Chereads / Cahaya di Tengah Gelap / Chapter 2 - Jejak yang Tersamar

Chapter 2 - Jejak yang Tersamar

Hari berikutnya setelah Rania menerima ancaman misterius. Dia semakin bertekad untuk melanjutkan penyelidikan meskipun risiko semakin besar. Sementara itu, Arkan menghadapi tekanan dari Nadia untuk tetap mematuhi peran yang telah ditentukan baginya dalam skema besar tim balap.

Langit pagi Jakarta terlihat buram, mencerminkan suasana hati Rania yang gelisah namun teguh. Pesan ancaman yang ia terima semalam terus terngiang-ngiang di pikirannya. Berhenti menggali, atau kau akan menyesal. Namun, bukan itu yang membuatnya gentar; justru pesan itu semakin membakar rasa ingin tahunya. Siapa yang begitu terancam oleh usahanya? Apa sebenarnya yang berusaha mereka sembunyikan?

Di sudut lain kota, Arkan bersiap untuk sesi latihan terakhir sebelum balapan besar. Tapi pikirannya jauh dari lintasan. Ingatan tentang pertemuannya dengan Rania masih melekat, seperti duri yang tidak bisa ia abaikan. Dia tahu bahwa mendekati wanita itu hanya akan membawa masalah. Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang mengatakan bahwa mungkin, hanya mungkin, Rania bisa menjadi sekutunya.

(Rania sedang berbicara dengan Dito, fotografer freelance yang membantunya.)

Dito: "Aku serius, Ran. Kalau mereka sampai mengancammu, itu artinya kau sudah terlalu dekat dengan sesuatu yang berbahaya. Mungkin kau harus mundur sedikit."

Rania: (menyilangkan tangan, suaranya tegas) "Mundur bukan pilihan. Ancaman itu hanya membuatku yakin bahwa aku berada di jalur yang benar."

Dito: "Tapi kau sendirian dalam hal ini! Orang-orang seperti mereka tidak main-main."

Rania: (tersenyum tipis) "Aku tidak sendirian, Dit. Aku punya kamera, catatan, dan intuisi. Dan percayalah, itu sudah cukup untuk membuat mereka gentar."

Di garasinya, Arkan mengamati motor balapnya dengan tatapan kosong. Helmnya tergeletak di meja, mencerminkan wajahnya yang lelah. Nadia Laksmi, wanita yang menjadi manajer tim sekaligus pengendali penuh hidupnya, masuk dengan langkah tegas.

Nadia: "Kau sudah lihat skrip untuk konferensi pers nanti, bukan?"

Arkan: (mengangguk tanpa menatap) "Ya."

Nadia: "Pastikan kau tidak keluar dari jalur. Kita tidak butuh pertanyaan yang sulit. Biarkan aku yang mengendalikan narasi."

Arkan: (melihat langsung ke arah Nadia) "Sampai kapan aku harus mengikuti permainan ini?"

Nadia: (tersenyum dingin) "Sampai aku bilang selesai. Ingat, Arkan, kariermu ada di tanganku. Jika kau ingin tetap di lintasan, kau tahu apa yang harus dilakukan."

Arkan mengepalkan tangan di sisinya, tapi dia tahu ini bukan saatnya untuk melawan.

Di sore hari, Rania memutuskan untuk kembali ke arena balap, tapi kali ini dia tidak datang sebagai jurnalis biasa. Dia ingin menyusup ke area kru untuk mencari petunjuk lebih lanjut. Mengenakan hoodie gelap dan jeans, dia berhasil masuk ke garasi kecil yang tampaknya jarang digunakan. Di sana, dia menemukan dokumen-dokumen yang sebagian besar berisi daftar sponsor dan transaksi keuangan.

Namun, suara langkah kaki mendekat. Dengan cepat, Rania menyembunyikan diri di balik tumpukan ban bekas. Dari balik celah, dia melihat dua pria bertubuh besar berbicara dengan nada pelan.

Pria 1: "Nadia bilang kita harus pastikan semua dokumen ini hilang sebelum balapan besok. Kita tidak bisa mengambil risiko."

Pria 2: "Bagaimana dengan pembalap itu? Dia sepertinya mulai mencurigai sesuatu."

Pria 1: (tertawa kecil) "Arkan? Dia tidak punya pilihan. Kita kendalikan segalanya. Dia hanya perlu mematuhi aturan."

Rania menahan napas. Ini lebih besar dari yang dia duga.

Saat Rania mencoba keluar dari garasi, dia bertemu langsung dengan Arkan yang baru selesai latihan. Tatapan mereka bertemu, dan untuk sesaat waktu seakan berhenti.

Arkan: (dengan nada rendah) "Apa yang kau lakukan di sini?"

Rania: (berusaha tenang) "Mencari jawaban."

Arkan: (mendekat, suaranya penuh peringatan) "Kau tidak tahu apa yang sedang kau masuki, Rania. Dunia ini tidak sesederhana yang kau pikirkan."

Rania: (menantang) "Mungkin. Tapi aku tahu satu hal—ada yang tidak beres di sini, dan aku tidak akan berhenti sampai aku menemukannya."

Arkan menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada lebih lembut, "Kalau kau tidak berhati-hati, kau akan terluka."

Rania menatapnya tajam. "Kalau kau peduli, kenapa tidak membantuku?"

Arkan terdiam, lalu berbisik, "Aku akan menghubungimu nanti. Jangan datang ke sini lagi. Terlalu berbahaya."

Malam itu, Rania menerima pesan dari nomor tak dikenal: Ada banyak yang perlu kau tahu. Temui aku di tempat parkir utara, tengah malam.

Sementara itu, Arkan berdiri di balkon apartemennya, menatap ke arah kota yang terang benderang. Dia tahu bahwa keputusannya untuk membantu Rania akan membawanya ke jalur yang tidak pernah ia bayangkan. Tapi untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa ini adalah jalan menuju kebebasan—bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk orang-orang yang terjebak dalam permainan kotor Nadia.