puing-puing rumah, pohon itu nyaris tumbang akibat benturan Shiyamada.

"Ayah, awas! Orang itu mendekat!" Secara spontan Ikiru berseru kalap, air matanya merembes begitu saja, ia dapat merasakan degup jantungnya hingga menggetarkan seluruh tubuh.

Shiyamada tak merespon, terduduk lemas di bawah pohon oak besar.

"AYAH- BANGUN, ORANG -ITU SEMAKIN DEKAT!!!" Ikiru menjerit kalap, teriakannya tersendat oleh tangisnya yang pecah.

Pigor mengambil pedang katana yang tergeletak di tanah, berjalan mendekati pemiliknya dengan santai. Sepuluh langkah menuju Shiyamada, lima langkah, tiga langkah, Pigor berada tepat di depan Shiyamada, menatap prihatin ke arahnya yang berusaha keras memulihkan kesadarannya.

Shiyamada dapat melihat sepatu lawannya, melirik Pigor yang memegang katananya. Sejurus kemudian, ia dapat merasakan sesuatu menembus dadanya secara perlahan tapi menyakitkan.

"AAARRRGGHH!!!!".

"Apa ini sudah cukup untukmu?" Tanya Pigor dengan nada merendahkan, menancapkan katana itu lebih dalam ke dada Shiyamada. "Berkat dirimu, aku menyadari mungkin kekuatan itu bisa dikeluarkan lewat pembedahan. Dengan itu aku bisa bilang anakmu akan baik-baik saja. Nona Iris akan menjaganya untukmu."

Lagi-lagi ia menyebutnya. Batin Shiyamada menggeram menahan sakit, pedang itu makin dalam bersarang di dadanya, pandangannya menjadi buyar, tangannya gemetaran, berusaha meraih-raih sesuatu di tanah. "Hanabi sudah tiada. Kau tak dapat menipuku. Aku dan anakku akan bertahan hidup bagaimanapun caranya." Shiyamada berhasil meraih sebongkah batu. Matanya yang setengah terpejam menahan sakit terbuka. Ia melihatnya, melihat momen sesaat itu. Sayup-sayup dia bisa mendengar anaknya yang berteriak sambil terisak, memanggilnya.

"Asal kau tahu," Pigor melepas katana, memperhatikan Shiyamada lamat-lamat. "Aku tidak seperti kebanyakan penyihir hitam yang mengikuti hasrat dan ambisi mereka yang rakus. Aku ada disini atas perintah Nona Iris!" Sambung Pigor dengan penuh penekanan.

Seketika, memori lima tahun lalu kembali berputar dalam benak Shiyamada. Pertemuan pertama antara ia dan Pigor, serta insiden yang memisahkan keluarganya hingga tersisa putranya. Ia masih ingat wajah-wajah para Petinggi Manusia Alam yang membawa istrinya dengan paksa meninggalkannya bersama dua bayinya. Masih terlukis dengan sangat jelas wajah-wajah menjijikkan Keluarga Kerajaan yang merebut hak asuh putrinya dengan dalih sebagai pengganti dirinya yang gagal untuk naik takhta.

"Ini demi kebaikan semuanya." Pigor masih menatap Shiyamada.

"Berhenti," Desis Shiyamada parau, bangkit melawan arah bilah katananya menghujam sampai bilah itu menembus punggungnya. "Menyebut," Sedikit demi sedikit ia semakin dekat dengan benda itu. "Namanya!" Shiyamada meraih jubah Pigor dan menariknya hingga jatuh, menghantamkan batu yang ia genggam di tangan yang lain ke jimat penangkal Pigor di dadanya, lantas dengan kedua kakinya mendorong Pigor menjauh.

Apa!? Pigor tak siap, ia terhuyung ke depan, lalu terpental. Hal yang pertama ia sadari adalah jimat di dadanya telah hancur. Tubuhnya terhuyung ke belakang, berusah mencari keseimbangan.

"Jangan menceramahiku tentang kebaikan," Shiyamada mencabut katananya sekali tarik dan langsung menebas dada Pigor.

Sial! Pigor tak sempat menghindarinya, tebasan itu membuat luka dari rusuk kanan menuju bahu kiri. Pigor melompat mundur membuat jarak dari Shiyamada, mencengkeram sayatan yang masih segar, dari luka itu memancarkan aura merah gelap yang menciptakan sensasi menyakitkan. Ini!? Matanya membelalak, wajahnya tegang, ia baru sadar dengan satu detail kecil.

"Aku sudah muak dengan semua ini." Dari tubuh Shiyamada menyeruak keluar aura merah tua yang bergejolak, ia menggenggam katananya lebih erat. "Satu-satunya alasanku masih hidup adalah untuk melindungi putraku." Ia memasang kuda-kuda. "Dan untuk mencapainya, aku akan membunuhmu disini."