Chereads / Bloodstained Oath / Chapter 15 - Terror Yang Membakar Amarah

Chapter 15 - Terror Yang Membakar Amarah

Pagi itu, ibukota Kekaisaran terbangun dalam kegelisahan yang luar biasa. Jalan-jalan yang biasanya dipenuhi hiruk-pikuk pedagang, penguasa, dan rakyat jelata, kini dipenuhi oleh bisikan yang menakutkan tentang seorang penjahat perang bernama Caelum. Berita tentang apa yang terjadi di Fort Vallaris, sebuah benteng yang baru saja jatuh ke tangan pemberontak, telah menyebar dengan cepat. Pembantaian yang dilakukan oleh Caelum terhadap warga sipil dan tahanan perang membuat rakyat Kekaisaran marah dan mencaci tindakan keji ini.

Di sepanjang jalan utama, suara desas-desus tak bisa dihindari. Orang-orang berkumpul, berbisik tentang apa yang telah terjadi, dan mulai membuat kesimpulan. Dari pedagang di pasar hingga anak-anak yang bermain di jalan, semua berbicara tentang Caelum dan The Crimson Blades.

"Caelum! Siapa yang mengira salah seorang pemimpin pemberontak bisa begitu kejam? Dia bukan hanya membantai prajurit, tapi juga warga sipil yang tidak bersalah," kata seorang pedagang kepada temannya. "Dia… dia bukan seorang pahlawan. Dia penjahat."

"Sama sekali tidak," jawab temannya. "Kekaisaran yang menindas kita! Apa yang dia lakukan adalah untuk membebaskan kita dari belenggu mereka. Kekaisaran sudah membunuh dan menindas kita selama bertahun-tahun. Caelum hanya melakukan apa yang harus dilakukan."

Namun, jauh di luar kota, di antara kalangan petualang dan guild, cerita lain mulai beredar. Guild petualang yang terkenal dengan kontrak dan tugas perburuan monster serta keamanan mulai mengeluarkan harga untuk kepala Caelum atas permintaan Kekaisaran. Ia kini dianggap sebagai penjahat perang, dan siapa saja yang bisa membawanya hidup atau mati akan mendapatkan hadiah yang besar. Bahkan petualang yang berani berbicara tentang Caelum dengan hati-hati, karena kekejaman yang dia tunjukkan telah menjadikannya sasaran bagi semua yang ingin mendapatkan keuntungan dari perang ini.

Guild petualang mendeklarasikan, "Hati-hati dengan Caelum. Dia bukan lagi sekadar pemberontak. Dia penjahat perang yang mengincar nyawa siapa pun yang dianggap musuhnya."

Kabar ini menyebar ke seluruh penjuru Kekaisaran dan bahkan ke negara tetangga. Para petualang yang biasanya mencari keuntungan dari peperangan kini mulai memburu Caelum seperti mereka memburu makhluk buas, dengan imbalan yang besar dan rasa serakah yang semakin menggebu-gebu.

---

Di dalam istana Kekaisaran, suasana jauh lebih kacau. Kaisar yang semakin tua dan terhimpit oleh keadaan merasa cemas dengan kekuatan pemberontak yang semakin berkembang. Pertempuran di Fort Vallaris telah menelan banyak nyawa, dan dengan berita tentang kekejaman Caelum yang membantai warga sipil, pemerintahan Kekaisaran berada dalam krisis yang tak terhindarkan.

"Kita harus bertindak cepat, atau kita akan kehilangan lebih banyak wilayah," kata seorang penasihat senior, matanya penuh dengan kekhawatiran. "Kami harus menghentikan Caelum sebelum dia menjadi terlalu kuat."

Namun, Kaisar hanya duduk dengan tubuhnya yang lemah, seolah tidak punya energi lagi untuk merespons. Wajahnya yang pucat terlihat semakin pucat dengan setiap kata yang diucapkan. Meski dia adalah penguasa Kekaisaran, Caelum dan The Crimson Blades kini telah menembus ke dalam pertahanan mereka yang paling rapuh.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Kaisar, suaranya serak. "Pasukan kita sudah hampir terkuras oleh pemberontakan ini."

Di sisi Kaisar, seorang pemuda dengan rambut pirang dan mata yang tajam berdiri dengan penuh percaya diri. Dia adalah Marcus Florelius, sepupu jauh Kaisar yang berusia 23 tahun, dan seorang strategis muda yang dikenal sangat berbakat. Marcus telah menghabiskan bertahun-tahun di luar negeri, mengamati taktik perang, dan kini kembali dengan tujuan untuk membuktikan dirinya kepada Kaisar.

"Kita perlu lebih dari sekedar pasukan biasa," kata Marcus dengan nada tegas. "Jika kita hanya mengandalkan kekuatan besar, kita akan terus kalah. Kita harus menggunakan strategi yang lebih cerdas. Fort Vallaris adalah titik krusial. Jika kita biarkan mereka menguasainya lebih lama, pemberontakan ini akan terus berkembang."

Marcus menatap Kaisar, matanya penuh dengan keyakinan. "Aku akan memimpin pasukan elite Kekaisaran. Dengan strategi yang tepat, kita bisa menghancurkan mereka di medan perang."

Kaisar menatapnya, rasa ragu bercampur dengan keputusasaannya. "Kirim pasukan terbaik kita, Marcus. Jangan biarkan mereka berkembang lebih besar lagi."

Marcus mengangguk dengan penuh keyakinan. "Saya bersumpah dengan nama dan kehormatan ku, Fort Vallaris akan jatuh kembali ke tangan Kekaisaran."

---

Sementara itu, di markas pemberontak, berita dari Kekaisaran tentang rencana serangan besar-besaran sudah terdengar. Azrin yang cemas menerima kabar dari salah satu pengintai. "Mereka akan menyerang kita dengan pasukan elit. Marcus Florelius yang akan memimpin mereka."

Para pemimpin pemberontak segera mengumpulkan seluruh anggotanya di ruang pertemuan utama di dalam Fort Vallaris. Caelum berdiri di depan meja besar yang penuh dengan peta dan strategi. Wajahnya penuh dengan kebulatan tekad, namun ada keraguan yang mulai menyelinap di dalam dirinya.

"Florelius… dia orang yang terkenal berbakat, tapi dia belum tahu apa yang sebenarnya dia hadapi," kata Caelum, matanya yang tajam melirik Vera dan Azrin.

Azrin mengangguk. "Dia bukan hanya seorang pemuda cerdas, Caelum. Tapi dia juga sepupu Kaisar. Ini artinya dia akan mendapatkan banyak dukungan, dan kita harus siap menghadapi mereka."

Caelum berpikir sejenak. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan pertahanan. Kita harus memukul balik. Fort Vallaris adalah kunci. Kita harus bergerak lebih cepat dari mereka."

Vera melangkah maju, matanya penuh rasa was-was. "Serangan balik akan sangat berisiko, Caelum. Jika kita gagal, kita bisa kehilangan semuanya. Bertahan dibalik dinding adalah hal yang lebih masuk akal."

Caelum menatap Vera dengan penuh keyakinan. "Tidak ada lagi waktu untuk ragu. Mereka akan datang untuk membunuh kita, kita harus menghancurkan mereka terlebih dahulu."

---

Caelum mengarahkan pandangannya ke peta Fort Vallaris. "Kita akan menyerang dengan serangan mendadak," katanya, suaranya penuh dengan otoritas. "Kita harus membuat mereka berpikir kita lebih kuat dari yang mereka kira."

"Dan jika mereka menyerang lebih dulu?" tanya Elira, yang tampaknya masih ragu.

"Jika mereka menyerang lebih dulu," jawab Caelum dengan suara yang tenang, "mereka akan menyesal. Kita sudah tahu di mana mereka akan bergerak, dan kita akan membuat mereka terperangkap."

Daryn yang berdiri di sisi Caelum hanya mengangguk. "Ini akan menjadi pertarungan besar, tapi kita harus siap."

Caelum mengangguk tanda setuju.