Akari POV :
Ah! Kan aku masih punya Azura! Tapi dia mau maafin aku ga ya? Masa bodo ah mending coba dulu. Dia pasti akan senang kalau aku mengajaknya ke Isekai.
Kalau dipikir pikir aku belum bilang kepadanya ya? Bahwa aku bukanlah manusia namun elf. Dia pasti akan terkejut saat kita bertemu.
Akari kemudian berdiri. Rambut putih nan panjang Akari terbelai dengan indahnya oleh angin yang berhembus. Angin malam menerjang tubuh Akari, menciptakan hawa yang dingin.
Baiklah, sekarang ayo gunakan kekuatan itu. Aku menutup mataku dan membayangkan wujud seorang Azura. Ini adalah skill baruku. Skill ini dapat membuat kita tahu keberadaan orang lain hanya dengan mengingat wujud dari orang tersebut. Apakah ini akan berhasil? ...Ah ketemu! Cuma butuh waktu beberapa menit wehh. Gilak... skill ini bagus juga ya?
Ketika aku berteleport ke tempat Azura, aku melihat Azura yang sedang bersiap siap untuk tidur. Dia sedang duduk di atas kasurnya. Dia terlihat sangat kaget ketika aku berteleport kesampingnya. Aku hanya menatapnya dengan pandangan yang kosong.
"S-siapakah kamu?!" Tanya Azura kepadaku.
"Hei hei hei... Apa kamu sudah lupa kepadaku? Padahal baru beberapa bulan, lho" Gerutuku.
"Apakah kamu Akari? Kenapa telingamu seperti itu? Telingamu seperti elf. Apakah kamu mati karena ingin bereinkarnasi lagi untuk menjadi elf?"
Aku memutar bola mataku malas dan berkata, "Tentu saja tidak, siapa juga yang mau mati lagi hanya untuk menjadi elf? Ini adalah wujud sebenarnya dariku. Omong-omong apakah kamu mau ikut aku ke isekai bersama?"
"Apa..? Bolehkah? Mau bangettt!. "
"Benarkah? Apa yang membuatmu ingin ikut Azura? Padahal dulu aku meninggalkanmu sendirian? "
"Karena aku tau Akari... Derita apa saja yang telah kamu alami selama ini. Beban hidupmu sangatlah berat. Aku ingin menjadi sepertimu, selalu kuat dalam menjalani hari hari. Kau adalah sahabat terbaikku Akari. Aku merasa bahwa kamu adalah cahaya yang akan menyinari hidupku yang suram ini. Tolong jangan tinggalkan aku lagi Akari. "
"Terimakasih Azura, aku sangat beruntung mempunyai teman sepertimu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi" Ucapku sambil memeluk Azura dengan erat.
Setelah berpelukan beberapa menit aku melepaskan pelukannya. Aku langsung memegang kedua pundak temanku itu dan menatapnya lurus.
"Azura apakah kamu tau cara agar kita bisa pergi ke isekai?" Tanyaku kepadanya.
"Haa...? Daritadi kamu berbicara dan kamu tidak tau caranya??" Azura menggeleng gelengkan kepalanya.
"Hehe, sebenarnya aku kesini juga untuk menanyakan hal itu. "
"Hah... Baiklah aku mengerti. Jika kita ingin pergi ke isekai, kita hanya perlu berjalan terus ke arah selatan. Disana kita bisa menemukan sebuah gua, gua itu adalah portal antar dimensi yang akan membawa kita ke isekai."
"Hanya seperti itu? "
"Yap." Jawabannya singkat.
"Baiklah kalau begitu. Azura, sekarang coba pegang tanganku. " Ucapku dan Azura langsung menurutinya.
Sekarang kami sudah berteleport ke gua yang tadi sudah disebutkan oleh Azura.
"Wowww! Skill-mu sangat kerenn.." Puji Azura.
"Ayo masuk. " Ajakku.
Kami berdua pun masuk ke dalam gua itu. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami sampai di ujung gua.
"A-apa ini!? "Seruku dan Azura berbarengan.
Terlihat air terjun yang mengalir deras di tengah tengah bukit. Burung burung berterbangan dan menyanyi menciptakan suara yang merdu. Angin sepoi-sepoi menerpa tubuhku dan Azura. Matahari menyinari air yang berjatuhan menciptakan pelanginya yang indah.
"Indah sekali. "
"He-em aku tidak menyangka bahwa ada tempat seindah ini di isekai. "
Kami berdua memutuskan untuk beristirahat sejenak di tempat ini. Kami berbaring di rumput rumput hijau untuk menikmati keindahan yang tiada tara ini.
Ketika berbaring santai tiba tiba aku merasakan sesuatu yang sangat sakit di dalam perutku. Rasanya perutku seperti sedang dicabik-cabik oleh cacing besar Alaska.
"Arghhhh." tubuhku mulai melemas diikuti dengan pandanganku yang mulai memudar.
"Hei Akari kamu kenapa?!!! "Azura mencoba untuk membangunkanku yang mulai tak sadarkan diri.
Suara Azura semakin samar samar. Ketika aku membuka mataku aku dikejutkan karena aku ada di tempat yang sangat gelap. Tempat ini membuatku teringat akan kejadian dimana aku akan bereinkarnasi.
Apakah aku akan mati? Kenapa aku harus hidup seperti ini? Apa salahku? Apakah aku punya kesalahan yang tidak bisa di maafkan? Atau karena aku sudah membunuh banyak orang? Padahal kan aku diperbudak.
Saat aku membuka mataku aku melihat Azura yang sedang bersusah payah untuk menyembuhkanku. Dia terlihat sangat khawatir.
"S-sekarang aku ada dimana? Azura, apakah itu kamu? "
"Iya Akari ini aku, kamu sekarang ada di penginapan yang aku pesan. Jangan bergerak dulu ya. " Pintar Azura sambil mencoba menyembuhkan badanku.
"Baiklah."Jawabku singkat.
Setelah Azura selesai menyembuhkanku. Kami memutuskan untuk istirahat malam ini. Besok pagi kami akan pergi ke perpustakaan ibu kota.
__________________♡____________________
Pagi hari telah tiba, matahari sudah mulai menampakan wujudnya. Kami berdua keluar dari penginapan untuk menuju perpustakaan. Aku mengobrol hangat dengan Azura.
Ketika asik mengobrol tiba tiba ada beberapa orang yang menghadang jalan kami. Orang orang itu terlihat seperti tukang parkir yang sedang mencari mangsa.
"Hei kalian! kalian sudah memasuki wilayah kami. Cepetan bayar! "
"Siapa kalian hah?! Enak aja mau malak kami. "Tantang Azura dengan muka yang menurutku sama sekali tidak cocok dengannya. -_-
"O nantang ya? Berani beraninya kalian menginjakkan kaki kalian di tanah kami, sekarang malah mau ngajak ribut hah?!" Orang itu menarik kerah baju milik Azura.
"Hei, tenang tenang, kan bisa omongin baik baik bang? Emang tanah ini punya kalian ya? Bukannya punya kerajaan ya" Aku mencoba menengahi pertengkaran kecil ini.
"Jangan ikut campur!! Ada apa dengan telinga itu? Kamu elf? Hahaha berani beraninya kamu menampakkan wujudmu disini." Ucap laki laki itu sambil mengejekku.
Laki laki itu melepaskan kerah baju Azura dan menghampiriku. "
"Jangan macem macem ya di wilayah kami. Kali ini kalian beruntung. Kalo sampe aku liat kalian lagi, aku ga akan menahan diri. "Laki laki itu pergi dengan antek-anteknya.
" Oh jadi kalian takut ya sama kami?" Pancingku.
" APAAA?!! Kau pikir kami takut? Takut dengan bocah tengil kayak kalian? Aku udah baik baik mau ngelepasin kalian, dan sekarang kamu malah ngeremehin kami? Jangan menyesal. "
Mereka menghampiri kami dan mencoba memukulku, namun aku bisa menghindar. Aku mengeluarkan kedua belatiku dan mulai menyerang mereka. Aku melumuri belatiku dengan racun yang dapat melumpuhkan orang dengan cepat.
"Hei Akari, sisakan lah, jangan ambil semua." Pinta Azura dengan smrik.
"Iya iya, satu aja ya? " Balas ku.
"Kau benar benar tidak cocok tau. Harusnya kamu pakai pedang atau panah aja, ini malah belati."
Azura mulai menyerang salah satu dari mereka menggunakan panahnya
"To-tolong ampuni aku. Aku akan memberikan apapun yang kalian mau. "
"Baru sekarang? Hei Akari menurutmu kita harus minta apa. " Ucap Azura sambil menusuk nusuk lawannya itu menggunakan panahnya layaknya tombak.
"Hmm, terserah kamu aja. " Jawabku malas.
Setelah berurusan dengan beberapa orang yang menyebalkan itu kami pun melanjutkan jalan kami menuju perpustakaan. Kami mendapatkan beberapa koin emas, hasil rampasan dari orang orang tadi.
Didepan kami berdiri kokoh bangunan yang sangat besar. Bangunan itu bercat putih dengan ukiran khas abad pertengahan.
"Apakah ini perpustakaannya? BESAR SEKALI!!" Seruku sambil manganga kagum.
"Iya, ayo masuk" Ajak Azura.
Bersambung...