Chereads / Bloodstained Oath / Chapter 9 - Battle of Eldoria

Chapter 9 - Battle of Eldoria

Langit pagi itu tampak suram, seolah semesta menahan napas, menunggu takdir yang akan datang. Eldoria, yang mereka dambakan sebagai tempat bertahan hidup, kini telah berubah menjadi medan pertempuran. The Crimson Blades berdiri di garis depan, dipimpin oleh Caelum, yang mengenakan armor perak mengkilap—simbol kepemimpinan mereka, tetapi juga beban yang lebih berat daripada logam itu sendiri. Bukan hanya hidup yang ia pertaruhkan, tetapi masa depan seluruh pemberontakan, harapan yang terikat pada setiap helai pelindung itu.

Di hadapan mereka, pasukan Kekaisaran sudah siap, Black Guard, yang terkenal dengan kekejamannya. Mereka terorganisir dengan rapi, seperti mesin perang yang tak kenal ampun. Zarek, komandan mereka, berdiri di barisan depan, kapak besar bersinar tajam di tangannya, siap untuk menghancurkan segala yang melawan Kekaisaran, seolah-olah peperangan ini adalah takdir yang tak bisa dihindari.

Caelum memandang pedang Raedan yang berkilau di tangannya, menghimpun kekuatan dalam diam. Suara tegasnya memecah ketegangan, berbicara kepada para pejuang yang menghadapinya dengan tatapan penuh tekad, "Kita tidak hanya bertarung untuk diri kita sendiri, tetapi untuk mereka yang telah jatuh. Kita bertarung untuk masa depan yang lebih baik—untuk kebebasan."

Semangat membara di mata setiap anggota, bukan hanya untuk balas dendam atau kebebasan, tetapi untuk sebuah dunia yang belum terwujud—sebuah dunia yang mereka impikan meskipun diliputi kabut ketidakpastian.

---

Serangan datang lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Elira, pemimpin pasukan pemanah, memberi sinyal. Panah-panah api meluncur ke udara, menciptakan hujan api yang menimpa pasukan Kekaisaran, yang mulai bergerak maju dengan langkah-langkah yang penuh keyakinan. Daryn dan Torren memimpin pasukan jarak dekat, menyusup dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang meluncur di antara formasi musuh. Caelum berada di tengah-tengah mereka, pedang Raedan terangkat tinggi, seolah memanggil takdir.

Namun, pasukan Kekaisaran tidak tinggal diam. Zarek memimpin pasukannya dengan kekuatan brutal yang tak tertandingi. Kapaknya mengayun, menghancurkan segala hal di jalannya. Black Guard bergerak dengan presisi, seakan tidak ada yang dapat menghentikan momentum mereka. Suara logam beradu dengan logam, darah bercampur dengan debu medan perang, menciptakan sebuah simfoni kehancuran.

Caelum tahu, pertempuran ini tidak hanya soal bertarung. Itu adalah permainan catur yang lebih besar—permainan yang hanya bisa dimenangi dengan kecerdikan dan kesabaran.

---

Pasukan Crimson Blade dan pemberontak terlatih dalam pertempuran, namun untuk melawan pasukan Kekaisaran yang lebih besar, mereka membutuhkan lebih dari sekadar keberanian. Caelum tahu bahwa kemenangan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi oleh taktik yang tepat dan keputusan yang jitu.

"Daryn, bawa pasukanmu ke sisi kanan mereka! Gunakan medan ini untuk mengelilingi mereka. Torren, bersiap di belakang mereka. Kita harus memecah formasi mereka!" perintah Caelum dengan suara penuh perhitungan.

Daryn mengangguk, pasukannya bergerak melalui medan yang terjal, mengalir seperti air yang tak bisa dihentikan. Torren bergerak cepat, membawa sebagian besar pasukan untuk mendukung serangan balik.

"Serang di tengah!" Caelum berseru, matanya tajam mengamati setiap pergerakan. "Jangan biarkan mereka menyusun barisan!"

Dia tahu, di balik kekuatan brutal Zarek, pasukan Kekaisaran memiliki titik lemah—pemimpinnya sendiri. Tanpa Zarek, pasukan itu akan terpecah, terombang-ambing tanpa arah. Caelum berfokus pada satu hal: menghancurkan pusat kekuatan mereka.

---

Sementara Daryn dan Torren bertarung untuk memecah barisan pasukan Kekaisaran, Caelum terus melaju menuju Zarek. Zarek melihatnya, tertawa dengan sinis, "Kau ingin menjadi pahlawan? Ayo, buktikan kalau kamu lebih dari sekadar anjing pemberontak!"

Caelum tidak membalas kata-kata itu. Ia hanya memfokuskan diri pada satu hal: pertarungan ini harus diselesaikan dengan cepat. Pedangnya bersinar tajam, menggantungkan seluruh nasib pada satu serangan. Zarek mengayunkan kapaknya dengan kecepatan luar biasa, namun Caelum menghindar dengan gesit, melompat ke samping dan menyerang dengan pedang Raedan ke sisi Zarek. Tetapi Zarek hanya menyeringai, kapaknya berputar dengan cepat, memblokir serangan tersebut.

Caelum terus menyerang, sabar, tidak terburu-buru. Serangan demi serangan terukur, seperti taktik yang sudah dipikirkan matang-matang. Zarek, meskipun terlatih, mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Pedang Caelum menemukan celah dalam pertahanannya, perlahan namun pasti.

Dengan satu gerakan kuat, Caelum menepis kapak besar Zarek ke tanah, dan dengan cepat menyerang. Zarek jatuh ke tanah dengan suara keras, tubuhnya terguncang. Ketika Zarek berteriak, pasukannya yang menyaksikan jatuhnya pemimpin mereka mulai ragu. Kekalahan Zarek adalah titik balik yang tak terelakkan—pasukan Kekaisaran mulai kehilangan arah, moral mereka hancur.

---

Dengan Zarek yang jatuh, para pejuang Crimson Blade melancarkan serangan balik, memecah formasi musuh yang mulai goyah. Daryn memimpin pasukannya, mengejar musuh yang mundur dengan kebingungannya. Elira dan Carl menembakkan panah, menghancurkan posisi-posisi strategis musuh.

Caelum mengarahkan pasukannya dengan ketenangan yang mendalam. Dia memanfaatkan medan perang dengan luar biasa, memecah barisan pasukan Kekaisaran dengan manuver yang terencana dengan sempurna.

---

Pertempuran itu akhirnya mencapai titik balik yang menentukan. Pasukan Kekaisaran, kehilangan pemimpin mereka dan rasa percaya diri, mulai mundur, menyadari bahwa mereka tidak akan bisa menang melawan pasukan pemberontak yang semakin terorganisir dan terkoordinasi. Crimson Blade, bersama pemberontak, berhasil memanfaatkan momentum untuk mengejar pasukan yang mundur dan meraih kemenangan yang penting.

Namun, meskipun kemenangan ini terasa manis, Caelum tahu ini bukanlah akhir dari perjuangan mereka. Pedang Raedan, yang masih ia genggam erat, kini terasa lebih berat dari sebelumnya. Kemenangan ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang harus mereka jalani.

Dengan darah yang mencemari tanah dan keringat yang menetes, Caelum berdiri di tengah medan perang, memandang pasukan Kekaisaran yang mundur. "Ini belum selesai," katanya pelan, dengan suara penuh tekad yang hampir terdengar seperti bisikan dari masa depan yang penuh pertarungan. "Masih banyak peperangan yang harus kita hadapi."

Kemenangan pertama mereka adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah langkah pertama menuju tujuan yang tak terbayangkan.