Chereads / Kencan Buta yang Bikin Bingung / Chapter 19 - Bab 19: Cinta yang Tak Terpisahkan

Chapter 19 - Bab 19: Cinta yang Tak Terpisahkan

Hari pertama Dylan di Jakarta terasa seperti mimpi. Zara merasa semuanya sempurna. Setelah sekian lama hanya bisa berbicara melalui layar ponsel, akhirnya mereka bisa saling bertatap muka, berbicara langsung, dan menikmati kebersamaan tanpa batas. Tak ada lagi jarak yang menghalangi, tak ada lagi kekhawatiran yang mengusik.

Mereka berjalan menyusuri kota Jakarta yang padat, menikmati angin sore yang sejuk dan obrolan ringan yang selalu berhasil membuat Zara tertawa. Di setiap sudut, ada rasa kebahagiaan yang menghampiri mereka. Seakan dunia ini hanya milik mereka berdua.

"Jadi, apa rencana kita hari ini?" tanya Dylan sambil melirik ke arah Zara.

Zara memutar bola matanya, berpikir sejenak. "Hmm, kita bisa ke tempat yang tenang, makan di restoran yang enak, atau... mungkin kita bisa main ke taman hiburan?" jawabnya sambil tertawa kecil, membayangkan betapa konyolnya mereka berdua di tempat seperti itu.

Dylan mengangkat alisnya dengan ekspresi serius, tapi ujung bibirnya menyunggingkan senyum. "Taman hiburan? Serius? Kamu tahu, aku lebih suka tempat yang lebih private... seperti nonton film bareng di rumah, sambil makan popcorn."

Zara terkikik mendengar jawabannya. "Susah banget, ya, kamu ini. Yaudah, kalau gitu, nonton film aja deh. Tapi, nanti popcorn-nya aku yang pilih!"

Setelah beberapa saat berdebat tentang film yang akan mereka tonton dan jenis popcorn yang paling enak, akhirnya mereka sepakat untuk menghabiskan malam dengan film ringan dan camilan. Kebersamaan mereka terasa begitu hangat, penuh tawa, dan sesekali dibarengi dengan percakapan serius tentang masa depan.

Saat mereka berbaring di sofa, Dylan menatap Zara dengan tatapan yang berbeda, yang penuh dengan kehangatan dan rasa sayang yang tak bisa disembunyikan. "Zara, aku benar-benar bersyukur bisa berada di sini, di sampingmu. Rasanya seperti mimpi."

Zara menoleh ke arah Dylan, sedikit terkejut dengan kata-katanya. "Kamu... kamu nggak usah berlebihan, kok. Kita cuma ngobrol, nonton film, biasa aja."

Dylan tersenyum lembut. "Biasa aja? Untukku, ini luar biasa. Karena aku bisa ngerasain apa yang aku nggak bisa rasain selama ini... rasa nyaman yang aku dapetin setiap kali aku deket sama kamu."

Zara merasa pipinya memanas. Ada sesuatu yang berbeda dalam suasana malam itu, sesuatu yang lebih mendalam dari sekadar tawa dan obrolan ringan. Mereka berdua terdiam sejenak, seolah menikmati momen itu tanpa kata-kata yang perlu diucapkan.

"Aku nggak mau lagi jauh-jauh dari kamu, Zara," lanjut Dylan, suara rendahnya penuh kesungguhan.

Zara merasakan hatinya berdegup lebih cepat. "Dylan..."

Dylan mengambil tangan Zara, menggenggamnya erat. "Aku tahu hubungan kita nggak selalu mudah, banyak tantangan dan rintangan. Tapi aku yakin kita bisa lewatin semuanya, asalkan kita bareng."

Zara terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia tahu betul apa yang Dylan maksud. Mereka berdua sudah melalui banyak hal, dari rintangan jarak, waktu, hingga kesalahpahaman. Tapi, semua itu membuat mereka lebih kuat. Tidak ada yang lebih dia inginkan selain bisa terus bersama Dylan, melewati setiap momen, baik yang bahagia maupun yang sulit.

"Aku juga, Dylan," akhirnya Zara berkata dengan suara pelan namun penuh makna. "Aku juga nggak mau jauh dari kamu."

Malam itu berakhir dengan senyum di wajah mereka berdua. Mereka tahu, meskipun banyak hal yang masih harus mereka hadapi, mereka akan selalu punya satu sama lain.

---

Hari berikutnya, Zara dan Dylan memutuskan untuk berjalan-jalan ke sebuah kafe kecil yang terletak di pinggir kota. Kafe itu terkenal dengan suasananya yang nyaman dan kopi yang luar biasa enak. Mereka duduk di pojokan, jauh dari keramaian, sambil menikmati minuman favorit masing-masing.

Zara menatap Dylan dengan penuh perhatian. "Aku senang kamu datang ke Jakarta, Dylan. Serius, rasanya aku bisa bernafas lega."

Dylan tersenyum dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku juga senang bisa di sini. Semua perjalanan dan kerja keras ini jadi terasa worth it kalau aku bisa bareng kamu."

Zara tertawa kecil. "Kamu ini, jadi romantis banget ya, sekarang."

"Siapa bilang cowok nggak bisa romantis?" jawab Dylan sambil mengedipkan mata.

Mereka terus mengobrol tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga rencana masa depan. Terkadang, percakapan mereka diselingi dengan tawa yang membuat suasana semakin hangat. Namun, ada satu hal yang selalu ada di pikiran Zara—bagaimana caranya agar hubungan ini bisa terus berjalan meski mereka sudah sangat dekat.

Zara tidak bisa mengelak bahwa dia mulai merasa lebih banyak mengandalkan Dylan, bukan hanya dalam hal cinta, tapi juga dalam banyak aspek kehidupannya. Rasa aman yang dia rasakan ketika bersama Dylan adalah sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Zara merasa benar-benar diberi kebahagiaan yang selama ini dia cari.

Saat kafe itu mulai sepi, Dylan memandang Zara dengan serius. "Zara, ada satu hal yang harus aku bilang ke kamu."

Zara menatapnya, merasakan kegugupan yang tiba-tiba muncul. "Apa itu?"

"Aku serius banget sama kamu. Nggak cuma untuk sekarang, tapi untuk selamanya. Aku ingin kita lewatin semua ini bareng, nggak ada lagi yang bisa pisahin kita," kata Dylan dengan penuh keyakinan.

Zara terdiam, matanya berbinar-binar. "Dylan, kamu... kamu nggak bohong kan?"

Dylan tertawa kecil, lalu mengangguk. "Aku nggak bohong, Zara. Kamu lebih dari cukup buat aku. Kamu adalah yang aku cari selama ini."

Zara merasa hatinya meluap dengan perasaan yang sulit dijelaskan. "Aku juga, Dylan. Aku juga nggak mau pisah dari kamu."

Di antara mereka, tidak ada kata-kata yang lebih indah selain kalimat itu. Mereka berdua tahu, apa yang mereka miliki adalah sesuatu yang langka, dan mereka akan berjuang untuk itu—untuk cinta yang tak terpisahkan, untuk kebahagiaan yang hanya bisa ditemukan bersama.