Chereads / Kencan Buta yang Bikin Bingung / Chapter 18 - Bab 18: Di Antara Langit dan Bumi

Chapter 18 - Bab 18: Di Antara Langit dan Bumi

Zara tidak bisa menyangkal, setiap hari terasa semakin berat tanpa Dylan di sisinya. Meskipun dia berusaha untuk tidak terlalu sering memikirkannya, ada saat-saat ketika kenangan bersama Dylan datang begitu saja—entah itu tawa mereka, obrolan panjang hingga larut malam, atau cara Dylan menatapnya dengan penuh kehangatan. Rasanya seperti ada ruang kosong yang tak bisa diisi oleh siapapun selain dirinya.

Namun, dia juga sadar bahwa ini adalah ujian bagi hubungan mereka. Mereka berdua harus bertahan, meskipun jarak memisahkan mereka. Zara selalu mengingat kata-kata Dylan, "Kita bisa melewati semua ini." Dan, entah kenapa, dia merasa kata-kata itu seperti mantra yang menenangkannya.

Beberapa minggu berlalu, dan Zara mulai merasa sedikit lebih baik. Pekerjaan yang menyibukkannya membuat waktu terasa lebih cepat berlalu. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal—perasaan khawatir yang datang begitu saja. Kadang dia merasa Dylan terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar negeri dan mulai melupakan dirinya. Tentu saja, ini hanyalah pikiran liar yang datang karena dia merindukannya.

Pagi itu, saat Zara sedang duduk di meja makan sambil menatap ponselnya yang tergeletak di depan mata, sebuah pesan muncul di layar.

Dylan:

"Hey, Zara! Aku baru selesai kerja, dan aku kangen banget sama kamu. Gimana kalau aku datang ke Jakarta minggu depan? Aku udah nggak tahan!"

Zara tersenyum lebar. Pesan itu membuatnya merasa seperti disiram air dingin yang menyejukkan. Perasaan rindu yang sudah menggunung seketika terobati dengan kata-kata itu.

Zara:

"Wah, serius? Aku juga kangen banget! Tapi, jangan cuma bilang, buktikan!"

Dylan:

"Oh, kamu bisa percaya deh. Aku udah atur semuanya. Aku bakal ada di Jakarta minggu depan, dan kita bakal habiskan waktu bareng. Aku janji!"

Zara hampir melompat kegirangan. Dia tak sabar menunggu hari itu datang. Tapi, dia mencoba untuk tetap tenang. "Sabar, Zara. Ini cuma beberapa hari lagi. Kamu pasti bisa menunggu."

---

Hari-hari yang tersisa sebelum Dylan datang terasa sangat lambat. Zara mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, tetapi entah kenapa pikirannya selalu teralihkan ke Dylan. Setiap kali ada pesan masuk, dia selalu berharap itu adalah pesan darinya. Bahkan teman-temannya mulai merasa aneh dengan Zara yang tiba-tiba jadi lebih sering memeriksa ponselnya.

"Aduh, Zara, jangan sampai ponselmu jadi teman hidup kamu, deh!" ujar Rina sambil tertawa. "Cuma Dylan yang bisa bikin kamu kayak gini, ya?"

Zara tersenyum canggung. "Mungkin... Iya, sih."

Namun, di balik senyum itu, Zara merasa kegelisahan yang mengganggu. Apakah Dylan benar-benar serius? Atau semua ini cuma candaan belaka? Kadang, ketidakpastian itu lebih menakutkan daripada apapun.

Pada suatu malam, ketika Zara sedang duduk di balkon apartemennya, menikmati udara malam yang segar, ponselnya berdering lagi. Kali ini, bukan pesan, tetapi panggilan video. Dia melihat nama Dylan muncul di layar.

Jantungnya berdegup lebih cepat. "Apa dia serius ingin video call malam ini?" pikir Zara sambil menerima panggilan itu.

Begitu layar terbuka, wajah Dylan muncul di depannya. Tersenyum lebar dengan rambut acak-acakan, tampak seperti baru bangun tidur. "Hey, Zara," sapa Dylan dengan suaranya yang khas, yang selalu bisa membuatnya merasa tenang.

"Hey, kamu di mana? Kok bisa video call tengah malam gini?" tanya Zara sambil tertawa.

Dylan mengedipkan mata. "Nggak ada yang lebih menyenangkan daripada video call sama kamu tengah malam, kan?" jawabnya dengan senyuman nakal. "Aku cuma mau bilang... Aku kangen banget sama kamu."

Zara tersenyum, meskipun ada rasa rindu yang semakin mendalam di hatinya. "Aku juga, Dylan. Kamu nggak tahu betapa aku menunggu hari-hari yang lebih baik setelah kamu kembali."

"Beberapa hari lagi, dan aku di sini," jawab Dylan sambil mengacungkan jempol. "Kita bakal ngehabisin waktu bareng. Aku nggak akan biarin kamu ngerasa sendirian lagi."

Zara merasa sedikit lega mendengar itu. Dia tahu, meskipun banyak ketidakpastian dalam hidup ini, satu hal yang pasti: mereka berdua saling membutuhkan, dan itu sudah cukup untuknya. "Aku percaya kamu, Dylan. Semoga semuanya lancar."

Dylan tertawa. "Tentu aja lancar. Aku udah nunggu-nunggu bisa ketemu kamu lagi."

---

Beberapa hari kemudian, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Zara menyiapkan segalanya dengan hati-hati. Dia ingin memastikan bahwa semuanya berjalan dengan sempurna saat Dylan kembali. Namun, di dalam hatinya, ada kegembiraan dan ketegangan yang bercampur aduk.

Saat akhirnya Dylan tiba di bandara, Zara hampir tidak bisa menahan diri. Dia langsung mendekat dan memeluknya erat begitu melihat wajah familiar itu. Semua kegelisahan yang dia rasakan selama ini seakan lenyap begitu saja.

"Zara..." Dylan membisikkan namanya dengan lembut, matanya penuh dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Welcome back," jawab Zara sambil tersenyum lebar.

Dylan tersenyum lebar, merasa dunia ini milik mereka berdua. "Aku janji, kita nggak akan pernah lagi terpisah."

Di antara keramaian bandara, mereka berdua hanya saling menatap, seperti menemukan dunia mereka yang lebih kecil, lebih indah, dan lebih penuh makna.

Karena di akhirnya, mereka tahu—tak ada jarak yang bisa memisahkan mereka selamanya.