Pagi itu, medan Elaria terhampar luas, dipenuhi oleh udara yang tebal dengan ketegangan yang hampir bisa dirasakan. Pasukan pemberontak, sekitar sepuluh ribu orang, berdiri di sepanjang garis pertahanan yang telah dipersiapkan dengan teliti. Setiap langkah mereka dihitung, setiap langkah mereka direncanakan. Mereka tahu bahwa ini adalah pertaruhan hidup dan mati, dan mereka harus membuat setiap keputusan menjadi milik mereka.
Caelum berdiri tegak di depan pasukannya, matanya tajam menatap medan yang terbentang. "Ingat, kita hanya bisa menang jika kita memanfaatkan setiap keuntungan yang kita punya," kata suara Caelum yang tegas, penuh keyakinan. "Ikuti rencana ini dengan hati-hati. Jangan lengah, dan jangan biarkan musuh memojokkan kita terlalu jauh."
Pasukan pemberontak disebar dengan presisi. Di garis depan, pasukan infanteri siap menghadapi gelombang pertama serangan. Di belakang mereka, pasukan kavaleri menunggu perintah, dengan gerakan yang siap melesat seperti badai. Dua kelompok ekstra berada di sisi hutan dan pegunungan, yang akan dipimpin oleh Idris dan Geralt—Wakil Ketua Pemberontak dan Komandan Pemberontak, yang baru saja bergabung setelah pertempuran di Datatan Eldoria.
Daryn dan Torren berkeliling memeriksa barisan kavaleri, sementara Elira bersama Carl memimpin pasukan infanteri dan pemanah. Suasana pagi itu begitu padat dengan semangat, namun ketegangan tetap meliputi setiap langkah mereka. Semua tahu, ini adalah pertempuran yang akan menentukan takdir mereka. Mereka bukan hanya berperang untuk kemenangan—mereka berperang untuk bertahan hidup.
---
Siang mulai merangkak, dan kabut yang semula menutupi medan perang mulai menghilang, memberi ruang bagi pandangan yang jelas. Barisan pasukan Kekaisaran muncul di kejauhan, angka mereka sangat besar—lebih dari lima belas ribu orang. Fioris Lilium, jenderal muda Kekaisaran yang dikenal karena kecerdikannya, berdiri tegak memimpin pasukannya dengan keyakinan yang tak terbendung. Pasukan Kekaisaran yang terdiri dari ribuan prajurit yang dipersenjatai lengkap, ditambah dengan kavaleri yang siap menyerbu, menampilkan kekuatan yang jauh melampaui pasukan pemberontak yang hanya setengah jumlahnya.
Caelum berdiri tegak, matanya berkilat tajam menatap garis depan musuh. Azrin berdiri di sampingnya, matanya memancar waspada, siap menghadapi apapun yang akan datang. Mereka tahu bahwa kekaisaran datang dengan kekuatan yang besar dan mereka harus berusaha keras untuk mengalahkannya.
"Jangan ragu," Azrin berbisik, suaranya tenang, namun penuh keyakinan. "Kita sudah menyiapkan yang terbaik. Ini adalah perang yang akan kita menangkan!"
Caelum mengangguk pelan, namun jawaban yang keluar dari bibirnya datar dan penuh kalkulasi. "Betul. Kita harus menunjukkan siapa yang sebenarnya menguasai medan ini."
Dan tepat pada saat itu, Fioris Lilium muncul di garis depan pasukannya, dikelilingi oleh jenderal dan perwira yang siap untuk perang. Mereka berhenti beberapa langkah dari pasukan pemberontak, dan Fioris melangkah maju dengan kepercayaan diri yang hampir melampaui batas.
"Caelum," teriak Fioris dengan suara tinggi, mengejek dengan nada yang penuh tantangan, "Apa yang kau harapkan? Sebuah kemenangan? Mungkin ini saat yang tepat untuk meluruskan tindakanmu yang melanggar kode etik perang. Kau hanya monster yang menghancurkan segala hal tanpa pandang bulu."
Caelum menatap Fioris dengan tatapan dingin, matanya berkilau seperti mata pisau. "Kau berbicara soal kode etik perang? Kalian yang seharusnya berkaca. Lihatlah apa yang telah kalian lakukan dengan wilayah yang kalian kuasai. Pembantaian dan penindasan—itu jauh lebih buruk dari apapun yang kulakukan."
Fioris mendengus dengan penuh kebencian, namun ia tak dapat membalas kata-kata Caelum. Meski begitu, sedikit keraguan tampak di wajahnya, namun ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahan.
"Persiapkan dirimu, Caelum," kata Fioris akhirnya, dengan suara yang lebih rendah. "Kalian akan merasakan kekuatan Kekaisaran yang sesungguhnya."
Caelum hanya tersenyum sinis. "Kekaisaranmu tak akan cukup kuat untuk menghancurkan benua ini, Fioris. Tapi, mungkin pasukanmu akan belajar dengan cara yang lebih sulit."
Setelah percakapan itu, kedua jenderal kembali ke barisan mereka masing-masing, menyiapkan pasukan mereka untuk pertempuran yang tak terhindarkan.
---
Di sisi pasukan pemberontak, Torren mendekati Caelum, wajahnya serius. "Cael," katanya pelan, suaranya rendah namun tegas, "Jika kita berhasil bertahan hidup melalui semua perang ini dan melihat jatuhnya Kekaisaran... Aku ingin kita membuat bar. Aku, kau, Daryn, Elira, Carl, dan Aeris. Kita semua akan bersama, menjual ale dan makanan, selamanya bersama, mengingat dan menertawakan semua kisah yang terjadi."
Caelum menatap Torren dengan ekspresi yang datar, matanya tetap terpaku pada medan perang yang menanti. "Jangan bicara hal yang menandakan kematian begitu, Torren. Kita masih harus bertahan hidup untuk sampai ke titik itu."
Torren tertawa kecil, meskipun ada sedikit kerisauan yang tergambar di matanya. "Aku hanya ingin kita punya sesuatu yang lebih baik setelah semua ini selesai. Perdamaian yang kau dambakan."
Caelum mengangguk pelan, lalu menatap jauh ke arah medan yang terbentang. "Kita akan membuat itu menjadi kenyataan, Torren. Tapi jangan pikirkan itu sekarang. Fokus pada pertempuran di depan mata."
---
Malam itu, terompet perang berbunyi keras, memecah keheningan. Perang dimulai dengan cepat. Teriakan pasukan saling bergema, pedang dan senjata lainnya berbenturan dalam irama yang mengerikan, mengisi udara dengan gelombang darah dan kematian. Pasukan Kekaisaran, dengan jumlah yang jauh lebih besar, melaju dengan kekuatan penuh, berusaha mengepung pasukan pemberontak yang lebih kecil. Namun, Caelum dan Azrin telah menyiapkan taktik mereka.
Di medan terbuka yang luas, di mana pasukan Kekaisaran unggul dalam jumlah, pasukan pemberontak menggunakan taktik tarik-ulur dan sergapan. Pasukan pemberontak, dengan kelincahan dan kecepatan yang mereka miliki, bergerak dengan gesit, mengelabui musuh untuk mengejar mereka.
Caelum memimpin pasukannya untuk menarik musuh lebih jauh, menuju posisi yang telah disiapkan dengan cermat. Di sisi lain, pasukan kavaleri pemberontak bergerak cepat, menyerang sisi pasukan Kekaisaran. Sementara itu, barisan infanteri tampak mundur seolah-olah mereka terdesak. Kekaisaran, yang merasa yakin akan kemenangan mereka, terus mengejar pasukan pemberontak yang tampak semakin kewalahan.
Namun, ini semua bagian dari rencana Caelum.
Pada saat yang tepat, pasukan pemberontak yang tersembunyi bergerak untuk menyerang balik. Kavaleri menyerang dari samping, keluar dari sisi pegunungan kecil, sementara tembakan panah sihir dan serangan mendalam dari dalam hutan membuat pasukan Kekaisaran terpecah. Pasukan pemberontak, yang menguasai kecepatan, kini mengambil kendali.
Azrin yang memimpin barisan infanteri bersorak, "Ini adalah waktu kita!" saat pasukannya menyerbu, penuh semangat setelah melihat bahwa rencana mereka berjalan dengan sempurna.
Namun, meskipun pasukan Kekaisaran masuk dalam jebakan, mereka tidak menyerah begitu saja. Fioris Lilium, meski terperangkap, memerintahkan pasukannya untuk bertahan dan melancarkan serangan balasan dengan kekuatan penuh. Kavaleri Kekaisaran meluncurkan serangan ke sayap pasukan pemberontak, mencoba merebut kembali kendali.
Pertempuran berlangsung dengan brutal, darah mewarnai medan yang luas. Pasukan Kekaisaran bertempur dengan gigih, namun pasukan pemberontak yang lebih gesit dan lebih tangkas terus menguasai medan. Caelum memimpin serangan di garis depan, memusatkan seluruh kekuatan pemberontak untuk menahan serangan balik besar-besaran dari Kekaisaran.
Seiring berjalannya waktu, medan perang semakin kacau, namun pasukan pemberontak mulai mengendalikan arus pertempuran, meskipun harga yang harus dibayar sangat mahal.