Di tiga titik strategis yang kini berada di tangan pasukan pemberontak—Eldoria, Fort Vallaris, dan Fort Grynnar—keadaan perlahan mereda. Meski Fort Grynnar masih terhimpit sisa-sisa kekacauan dari pertempuran yang baru saja berlalu, tempat ini kini berfungsi sebagai pusat logistik yang krusial. Sementara itu, di Fort Vallaris dan Eldoria, pasukan pemberontak terus memperkuat pertahanan mereka dengan disiplin yang tak tergoyahkan, membuat kedua benteng tersebut menjadi titik-titik kunci bagi pergerakan selanjutnya. Para pemberontak mulai merasakan bahwa mereka kini memiliki keunggulan. Meski tantangan yang menghadang di depan mata terasa begitu berat, sebuah rasa percaya diri mulai tumbuh di antara mereka.
Di ruang rapat yang dipenuhi oleh peta dan tumpukan dokumen, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Azrin, Carl, Vera, dan Elira duduk mengelilingi meja besar, merencanakan langkah berikutnya. Mereka tengah menyiapkan sebuah kesepakatan besar dengan pedagang pihak ketiga yang akan menjadi perantara mereka dalam menjual persediaan ke Kekaisaran.
Azrin membuka percakapan dengan nada serius, "Kita harus pastikan bahwa pasokan ini dijual ke Kekaisaran dengan harga lima kali lipat dari harga normal. Ini adalah kesempatan besar, terutama karena Kekaisaran tengah menghadapi krisis pangan. Namun, kita harus berhati-hati."
Carl, yang tampaknya lebih santai, tersenyum lebar. "Sepertinya kita sedang bermain dengan api, Azrin. Tapi jika ini berhasil, keuntungan yang bisa kita dapatkan akan sangat besar, dan itu akan memperkuat pasukan kita."
Vera, yang sejak awal memperhatikan dengan seksama, berbicara dengan nada serius. "Kita harus memastikan bahwa pedagang ini dapat dipercaya. Tidak ada ruang untuk pengkhianatan. Harga yang terlalu tinggi bisa menghancurkan seluruh rencana kita."
Elira, yang sejak tadi terdiam, akhirnya membuka mulut. "Kita juga harus mengingat detail kecilnya. Pedagang ini harus tahu siapa yang mereka hadapi. Mereka akan menjadi musuh Kekaisaran tanpa mereka sadari."
Azrin menatap Elira sejenak, lalu mengangguk. "Kamu benar, Elira. Kita akan berbicara dengan mereka dalam bahasa yang mereka pahami—uang dan kekuatan."
Carl tertawa pelan. "Sederhana. Cukup beri mereka imbalan yang besar dan mereka akan lupa akan semua masalah mereka."
Vera menambahkan dengan nada lebih tegas, "Tapi kita harus hati-hati. Satu langkah salah dan kita bisa kehilangan banyak uang."
Azrin menjawab dengan keyakinan, "Aku yakin kita bisa mengatur ini dengan rapi. Tidak ada yang akan salah."
Di luar benteng Grynnar, kota yang mulai pulih dari kekacauan pertempuran terlihat kembali hidup. Aeris, yang sudah cukup lama menggerogoti perhatian Caelum, kali ini berhasil menarik lengannya untuk berjalan bersamanya. Meskipun Caelum lebih memilih untuk fokus pada persiapan perang, ia tak bisa menolak untuk melayani keinginan Aeris.
Aeris menatapnya dan menggigit bibirnya, berusaha mempercepat langkah Caelum. "Master Cael, ayo cepat sedikit! Kenapa kamu berjalan begitu pelan?"
Caelum, meski sedikit kesal, tetap tersenyum tipis. "Kamu yang terlalu cepat, Aeris. Ini bukan lomba lari."
Aeris tertawa. "Tapi aku bosan, Master! Setelah semua pertempuran itu, aku hanya ingin jalan-jalan santai. Kenapa kamu tak pernah santai sedikit saja? Ada hal-hal baik selain perang."
Caelum mendengus pelan, meskipun dalam hatinya ia merasakan kenyamanan berada di tempat yang lebih tenang ini. "Aku lebih suka menikmati ketenangan di kamarku. Tapi untuk sekarang, aku akan menuruti keegoisanmu. Tapi ingat, aku tidak bisa lama, Aeris. Ada pertemuan penting yang harus aku hadiri."
Aeris mendekat dan berputar di sekitar Caelum, tampak semakin ceria. "Ayo, kita tidak perlu berpikir tentang itu sekarang! Cobalah sedikit menikmati hidup. Cobalah tertawa."
Caelum melemparkan pandangan tajam, tetapi senyum kecil tetap muncul di bibirnya. "Aku sedang tidak ingin tertawa, Aeris."
"Kenapa? Kamu terlalu serius, Master. Aku ingin melihat sisi lain dari dirimu," jawab Aeris dengan senyum nakal yang mengembang di bibirnya.
Caelum terdiam sejenak, tampak berpikir, sebelum akhirnya menjawab dengan perlahan. "Mungkin aku akan mencoba, jika kamu berhenti menarik-narikku seperti ini."
Aeris mendekat, menggenggam lengan Caelum dengan erat. "Bagaimana kalau kita berjalan sampai ke sungai? Aku ingin melihat matahari terbenam, Master Cael!"
Caelum hanya mengangguk pelan, dan tanpa banyak berkata-kata, ia mengikuti langkah Aeris. Mereka berbincang ringan, Aeris bercerita tentang masa kecilnya, sementara Caelum sesekali memberikan komentar singkat. Meski tak terlalu tertarik, senyum kecil tak bisa ia tahan.
Ketika mereka mulai kembali ke kastil, Caelum berhenti sejenak. "Aeris, kembali berlatih. Kita tidak bisa terus-terusan bersenang-senang seperti ini."
Aeris mengerutkan dahi, kecewa. "Tapi... Kau bisa mengawasi aku, kan? Aku ingin berlatih bersamamu, Master."
Caelum menggelengkan kepala, ekspresinya serius namun lembut. "Maaf, tidak bisa. Seperti yang kubilang, aku ada pertemuan malam ini. Berlatihlah sendiri untuk saat ini."
Aeris menatapnya dengan sedikit kecewa, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan berlatih sendiri. Tapi kamu harus janji untuk mengawasiku besok."
Caelum hanya tersenyum tipis. "Aku janji, tapi jangan berharap terlalu banyak."
Aeris tertawa pelan. "Tentu, Master Cael. Aku menunggunya."
---
Malam itu, suasana rapat di Fort Grynnar dipenuhi ketegangan yang memuncak. Di tengah meja besar, peta Kekaisaran terbentang, dan semua mata tertuju pada laporan intelijen yang baru saja diterima—Kekaisaran, di bawah komando Fioris Lilium, sedang bergerak dengan kekuatan 15.000 prajurit terlatih.
Azrin yang pertama membuka percakapan dengan nada rendah, "Kekaisaran akan menyerang dengan pasukan jauh lebih besar dari yang kita duga. 15.000 prajurit. Pasukan kita, meski kuat, hanya berjumlah sekitar 10.000. Ini bukan pertempuran yang seimbang."
Vera mengangguk pelan, matanya mengamati peta yang terbuka di hadapannya. "Medan terbuka di Padang Elaria tidak memberi kita banyak keunggulan. Kita lebih suka bertempur di medan yang kita kendalikan, bertahan di benteng mungkin lebih menguntungkan, tapi itu tidak bisa kita lakukan kali ini."
Carl, dengan senyum penuh antisipasi, berkata, "Kita harus menemukan cara untuk mengecoh mereka. Kita tak bisa terjebak dalam pertempuran langsung."
Caelum menatap mereka dengan tenang, tatapannya tajam seperti pedang yang siap digunakan. "Kita akan bertempur di medan terbuka. Walaupun ini tidak menguntungkan, ada banyak cara untuk mengalahkan mereka, meskipun risikonya besar."
Azrin tampak bingung, mengerutkan dahi. "Caelum, ini sangat berisiko. Apa rencanamu? Bagaimana kita bisa menang di dataran luas yang terbuka? Kita tidak bisa bertahan di Grynnar, benteng ini tidak boleh rusak."
Caelum melangkah mendekat ke peta dan menunjuk beberapa titik di Padang Elaria. "Medan ini justru memberi kita beberapa keuntungan tersembunyi. Fioris akan bergerak dengan formasi standar—pasukan utama di depan, sayap kiri dan kanan. Kita akan bergerak duluan, mengamankan posisi, dan memanfaatkan medan untuk menggoyahkan formasi mereka."
Vera, meski ragu, berbicara dengan yakin. "Tapi pasukan kita tidak cukup untuk melawan formasi besar mereka. Kita akan melawan mereka secara langsung?"
Caelum tersenyum tipis. "Kita tidak akan melawan mereka secara langsung. Kita akan menggunakan taktik penggiringan, mengalihkan perhatian mereka dengan gerakan cepat, dan menyerang sayap mereka. Kita akan menciptakan kebingungannya, lalu menggunakan pasukan ringan kita untuk merusak keseimbangan mereka. Begitu mereka terpecah, kita baru melancarkan serangan utama."
Carl mengangguk, mengerti dengan cepat. "Jadi kita akan memecah fokus mereka, membuat mereka terpecah, sebelum akhirnya melancarkan serangan yang lebih terpusat."
Caelum menatap Azrin. "Pasukan kita sedikit, tapi kita lebih gesit. Kita akan bergerak cepat, menyerang dan menghilang sebelum mereka bisa mengatur pertahanan mereka. Ketika mereka terpecah, kita serang mereka habis-habisan."
Azrin berpikir sejenak, mengangguk dengan penuh rasa percaya. "Kau benar, taktik ini bisa berhasil. Kita harus menjaga agar mereka tidak menyadari rencana kita sampai waktunya tiba."
Vera menatap Caelum dengan rasa kagum, meskipun dia tidak sepenuhnya setuju dengan metode ini. "Sangat berisiko, tapi jika berhasil, kita bisa mengalahkan mereka."
Caelum berdiri, matanya penuh determinasi. "Keberhasilan tidak datang tanpa risiko. Mereka mengira kita lemah, dan kita akan membuat mereka percaya itu—sampai kita menghancurkan mereka."
Semua orang terdiam sejenak, memikirkan strategi yang baru saja diajukan Caelum. Meskipun berisiko, itu adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk mengalahkan pasukan Kekaisaran yang lebih besar.
"Baiklah," kata Azrin, "kita akan mengikutinya. Tapi kita perlu persiapan yang matang untuk memastikan taktik ini berhasil."
Caelum mengangguk. "Kami akan menunggu perintah terakhir darimu. Sekarang, aku akan kembali ke ruanganku."
---
Keesokan harinya, setelah rapat yang menguras otak, Caelum duduk sendirian di pinggiran sungai dekat Fort Grynnar. Torren yang melihatnya segera mendekatinya dengan langkah hati-hati, lalu duduk di sampingnya.
"Naah, Cael. Aku ingin bertanya," kata Torren dengan suara pelan.
Caelum menoleh ke arahnya dan mengangkat alis. Sedikit terkejut. "Tanyakan saja, kenapa meminta izinku?"
Torren tertawa pelan. "Hahaha, yah ini pertanyaan yang tidak berhubungan dengan perang ini. Aku ingin bertanya, bagaimana menurutmu? Apa yang akan kau lakukan di masa depan? Setelah kita berhasil menjatuhkan Kekaisaran?"
Caelum terdiam sejenak, kemudian menjawab dengan suara rendah. "Entahlah, jika ditanya. Mungkin aku hanya ingin kedamaian."
Torren tersenyum, tetapi senyumnya penuh keraguan. "Kedamaian... Di dunia ini? Aku tidak tahu apakah itu mungkin, Cael."
Caelum menatap sungai yang mengalir tenang. "Mungkin kedamaian itu hanya sebuah ilusi, Torren. Tapi aku tidak tahu lagi. Mungkin aku hanya ingin berhenti berperang, hidup tenang dan berhenti menjadi monster yang terus-menerus membunuh."
Torren menatap sahabatnya, matanya penuh empati. "Aku tahu, Cael. Kadang aku merasa kita terlalu jauh dari kedamaian itu. Tapi harus menyelesaikan perang ini kan? Kita sudah terlalu dalam terjebak dalam perang ini. Baru setelah semua itu, kita akan mencari kedamaian itu Cael."
Caelum mengangguk pelan, tatapannya kosong. "Kita tidak bisa melihat masa depan, Torren. Tapi... aku berharap, setelah semua ini selesai, kita bisa menemukan hal baik."
Torren terdiam, merasakan keheningan yang membalut mereka. "Aku berharap begitu, Cael. Aku berharap begitu."