Kehidupan di pasukan pemberontak semakin teratur seiring dengan perkembangan pasukan yang terus berkembang. Caelum merasa bahwa mereka harus terus memperkuat pasukan mereka. Meskipun Fort Grynnar tetap menjadi tujuan utama mereka saat ini, Caelum tahu bahwa mereka harus mempersiapkan serangan yang lebih cermat dan lebih besar. Keberhasilan mereka sejauh ini didasarkan pada pergerakan taktis yang mengejutkan, tetapi untuk melawan pasukan Lord Darius Grynnar yang terdiri dari 8.500 orang, mereka membutuhkan lebih banyak kekuatan.
Hari-hari mereka dipenuhi dengan perekrutan dan pelatihan intensif. Pasukan pemberontak terus berkembang, dan dalam waktu beberapa bulan, mereka berhasil menambah jumlah pasukan mereka hingga 10.000 orang. Dari petani tertindas yang ingin melawan Kekaisaran, orang-orang dari negara yang jatuh, hingga mereka yang terlahir sebagai pejuang, mereka semua digabungkan menjadi satu kekuatan besar yang dipimpin oleh Azrin.
"Kita harus memastikan bahwa kita bisa mengalahkan benteng ini dengan kekuatan yang kita miliki. Pasukan kita yang kurang terlatih akan melawan pasukan yang lebih kuat, dan medan disana adalah keuntungan besar kita," kata Caelum dengan serius, berdiri di depan peta yang besar, menunjukkan Fort Grynnar yang menjadi target utama mereka.
Di sekelilingnya, Azrin, Carl, Torren, Daryn, Elira,Vera dan beberapa petinggi pemberontak lainnya duduk serius, memerhatikan setiap kata yang diucapkan Caelum. Pasukan mereka terus berkembang, Caelum tahu bahwa mereka tidak bisa hanya mengandalkan jumlah. Taktik yang cerdik dan strategi yang solid adalah kunci mereka untuk bertahan dan menang.
Namun, meskipun kemajuan itu positif, Caelum tidak hanya menghadapi musuh di luar, tetapi juga perasaan dendam yang semakin mendalam.
-
-
Aeris, gadis muda yang baru bergabung dengan pemberontak, menjadi sorotan perhatian Caelum. Dia melihat dirinya pada diri Aeris—seorang gadis muda yang dipenuhi dengan kebencian dan keinginan untuk membalas dendam.
Untuk itu, Caelum memutuskan untuk melatihnya, tetapi bukan hanya pelatihan fisik. Aeris harus memahami betul arti dari pertempuran dan strategi, dan untuk itu, Caelum memutuskan untuk mengajarkannya langsung.
-
---
-
Setiap pagi, setelah latihan fisik, Caelum memimpin Aeris melalui serangkaian pelatihan yang sangat intens. Aeris, dengan rambut silver panjang dan mata merah menyala, adalah gambaran dari kebenciannya yang sama terhadap Kekaisaran, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di matanya—sesuatu yang Caelum tidak bisa lewatkan.
Untuk pelatihan pedang, Caelum memberikan arahan langsung. Gerakannya cepat dan terkoordinasi, menekankan pentingnya teknik dan kecepatan.
"Pikirkan setiap gerakan. Setiap tebasan adalah perpanjangan dari keputusanmu. Tidak hanya fisik, tetapi pikiranmu yang akan menentukan apakah kamu hidup atau mati," kata Caelum, mengamati setiap gerakan Aeris dengan seksama.
Daryn membantu Aeris cara untuk berkuda, mengajarkan cara bertempur dengan kuda dan bagaimana mengendalikan hewan itu dalam pertempuran. Elira mengajarkan memanah, tidak hanya untuk menyerang, tetapi juga bagaimana bertahan hidup di alam liar. Torren, yang lebih berpengalaman dalam bertahan hidup, mengajarkan teknik bertahan yang kuat, mengajarkan cara bertahan dari serangan yang tak terduga.
Namun, yang paling menarik adalah Carl, yang dengan enggan menjadi pengasuh bocah lagi. Carl, yang selalu tampak sinis, bahkan merasa bahwa Caelum terlalu keras terhadap Aeris, namun dia tetap melakukan apa yang diminta. Ia mengajarkan pengetahuan umum, membaca peta dan analisis medan.
"Cael, ini tidak ada bedanya dengan mengasuh bocah!" Carl mengeluh setelah satu sesi pelatihan, mengingatkan dirinya akan masa lalunya dengan Raedan, yang tiba-tiba membawa Caelum untuk diajari.
"Hahaha, bersabarlah Carl" Sentak Torren yang mengejek carl. Namun, meskipun Carl mengeluh, dia tahu bahwa ini adalah bagian dari perkembangan kelompok mereka, dan baginya, menjaga Aeris berarti menjaga masa depan The Crimson Blade yang telah dipercayakan Raedan.
---
Di sisi lain, di dalam guild petualang di kota Drakmora, para petualang yang tergiur dengan hadiah besar yang dijanjikan untuk kepala Caelum mulai bergerak. Mereka menyusup dengan diam-diam ke dalam pasukan pemberontak, berpura-pura untuk bergabung, namun tujuan mereka yang sebenarnya adalah menangkap Caelum hidup-hidup, atau jika terpaksa, membunuhnya.
Selama dua minggu, mereka berbaur dengan pasukan pemberontak, menunggu waktu yang tepat untuk bertindak. Namun, semakin lama mereka berada di tengah-tengah pemberontak, semakin mereka terkesan dengan keberanian dan tekad para pejuang di bawah Azrin.
"Apakah kau benar-benar yakin?" tanya seorang pemanah dari guild petualang, merasa ragu saat melihat betapa gigihnya pasukan pemberontak.
"Tidak ada pilihan. Hadiah ini besar, dan kita tidak bisa mundur sekarang." jawab pemimpin mereka, seorang pria bernama Varek. "Itu Benar" lanjut Gaius, orang yang merencakan penyusupan.
Akhirnya, mereka melihat kesempatan untuk menyerang. Dengan alasan bahwa Azrin dan Vera sedang mencari Caelum untuk urusan penting, mereka mengelabui Caelum dan membawa Caelum ke tempat sepi.
Namun, Caelum yang selalu waspada dan curiga kepada orang lain, segera merasakan ada yang tidak beres. Dia mengalihkan jalannya dengan cepat, berbalik dan siap bertempur. Ketika para petualang menyadari bahwa niatan mereka telah diketahui, sudah terlambat.
---
Dalam sekejap, Caelum sudah berhadapan dengan mereka. Lima petualang yang tangguh, berpengalaman dalam pertempuran, melawan Caelum seorang diri. Mereka tahu betul bahwa Caelum bukanlah lawan yang mudah, tetapi mereka yakin bahwa dengan jumlah mereka yang lebih banyak, mereka bisa mengalahkannya.
Pertempuran itu dimulai dengan cepat. Caelum, dengan pedang di tangan, bergerak lincah, menghindari serangan pertama dengan mudah. Seorang pemukul besar mencoba menyerang dari belakang, namun Caelum berputar, menghindar dengan mudah dan memotong kaki lawannya. Dua petualang lainnya menyerang secara bersamaan, satu dengan pedang dan lainnya dengan kapak, namun Caelum dengan cepat mengalahkan mereka dalam perkelahian jarak dekat, memanfaatkan kecepatan dan tekniknya yang mematikan dan area yang sempit.
Serangan-serangan itu terus berlanjut. Caelum memukul dan menangkis dengan sangat cepat, memanfaatkan setiap peluang untuk menyerang titik lemah lawannya. Sementara dua petualang lainnya, yang lebih lincah, mencoba menyerang dengan serangan jarak jauh, namun Caelum dengan cepat bergerak, menghindari anak panah yang datang ke arahnya.
Setelah pertarungan yang sengit, dua petualang terbunuh. Tiga lainnya berhasil ditangkap oleh Caelum, yang kemudian membawanya ke penjara bawah tanah untuk disiksa demi mendapatkan informasi lebih lanjut.
---
Setelah berbagai metode penyiksaan, Caelum memperoleh informasi, Caelum memerintahkan penjaga penjara memanggil Aeris, Dia memutuskan untuk menguji Aeris dengan eksekusi terhadap tiga petualang yang tertangkap.
Aeris, yang masih muda dan dipenuhi dengan amarah, merasa ragu-ragu untuk membunuh mereka, "Cael..? Mereka buka bagian dari Kekaisaran kan? Kenapa kau memintaku melakukan ini?" namun Caelum menatapnya dengan tajam, memegang belati dingin ditangannya, mencoba memberi Aeris alasan untuk melakukan eksekusi ini.
"Aeris, mereka adalah penjahat yang pantas mati, kau tidak perlu ragu. Sekarang lakukan dan pembalasan dendam mu akan semakin dekat" Caelum meyakinkannya bahwa ini adalah pelatihan mental yang harus dilakukan.
Aeris menatap Caelum dengan mata yang berair,eskpresinya penuh ketakutan untuk membunuh. Tapi caelum menggenggam tangannya, memberinya belati dingin dan membantu Aeris menetapkan hatinya.
"Ketakutan adalah hal yang wajar Aeris, semua orang takut untuk mencabut nyawa orang lain dengan tangannya, terlebih untuk yang pertama kali. Tapi aku yakin kau bisa." Caelum tersenyum tipis, tangan Aeris yang dibimbing caelum perlahan mulai terangkat.
"Jangan ragu Aeris, tangan orang yang mencita-citakan balas dendam tidak akan pernah bisa bersih. Lakukan atau menyerah dengan keinginanmu!"
"AAAAHHHHHH!!" Suara teriakan Aeris berhenti bersamaan dengan suara tikaman belati yang memberi kematian pada para tahanan yang bahkan tidak dapat bersuara.
Dengan teriakan dan air mata mengalir di pipinya, Aeris akhirnya melakukan tugas pertama yang sangat sulit itu, pemb*nuhan pertamanya, meskipun tubuhnya gemetar. Caelum menenangkan Aeris setelah melakukan eksekusi, memberi keyakinan bahwa ini adalah jalan yang harus dia tempuh untuk menjadi pejuang sejati.
"Kau tidak bersalah, Aeris. Ini adalah bagian dari pekerjaan kita. Kita semua harus belajar untuk terbiasa, dan ini adalah ujian untuk dirimu," kata Caelum dengan lembut.
Caelum mencoba melepas belati itu dari tangan Aeris, tangannya sangat tegang menggenggam erat belati yang sekarang penuh warna merah segar.
"Ingat, Aeris. Tangan yang ternodai darah adalah tangan yang akan melindungi."
Meskipun dirinya merasa gembira melihat perkembangan Aeris. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya yang memaksa tangan anak yang masih suci itu untuk terbiasa dengan kotornya darah dan sensasi dari membunuh.
Aeris, meskipun hatinya terluka, mengangguk dan terjatuh lemas, menangis. Caelum tersenyum dengan ringan, merangkulnya, merasa puas karena akhirnya menemukan seorang rekan yang setia—meskipun caranya sangat kejam dan tanpa ampun.