Pagi itu, matahari perlahan naik dari ufuk timur, sinarnya menyentuh dinding-dinding kokoh Fort Grynnar, memberikan kedamaian yang seolah bertentangan dengan hiruk-pikuk benteng yang penuh aktivitas. Angin pagi yang sejuk bertiup, membawa kesejukan yang kontras dengan hiruk-pikuk latihan pasukan pemberontak di halaman terbuka. Di sudut lain, Caelum berdiri memegang pedang kayu, matanya tajam mengawasi Aeris yang bersiap untuk latihan.
Aeris mengenakan pakaian pelatihan ringan, mata penuh semangat. Ketika ia mendekat, Caelum mengangguk pelan, wajahnya sedikit lebih cerah daripada biasanya.
"Siap, Master?" tanya Aeris dengan senyum cerah, meski ia tahu Caelum lebih sering menjaga jarak.
"Tentu, maju," jawab Caelum dengan santai, meskipun di dalam hatinya ada perasaan hangat yang ia sembunyikan. Mereka pun mulai bertukar pukulan, memulai latihan tanding. "Kamu perlu mengasah kecepatanmu lebih, jangan hanya mengandalkan kekuatan," kata Caelum sambil mengamati postur Aeris.
Aeris mengangguk dan melangkah maju, mencoba untuk meniru gerakan Caelum. Setiap kali Aeris melakukan kesalahan, Caelum memberikan koreksi singkat, tegas namun memberi semangat. Sesekali, ketika Aeris berhasil melakukan gerakan dengan sempurna, Caelum memberinya sedikit pujian. Aeris merasa bangga setiap kali mendapat pujian, meski itu jarang keluar dari mulut Caelum.
"Apa yang harus aku perbaiki, Master?" tanya Aeris dengan napas sedikit terengah setelah beberapa menit berlatih.
"Tanganmu, posisikan sedikit lebih tinggi. Jika terlalu rendah, seranganmu akan mudah dibaca," jawab Caelum dengan pandangan tajam, terus mengawasi setiap gerakan Aeris.
Aeris menatapnya sejenak sebelum mencoba lagi, kali ini dengan lebih fokus. "Bagaimana dengan sekarang?" tanyanya, senyum cerah menghiasi wajahnya.
Caelum tersenyum tipis. "Lebih baik, tapi ingat, kecepatan lebih penting daripada kekuatan di Teknik Moonblade Sword Dance. Gerakan yang cepat dan tajam adalah kuncinya."
Aeris tertawa pelan, matanya berbinar. "Aku akan berlatih lebih keras, Master Cael." Nada manja terdengar dalam suaranya, membuat Caelum sedikit canggung, meskipun ia tetap tidak menunjukkan perasaan itu di wajahnya.
Caelum mengangguk sambil tersenyum tipis. "Tentu, kau harus," jawabnya, meskipun dalam hatinya ia merasa sedikit tersentuh. "Tapi jangan lupa, melatih pikiranmu juga penting, bukan hanya tubuhmu."
Aeris tersenyum lebar, dan mereka melanjutkan latihan dengan semangat. Udara pagi yang segar tampaknya ikut mengiringi langkah mereka.
---
Sore hari, Caelum berjalan menuju ruang rapat benteng, matanya tajam dan penuh fokus. Ia mencari Azrin dan Elira untuk menanyakan kelanjutan rencana yang melibatkan perdagangan melalui perantara, yang akan memberikan keuntungan penting bagi pemberontak.
Azrin, yang sedang memeriksa peta dan dokumen, segera mengangkat wajahnya saat Caelum memasuki ruangan. "Cael," sapanya singkat, memberi ruang bagi Caelum untuk duduk di dekat meja.
Caelum duduk tenang, menatap Elira yang juga ada di sana, siap dengan pertanyaan lebih lanjut. "Bagaimana dengan rencananya? Apakah berjalan sesuai harapan?"
Elira mengangguk. "Sudah dimulai. Kami berhasil menemukan pedagang yang cukup dapat dipercaya meski harus membayar lebih mahal. Mereka akan membawa dan menjual pasokan senjata dan makanan dengan harga lima kali lipat dari harga normal. Pasokan itu sangat dibutuhkan Kekaisaran."
"Hmm, lanjutkan lebih rinci," sambung Caelum, ingin memastikan detailnya.
Azrin menjelaskan, "Kami menggunakan jaringan pedagang yang sudah lama kami jalin, yang juga memiliki koneksi dengan beberapa pejabat Kekaisaran yang ingin memanfaatkan perdagangan ini untuk keuntungan pribadi mereka. Kami memberi mereka keuntungan besar untuk menjaga kelancaran pengiriman barang dan menjanjikan hubungan yang lebih baik setelah pemberontakan berhasil."
Caelum mengangguk pelan, berpikir. "Jadi, ini langkah yang aman? Kita tidak akan tertangkap dalam permainan ini?"
"Rencananya solid," jawab Elira. "Pedagang yang terlibat sudah tahu betul risiko yang ada. Kami juga memanfaatkan pergeseran pasar dan harga yang sedang tinggi, yang akan membuat transaksi ini terlihat sah di mata Kekaisaran."
"Bagus," ujar Caelum singkat. "Kita harus memastikan tidak ada celah dalam transaksi ini. Pergerakan Kekaisaran semakin cepat, dan kita butuh emas itu."
---
Malam itu, suasana di Fort Grynnar sangat tenang. Bintang-bintang di langit begitu terang, menyinari pemandangan yang damai di luar benteng. Namun, bagi Caelum, kedamaian itu hanya sementara. Ia berdiri di atas dinding, menatap langit yang luas, merenung.
"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumamnya pelan, matanya memandangi bintang-bintang di atasnya. Keheningan malam semakin membuatnya terhimpit oleh beban yang ia bawa.
Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul di sampingnya. Sebuah sosok samar berdiri diam, hanya menatapnya. Caelum mengenali sosok itu, meskipun hanya bayangannya yang tampak. Itu adalah ibunya, wajahnya yang penuh kasih namun kini terlukis dengan bayang-bayang keputusasaan.
Caelum menelan ludah, hatinya terasa sesak. "Ibu... kenapa aku merasa begitu kosong?" Ia berbisik pelan, matanya memandang ibunya. Meskipun itu hanya bayangan, perasaan kesepian itu tak bisa ia hindari. Hatinya terasa hampa, meskipun ia mencoba mengisi kekosongan itu, demi menjaga kondisi mentalnya.
---
Malam berikutnya, suasana ruang latihan benteng Grynnar lebih hidup. Aeris, Caelum, dan Elira berlatih dengan keras. Aeris melesat dengan kecepatan mengagumkan, sementara Elira tampak lebih percaya diri dalam setiap gerakan pedangnya, mencoba hal lain selain panah.
Caelum, meskipun keras, tak bisa menahan tawa kecil melihat Aeris yang terus-menerus tergelincir saat berusaha mengikuti gerakan yang lebih sulit.
"Ah, sudah kubilang kan? Kamu masih perlu latihan lebih banyak!" kata Caelum dengan nada sarkastis, meskipun senyum tipis tersungging di wajahnya.
Aeris tersenyum canggung. "Aku bisa melakukannya, Master Cael! Aku hanya perlu lebih banyak waktu!"
Elira tertawa ringan. "Sepertinya kita harus mengikat Aeris ke pohon dan memaksanya berlatih lebih keras," katanya sambil berlari mengelilingi Aeris.
"Jangan khawatir, Master. Aku akan membuatmu bangga!" Aeris melesat lagi, kali ini dengan lebih cepat dan penuh semangat.
Caelum hanya menggelengkan kepala, namun senyum kecil di wajahnya tak bisa disembunyikan. "Aku ingin melihat kemajuanmu, bukan hanya semangat kosong."
Caelum merasakan sedikit kehangatan saat bersama mereka. Mungkin inilah yang dia cari, sesuatu untuk mengisi kekosongan hatinya. Namun, pintu tempat latihan terbuka pelan, seorang prajurit memanggil Caelum dan Elira untuk menghadiri pertemuan penting. Seketika perasaan hangat itu menghilang, diiringi tawa Aeris yang memudar menjadi kekecewaan.
---
Malam itu, sebuah pertemuan besar kembali digelar di ruang rapat. Caelum, Azrin, Elira, dan beberapa pejabat pemberontak lainnya berkumpul untuk membahas pergerakan pasukan Kekaisaran yang semakin cepat.
"Informasi terbaru, pasukan Kekaisaran akan tiba lebih cepat dari perkiraan," kata Azrin, membuka pertemuan dengan serius. "Pemimpin mereka, Fioris Lilium, mempercepat perjalanan mereka dan diperkirakan mereka akan sampai dalam empat hari."
Caelum menatap mereka semua dengan tatapan tajam. "Kita akan bergerak besok," ujarnya tegas, meskipun pasukan pemberontak hanya berjumlah sekitar 10.000.
Elira terdiam sejenak. "Menghadapi 15.000 pasukan di medan terbuka... apakah itu pilihan yang bijak, Caelum?"
Caelum menatapnya dengan penuh keyakinan. "Kadang kita tidak punya pilihan selain bertarung walaupun pertarungannya terlihat mustahil. Mereka mungkin lebih banyak, tapi kita punya kecepatan dan taktik yang sudah disiapkan dengan matang di pihak kita. Kita akan memenangkan perang ini, dengan atau tanpa jumlah yang lebih banyak."
Azrin menambahkan, "Saya setuju. Kita harus bertindak cepat dan tepat. Kita tidak bisa memberi mereka waktu untuk memperkuat posisi."
Pertemuan itu berlanjut, dengan strategi dan rencana pertempuran yang dijelaskan kepada semua pemimpin regu. Satu hal yang jelas—besok, pemberontak akan bergerak, dan perang besar akan segera dimulai.