Kemenangan di medan perang masih bergema di hati setiap prajurit pemberontak, namun bagi Caelum, itu hanya sekejap euforia. Pasukan Kekaisaran telah mundur, tetapi dia tahu ini hanyalah awal dari perang yang lebih besar. Pertempuran ini bukan akhir; itu adalah batu loncatan menuju peperangan yang lebih kelam yang akan datang.
Setelah suara pedang yang terakhir berhenti, Caelum berdiri di atas tubuh Zarek, komandan dari Black Guard, yang kini terkulai tak bernyawa. Raedan telah banyak mengajarkan padanya, namun malam ini, malam ini terasa berbeda. Ini adalah malam di mana dia tidak hanya berperang melawan musuh di medan pertempuran, tetapi juga melawan dirinya sendiri—melawan sisi gelap yang mulai merayap masuk, sebuah kekosongan yang mulai memenuhi hatinya.
Caelum menundukkan kepala, jari-jarinya menyentuh pedang Raedan yang masih tergenggam di tangannya, dan dengan gerakan perlahan, matanya beralih ke cincin artefak yang melingkar di jari Zarek. Cincin itu berkilauan dalam kegelapan, terbuat dari logam hitam yang menakutkan, dengan lambang Kekaisaran terukir di permukaannya—simbol kekuasaan dan kehancuran. Ini bukan sekadar perhiasan, tetapi hadiah dari musuh yang sudah jatuh. Lebih dari itu, cincin ini adalah bukti kemenangan.
Dengan gerakan yang lambat namun pasti, Caelum menarik cincin tersebut dari jari Zarek, merasakannya dingin dan berat. Ada sensasi aneh yang mengalir melalui tangannya, sebuah getaran yang merasuk ke dalam tulang dan jiwa. Namun, dia tidak peduli. Cincin ini adalah simbol dari kemenangan—sebuah "souvenir" dari pertempuran yang sudah dimenangkannya.
---
Namun, perbuatannya belum selesai. Tanpa mempedulikan para prajurit yang berdiri mengelilinginya, Caelum mengangkat pedangnya. Sekali ayunan, kepala Zarek terlepas dari tubuhnya, jatuh ke tanah dengan suara yang mengerikan.
Keheningan yang menyesakkan merayapi medan perang. Para prajurit dari Crimson Blades dan pemberontak yang menyaksikan peristiwa itu hanya terdiam, lidah mereka terkunci. Darah masih menetes dari leher Zarek yang terputus, sementara kepala yang terkulai tampak sebagai simbol dari sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar kemenangan. Mereka yang sudah terbiasa dengan darah dan kekerasan kini terperangah, dipaksa untuk melihat kenyataan yang lebih suram.
Caelum menatap kepala Zarek dengan mata yang tajam, penuh kebencian. Tanpa ragu, dia mengambilnya, menggenggamnya di tangan kiri seperti sebuah trofi. Keputusan ini bukan hanya tentang kebencian pada Kekaisaran, tetapi lebih pada keinginan untuk mengirimkan pesan yang lebih kuat daripada sekadar kata-kata.
Dia melangkah menuju Azrin, pemimpin pemberontak yang berdiri dengan tatapan penuh keheranan. Dengan gerakan yang tenang namun penuh makna, Caelum melemparkan kepala Zarek ke kaki Azrin.
"Ini hadiah untukmu," kata Caelum, suaranya datar, tanpa emosi. "Hadiah dari Kekaisaran yang telah jatuh."
Azrin hanya berdiri diam, matanya tertuju pada kepala Zarek yang masih meneteskan darah. Keheningan memenuhi udara, dan waktu terasa berhenti sejenak. Crimson Blades dan pemberontak yang menyaksikan ini hanya bisa terdiam, terkejut dengan tindakan kejam yang diperlihatkan oleh pemimpin mereka.
"Hadiah ini adalah untuk mengingatkan kita semua," lanjut Caelum, suara penuh amarah dan tekad. "Kekaisaran tidak akan berhenti. Dan kita tidak akan memberi mereka ampun. Mereka harus tahu siapa kita sekarang."
---
Ketika pemberontak dan Crimson Blades terdiam dalam kebingungan, Caelum berpaling dengan dingin dan berkata, "Kita tidak bisa menunggu lagi. Kita harus mengejar mereka."
Azrin menatapnya, matanya kini penuh tekad. "Mengejar mereka? Ke mana?"
"Ke medan perang berikutnya," jawab Caelum dengan tegas. "Kita harus menghancurkan mereka lebih dulu. Jangan beri mereka waktu untuk bernafas."
Taktik Caelum yang mendalam dan tak kenal ampun mengejutkan banyak orang di sekitarnya. Namun, Azrin tahu bahwa tidak ada waktu untuk keraguan. Kekaisaran tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja. Jika pemberontak ingin bertahan, mereka harus bergerak cepat, dan lebih kuat dari sebelumnya.
"Kau yang memimpin," kata Azrin, suaranya penuh penghormatan. "Taktikmu tadi bukanlah kebetulan. Kami akan mengikuti."
---
Keputusan untuk mengejar pasukan Kekaisaran diambil tanpa ragu. Dalam pertempuran berikutnya, Caelum tidak hanya membawa senjata, tetapi sebuah simbol—tombak yang ujungnya dihiasi dengan kepala Zarek yang menggantung dengan cara yang mengerikan. Darah Zarek yang sudah mengering menetes perlahan ke tanah, memperburuk pemandangan mengerikan itu.
Caelum memegang tombak itu dengan tangan yang kokoh, kepalanya tegak, dan pandangannya tertuju ke depan. Pasukan Kekaisaran akan segera tahu bahwa mereka tidak hanya berhadapan dengan Crimson Blades. Mereka menghadapi kemarahan yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.
Setibanya mereka di medan pertempuran berikutnya, Caelum bergerak dengan kecepatan yang mengerikan. Pasukan Kekaisaran yang tidak menyangka akan diserang begitu cepat terpecah. Caelum memimpin dengan kecerdikan taktis, memecah barisan musuh dengan serangan mendalam yang terkoordinasi dengan sempurna.
Namun, pertempuran kali ini berbeda. Di ujung tombak Caelum, kepala Zarek masih tergantung, menjadi simbol kekuatan dan kekejaman yang terus memburu Kekaisaran. Setiap kali tombak itu terhujam ke arah musuh, itu adalah pengingat bahwa Kekaisaran tidak akan menang dengan mudah.
---
Pertempuran berakhir dengan kekalahan lagi bagi pasukan Kekaisaran. Mereka mundur sekali lagi, dan Caelum berdiri di atas medan perang, tombaknya terangkat tinggi. Para pemberontak dan Crimson Blades menatapnya dengan perasaan campur aduk: rasa takut dan kekaguman. Mereka tahu satu hal pasti: Caelum bukan sekadar pemimpin mereka. Dia adalah orang yang akan menghancurkan Kekaisaran, pembawa kematian yang akan menuntut balas atas setiap tetes darah yang ditumpahkan.