Di dalam Fort Grynnar, pertempuran semakin brutal. Pasukan Kekaisaran, yang dipimpin oleh sisa-sisa pasukan Lord Darius, kini telah dipenuhi dengan amarah yang membara. Mereka menyaksikan dengan ngeri saat Caelum memengg*l dan menancapkan kepala Lord Darius di ujung tombaknya—sebuah pemandangan yang mengerikan, apalagi dengan tiga tengkorak lainnya yang telah terpasang sebelumnya: Zerek, Krenor, dan Marcus. Kini, tombak itu menjadi simbol kekejaman dan terror yang menakutkan, membawa pesan yang jelas bagi siapa pun yang berani menghalangi Caelum.
Pasukan Kekaisaran yang menyaksikan kejadian itu mengamuk. Mereka yang masih hidup dan tersisa di benteng ini, dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian yang membara. Mereka tak peduli lagi dengan taktik atau strategi, hanya ingin membalas dendam atas kematian Lord Darius.
Di sisi pemberontak, Caelum tidak merasa gentar sedikit pun. Senyuman dingin terus menghiasi wajahnya saat melihat tombak berujung tengkorak yang ia bawa. Ia merasa semakin berkuasa, semakin gila, semakin membenci Kekaisaran. Setiap langkahnya semakin dalam, semakin maju, dan darah yang mengalir semakin banyak. Ia hanya tertawa terbahak-bahak, menikmati setiap momen kehancuran yang ia bawa.
"Ayo, kalian pengecut, datanglah!" teriak Caelum, suaranya penuh dengan ejekan.
Di belakangnya, Elira, Aeris, Daryn, dan Torren bergerak mengikuti dengan langkah yang lebih hati-hati. Setiap gerakan mereka diwarnai dengan ketegangan. Mereka tahu bahwa ini bukan sekadar pertempuran biasa. Ini akan menjadi pembantaian yang tak terhindarkan.
---
Saat pasukan Kekaisaran yang tersisa mulai bergerak, mereka menerjang maju, berusaha mengalahkan pasukan pemberontak dengan kekuatan dan amarah mereka. Serangan datang dari berbagai arah, tetapi Caelum dengan tombaknya yang baru dihiasi kepala Darius, berusaha memimpin dengan kegilaan yang menular. Setiap kali tombak itu beradu dengan pedang atau perisai musuh, kepala-kepala yang terpenggal terlempar ke udara, meninggalkan darah yang memercik kemana-mana.
Akan tetapi, meskipun amarah dan keputusasaan mendominasi pasukan Kekaisaran, mereka tidak bisa menghentikan gerakan para Pemberontak. Dengan taktik cerdas Caelum, mereka berhasil menerobos pertahanan musuh. Namun, pasukan Kekaisaran yang terus berdatangan dan kekuatan mereka yang besar, mulai membuat pasukan pemberontak terdesak.
Di tengah pertempuran yang berlangsung sengit, Aeris—yang meskipun baru pertama kali berperang—berhasil menunjukkan kualitas dirinya. Aeris menghindari serangan musuh dengan gesit dan memanfaatkan keahliannya teknik berpedangnya dalam bertarung. Elira yang berada di sisi Aeris, memberikan dukungan dengan tembakan panah yang mematikan. Bahkan dengan pengalaman yang masih kurang, Aeris sudah bisa bertarung dengan baik, memotong lawan demi lawan dengan pedang yang ia genggam, meskipun dia tetap merasakan keraguan akan kemampuannya di dalam hatinya.
"Aeris, kamu hebat!" teriak Elira, sambil memberikan senyum yang bisa membuat Aeris merasa lebih baik. Tetapi senyuman itu cepat memudar saat mereka melihat lagi ke medan pertempuran yang penuh dengan gerombolan musuh.
Sementara itu, Daryn dan Torren terus berjuang dengan gigih, melindungi sesama pemberontak dan berusaha mengepung musuh dari sisi lain. Keberanian mereka semakin terlihat saat mereka bertarung tanpa rasa takut.
"Jangan berhenti! Lanjutkan!" teriak Torren, tubuhnya yang besar menghantam musuh dengan palu raksasa, sementara Daryn bergerak dengan cepat, menebas siapa saja yang mencoba mendekat.
---
Namun, meskipun pasukan Kekaisaran semakin terdesak, Caelum menyadari bahwa kemenangan mereka tidak akan datang dengan mudah. Pasukan Kekaisaran terus bertahan dengan kekuatan yang luar biasa. Lord Darius mungkin sudah tumbang, tetapi mereka masih punya banyak prajurit terlatih yang siap bertempur habis-habisan. Kepercayaan diri pasukan pemberontak pun semakin menipis.
"Kalian tidak akan pernah menang, Caelum!" teriak salah satu prajurit Kekaisaran, yang melihat Caelum dengan pandangan penuh kebencian.
Caelum, dengan tatapan tajam, bergerak maju, menembus barisan musuh yang semakin terdesak. Dia menyerang tanpa ampun, seolah-olah setiap langkahnya adalah langkah terakhir dalam kehidupan seorang ksatria.
"Kalian akan tahu rasa kekalahan sejati, Kematian!" teriaknya, dengan suara menggelegar, saat ia melanjutkan serangannya. Pasukan Kekaisaran yang melihat kepala Lord Darius terpotong dan dijadikan hiasan tombak dengan cara yang begitu kejam, semakin terpukul dan merasa takut. Mereka mulai ragu, namun Caelum tahu bahwa kemenangan sejati hanya akan datang jika mereka semua mati, bukan hanya sekedar takut.
-
-
Ketika Caelum memasuki area lebih dalam di dalam benteng, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Di satu titik, pasukan pemberontak yang terlalu percaya diri ternyata mulai memasuki perangkap besar yang dipasang oleh pasukan Kekaisaran. Barion keponakan Lord Darius dan pasukan elit Kekaisaran tiba-tiba muncul dari balik dinding dan menghalangi jalan mereka. Caelum, yang telah terlalu jauh maju, terjebak di tengah pertempuran yang semakin tak terkendali.
---
Caelum merasa saat ini adalah titik penting dalam peperangan ini. Pasukan Kekaisaran yang dipimpin oleh Barion mencoba mengepungnya. Mereka mengelilingi Caelum dengan taktik yang cerdik, menutupi setiap celah dalam formasi mereka. Namun, Caelum tidak gentar.
"Ayo, Maju! Kita lihat siapa yang bertahan!" teriak Caelum, sambil mengangkat tombaknya yang sudah dipenuhi darah.
Dengan satu gerakan tajam, Caelum menyerang Barion, dan serangan mereka saling berbenturan dengan kekuatan yang luar biasa. Pedang dan tombak beradu, menciptakan percikan api dan cahaya.
Sementara itu, Daryn dan Torren yang menyusul, berusaha mengalahkan pasukan Kekaisaran yang terus berusaha mengepung Caelum. Keadaan semakin kacau, dan pertempuran menjadi sangat panas. Setiap langkahnya, Caelum merasa bahwa kemenangan ada di ujung tombaknya.
Namun, saat Barion terpojok dan pasukan Kekaisaran terpaksa mundur, mereka menemukan keajaiban. Para pemberontak berusaha menguasai benteng itu, namun pasukan Fort Grynnar yang tersisa dari luar menyerang dengan amarah yang semakin membara. Caelum tersenyum puas.
"Aku ingin kalian semua tahu apa yang akan terjadi setelah ini!" teriak Caelum, sebelum akhirnya mengangkat tombaknya yang penuh dengan kepala para pemimpin musuh.
Dengan itu, pertempuran kembali berlanjut dengan sengit. Caelum tertawa terbahak-bahak saat melihat pasukan Kekaisaran yang mencoba bertahan, namun tidak berhasil.
Barion yang terpojok tetap gigih bersama sisa pasukannya, melawan Caelum dengan amarah yang menggebu-gebu, Caelum baru memperhatikan, melihat Bairon menggunakan Helm Pelindung khusus bangsawan Kekaisaran. "Helm itu... Jangan-jangan kau anaknya Lord Darius?!" Caelum bertanya dengan nada mengejek sambil tertawa keras.
"Dia pamanku dasar iblis gila!" Teriak Barion
Menjawab pertanyaan Caelum. "Ohh, begitu, kalau begitu kau pasti menginginkan ini." Caelum menurunkan tombaknya. Barion yang melihat Caelum berhenti dan menurunkan tombaknya kebingungan, berfikir apa yang dilakukan orang gila ini?
"Nih" Caelum melemparkan kepala lord Darius dengan santai kepada Barion.
Melihat kepala Pamannya menggelinding di lantai Bairon menggigit bibir, tangannya menarik pedang dengan penuh kekuatan.
"Kau.. Dasar IBLISS!!!" Bairon yang tersulut amarah menerjang kearah Caelum tanpa berfikir, matanya menangis mengeluarkan darah, emosinya meluap, ekspresi kemarahaannya membuat semua urat diwajahnya menonjol saat ini dia hanya ingin kepala Caelum seorang.
Melihat Bairon yang menerjang Caelum Aeris kaget dan mencoba menghentikannya, Aeris menabraknya dari samping menebas tiga kali dengan cepat, melukai tangan dan kaki Bairon.
"Kekaisaran biadap! Apa yang kau coba lakukan pada Cael?" Aeris menatap Bairon dengan kebencian yang kuat.
"Kenapa berhenti? Bun*h dia, Aeris" Sela Caelum dengan tatapan tajam mengarah ke Aeris. Aeris yang merasakan tatapan Caelum berbalik melihat Bairon yang kesulitan untuk bangkit. Ia menarik pedangnya, menusukannya sekuat tenaga kearah leher Bairon.
Sisa pasukan dan pengawal Bairon di habisi dengan cepat oleh Torren dan Daryn yang sejak tadi menanti momentum, seluruh pasukan kekaisaran di Fort Grynnar telah jatuh.
---
Pertempuran berakhir dengan kemenangan bagi pasukan pemberontak. Namun, kemenangan itu datang dengan harga yang sangat tinggi. Caelum yang penuh darah, membawa tombak berhias kepala, tersenyum lebar, meskipun ada rasa kesepian dan kelelahan yang mendalam di dalam dirinya.
Kemenangan ini membawa hasil yang sangat memuaskan, Aeris—yang masih merasa kaget tentang tindakan kejam yang dilakukan—menyaksikan Caelum dengan perasaan bercampur. "Ternyata Caelum sesuai rumor yang beredar, dia bukan hanya mengalahkan Kekaisaran tapi membun*h mereka tanpa ampun." Gumam Aeris pada dirinya sendiri, Tersenyum kagum, obsesinya pada Caelum yang menghancurkan musuh nya mulai tumbuh.
"Master Cael... apakah seperti ini cara kita berperang?" tanya Aeris, dengan suara pelan, tetapi penuh ketegangan dan rasa kagum yang aneh dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Caelum berhenti sejenak, menatap Aeris dengan mata yang penuh tekad. "Benar ini adalah cara kita berperang, Aeris. Kita tidak akan menang dengan cara yang adil, tetapi kita akan menang dengan cara apapun! Entah itu membakar hutan, mem*nggal kepala anak dihadapan ayahnya.. semua akan kulakukan demi kemenangan!"
Namun, di dalam hatinya, Caelum tahu bahwa setiap kemenangan ini akan selalu dibayangi oleh rasa bersalah dan rasa kehilangan yang semakin dalam.