Hari itu, desa Lunaris bersiap untuk festival tahunan Illuma Rising, perayaan ketika matahari kecil melintasi langit lebih dekat dengan Solaris. Semua orang sibuk menghias desa dengan lentera-lentera berwarna emas dan merah.
"Idalia, kau sudah selesai dengan lentera itu?" tanya seorang gadis bernama Tessa, sahabat Idalia.
Idalia tersenyum sambil mengayunkan tangannya. Dengan sekali gerakan, lentera-lentera yang berserakan di tanah melayang ke udara dan mulai menyala, cahayanya memantulkan warna oranye keemasan.
"Kau tahu, kau membuat semua pekerjaan ini terlalu mudah," Tessa mengerutkan alisnya, tapi ada kekaguman yang jelas di matanya.
"Kalau aku bisa membantu lebih cepat, kenapa tidak?" Idalia menjawab ringan. "Selain itu, aku suka melihat desa ini bersinar. Rasanya... hangat."
Namun, saat dia berbicara, Idalia merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekitarnya menjadi lebih dingin, meskipun kedua matahari bersinar terang di langit. Dia berbalik, melihat bayangan yang tak seharusnya ada di siang hari.
"Idalia, kau baik-baik saja?" Tessa bertanya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.
"Ya... hanya sedikit lelah," Idalia berbohong, menyembunyikan perasaannya. Tapi jauh di dalam hatinya, dia tahu sesuatu yang besar sedang mendekat.
Malam itu, di tengah perayaan, langit tiba-tiba menjadi gelap. Kedua matahari tertutup oleh awan gelap yang bergerak dengan kecepatan tidak wajar. Penduduk desa panik, namun Idalia berdiri di tengah kerumunan, matanya bersinar terang.
"Ini bukan badai biasa," gumamnya, tangan kanannya mulai memancarkan cahaya emas yang intens. "Ini... sesuatu yang lebih besar."