Di tengah hening malam, setelah kemenangannya yang tak terelakkan di Battle of Eldoria, Caelum duduk termenung di dalam tenda, memandang api unggun yang menyala redup. Meski mereka telah meraih kemenangan yang memuaskan, rasa kekosongan masih mengganjal dalam dirinya. Kemenangan itu tidak cukup, tidak cukup untuk menumbangkan kekuatan besar yang telah menguasai dunia mereka selama berabad-abad. Kekaisaran, mesin perang yang mengerikan, masih terlalu kuat untuk mereka hadapi tanpa tambahan kekuatan.
Kata-kata Raedan kembali terngiang di benaknya—bahwa untuk menggerakkan orang, seseorang tidak hanya bisa mengandalkan keinginan pribadi, tetapi juga harus memahami keinginan orang lain. Caelum tahu bahwa mereka membutuhkan lebih banyak dari sekadar pasukan pemberontak yang telah bersumpah setia. Mereka membutuhkan sekutu. Sekutu yang kuat, yang dapat mengimbangi kekuatan Kekaisaran.
"Dengan kekuatan kita yang sekarang, kita hanya akan berakhir di bawah roda Kekaisaran," kata Azrin, pemimpin pemberontakan yang duduk di sebelah Caelum. "Kita membutuhkan sekutu. Jika tidak, kita akan tumbang dalam sekejap."
Caelum menatap Azrin, tidak mengalihkan pandangan. "Aku sudah memikirkan itu, Azrin. Ada tempat yang bisa kita tuju—sebuah wilayah di selatan yang jauh dari jangkauan Kekaisaran. Di sana, ada tentara bayaran yang dikenal sebagai Blades of Narthal."
Daryn, yang duduk di sisi lain, menyela. "Blades of Narthal? Itu pasukan yang sudah lama hilang dari dunia ini. Hanya desas-desus yang beredar, sebagian mengatakan mereka sekarang hanyalah kelompok tanpa tujuan."
"Benar," lanjut Caelum, "Namun mereka kuat. Dan mereka membutuhkan tujuan. Kita bisa memberi mereka itu—sebuah peperangan yang mereka dambakan. Mereka hanya membutuhkan alasan untuk bertarung, dan kita bisa menawarkan itu. Jika kita bisa membuat mereka bergabung, kita akan memiliki pasukan yang cukup untuk menghancurkan Fort Vallaris, benteng yang tak tergoyahkan di dekat Eldoria."
---
Perjalanan menuju selatan itu jauh dan penuh bahaya. Hutan lebat dan pegunungan curam mempersulit perjalanan mereka, namun semangat Caelum dan pasukannya tetap membara. Setiap langkah terasa seperti perjuangan yang lebih besar, namun mereka tahu tujuan mereka adalah sesuatu yang lebih besar daripada hanya sekadar bertahan hidup.
Tapi di tengah jalan, dalam keheningan malam yang pekat, Caelum tak dapat menepis kembali bayangan kata-kata Raedan. Apa yang telah ia lakukan hingga saat ini—apakah itu cukup untuk membuat orang percaya padanya? Apakah mereka akan tetap mendukungnya setelah semuanya berakhir?
Di sebuah desa perbatasan, mereka akhirnya menemukan titik terang—di sanalah Blades of Narthal terakhir kali diketahui. Kota itu sepi, namun suasana di sekitar sana terasa berat, penuh dengan bisikan pertempuran yang telah lama terlupakan.
Mereka bertemu dengan pemimpin Blades of Narthal—seorang wanita dengan rambut hitam panjang dan mata yang tajam, Vera Drax. Komandan yang dikenal dengan ketangguhan di medan perang, namun juga dengan harga yang sangat tinggi untuk sebuah pekerjaan.
"Blades of Narthal tidak bekerja tanpa bayaran besar," kata Vera dengan senyuman setengah mengejek, berdiri dengan penuh keangkuhan. "Apa yang kalian bisa tawarkan selain darah dan kekayaan?"
Caelum mengamati Vera dengan tatapan tegas, tanpa sedikit pun menunjukkan keraguan. "Aku menawarkan lebih dari sekadar uang atau kekayaan. Aku menawarkan tujuan. Kita Mercenary hidup untuk peperangan, bukan hanya untuk emas atau permata. Jika kalian ingin bertarung, aku bisa memberikan kalian sebuah peperangan yang tak akan berakhir sampai Kekaisaran hancur."
Vera menatap Caelum dengan mata yang penuh perhitungan, seolah mencari celah untuk mengungkapkan kepalsuan dalam kata-katanya. "Apa yang membuatku percaya padamu? Apa jaminan bahwa setelah kita menang, kalian tidak akan mengkhianati kami?"
"Aku tidak pernah mengkhianati mereka yang berjuang dengan tujuan yang sama," jawab Caelum dengan ketegasan yang mengalir dalam setiap kata. "Kami tidak akan berhenti sampai Kekaisaran hancur."
Vera terdiam beberapa saat, lalu senyumnya merekah. "Menarik." Dengan senyum itu, pasukan Blades of Narthal akhirnya bergabung dengan pemberontak, memberikan mereka kekuatan baru yang lebih besar.
---
Dengan pasukan tambahan dari Blades of Narthal, Caelum melanjutkan perjalanan mereka menuju Fort Vallaris, benteng yang sangat strategis dan tak tergoyahkan di dekat wilayah Eldoria. Benteng itu, yang menjadi simbol kekuatan Kekaisaran, kini menjadi titik fokus dalam perjuangan mereka. Caelum tahu, jika mereka bisa menghancurkannya, jalan menuju kemenangan akan semakin terbuka.
Namun, di dalam Kekaisaran, para bangsawan mulai merasakan ancaman yang semakin nyata. Di ruang besar Istana Kekaisaran, Kaisar Valerius duduk di atas takhtanya dengan wajah yang cemas. Di sekelilingnya, para penasihat dan jenderal membicarakan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghentikan pemberontakan ini sebelum semuanya terlambat.
"Apa yang harus kita lakukan terhadap Azrin dan Caelum?" tanya salah seorang bangsawan. "Mereka semakin kuat, semakin berbahaya."
Komandan Grathion Mordane, yang duduk di sebelah Kaisar, menatap mereka dengan mata tajam, penuh ketegasan. "Caelum bukan hanya membantu pemberontakan. Dia adalah simbol dari segala yang kita anggap sebagai ancaman. Kita harus segera menghapusnya. Jika dia terus hidup, lebih banyak pemberontakan akan muncul."
Kaisar Valerius mengangguk, tetapi keraguan masih tergambar di wajahnya. "Namun mereka semakin banyak. Apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya dengan lebih banyak pasukan yang kini bergabung dengan mereka?"
Grathion menatap Kaisar dengan mata yang penuh keyakinan. "Itulah mengapa saya memutuskan untuk menurunkan pasukan elit kita—Black Guard. Kita akan menghancurkan pemberontak itu, dan memastikan mereka tidak pernah bangkit lagi."
---
Sementara itu, Caelum dan pasukannya akhirnya tiba di Fort Vallaris. Benteng yang megah itu seolah menantang mereka untuk datang, namun Caelum tahu bahwa kali ini, mereka akan berhasil. Elira memimpin pasukan pemanah untuk menghancurkan pertahanan luar dengan panah berapi, sementara Daryn dan Torren memimpin pasukan infanteri untuk menekan garis depan. Caelum sendiri memimpin serangan utama, dengan pedang Raedan di tangan dan kepala Zarek yang masih terpasang di ujung tombaknya, sebagai simbol dari kekejaman dan keberanian mereka.
Serangan ini lebih dari sekadar upaya untuk meruntuhkan benteng. Ini adalah sebuah pernyataan—bahwa pemberontak dan The Crimson Blades tidak akan mundur. Mereka akan menghancurkan apapun yang menghalangi mereka, meskipun itu berarti harus melawan Kekaisaran hingga titik darah penghabisan.