Chereads / I Will Always Love You by Rizdhan / Chapter 13 - Chapter 13 : Tekad Aarav

Chapter 13 - Chapter 13 : Tekad Aarav

Beberapa menit kemudian, teman-temanku yang lain mulai berdatangan ke tempat dudukku. Teman-temanku itu adalah 2 laki-laki yang bernama Gavin dan Kafi serta 2 perempuan yang bernama Rahza dan Kyna. Mereka berempat bisa dibilang teman dekatku, Noa, Vyn dan Hana di kelas saat SMA. Aku bukan hanya berteman dengan mereka saja, aku juga berteman dengan para murid di kelas. Hanya saja, hubungan pertemananku lebih dekat dengan mereka. Itu karena kami sering bersama-sama entah itu saat di sekolah atau di luar sekolah.

Namun, meski aku bilang kalau aku berteman dengan para murid di kelas, aku di masa lalu tidak berteman dengan Nadine dan teman-teman dekatnya seperti Karina dan Alisha. Aku saat itu benar-benar membenci Nadine dan tidak mau berhubungan dengannya atau dengan orang-orang di sekitarnya. 

Tetapi kini aku sudah berubah. Di masa ini aku memutuskan untuk tidak hanya ingin akrab dengan Nadine tetapi dengan teman-teman terdekatnya. Aku tidak akan melakukan hal yang sama seperti di masa lalu itu.

Lalu ketika Gavin, Kafi, Rahza dan Kyna datang ke tempat dudukku, lagi-lagi mereka menanyakan hal yang sama dengan yang ditanyakan oleh Noa, Vyn dan Hana sebelumnya, yaitu soal kenapa aku tiba-tiba memeluk Nadine. Aku pun lalu kembali menjelaskan tentang hal itu kepada mereka.

"Heeee begitu ya, gw gk nyangka kalau lu sama Nadine ternyata adalah teman masa kecil," ucap Kyna.

"Gw juga tidak menyangkanya," ucap Rahza.

"Gw minta maaf karena telah menyembunyikannya selama ini dari kalian," ucapku.

"Gak papa, Rav. Santai aja," ucap Gavin.

"Jadi lu mulai sekarang ingin agar bisa akrab kembali dengan Nadine kayak dulu?," tanya Kafi.

"Iya, gw ingin bisa akrab kembali dengan Nadine," ucapku.

"Hmmm, kalau lu ingin berbaikan dan akrab kembali dengan Nadine, bukannya lu tinggal bilang langsung ke Nadine aja? Kalau mendengar dari penjelasan lu sebelumnya tentang kesalahpahaman yang terjadi antara lu dengan Nadine dulu, seharusnya Nadine tidak berlarut-larut dalam membenci lu. Lu kan hanya bermaksud baik dengan memberinya peringatan meskipun ditanggapi dengan amarah dan tamparan darinya. Mungkin peringatan dari lu itu yang membuat Nadine membenci lu tetapi seharusnya dia tidak membenci lu lagi apalagi peringatan lu itu terbukti benar kan?," tanya Kyna.

"Iya," ucapku.

Sebelumnya selain memberitahu tentang hubunganku dengan Nadine, aku juga memberitahu mereka tentang kejadian salah paham yang terjadi dulu yang membuat hubunganku dengan Nadine menjadi tidak akur lagi.

"Nah kan, seharusnya Nadine tidak berlarut-larut dalam membenci lu, apalagi peringatan lu itu terbukti benar. Malahan dia lah yang seharusnya meminta maaf karena telah mengabaikan peringatan lu, apalagi sampai memarahi lu dan menampar lu segala. Seharusnya lu yang masih membenci Nadine hingga saat ini tetapi lu justru yang ingin lebih dulu memperbaiki hubungan kalian," ucap Kyna.

Perkataan Kyna ada benarnya, dari kesalahpahaman itu seharusnya Nadine yang meminta maaf. Lalu, justru aku yang seharusnya terus membencinya karena dia telah memarahiku dan bahkan menamparku setelah aku memberinya peringatan dengan maksud yang baik. 

Ya, aku di masa lalu memang terus membencinya karena hal itu. Aku memang tidak berniat meminta maaf karena bukan aku yang salah dalam kesalahpahaman itu, justru Nadine lah yang bersalah.

Nadine memang tidak meminta maaf kepadaku saat kami masih SMA itu karena kami juga tidak saling berinteraksi satu sama lain. Tetapi Nadine sudah meminta maaf kepadaku tentang kesalahpahaman itu saat kami sudah menikah.

Pertanyaan pun muncul dibenakku. Meskipun Nadine sudah meminta maaf setelah kami sudah menikah, tetapi kenapa dia tidak meminta maaf saat kami bertemu kembali di SMA?. Apa karena aku tidak berinteraksi dengannya sehingga dia tidak punya kesempatan untuk meminta maaf kepadaku saat SMA?. Apa karena dia menganggapku telah membencinya sehingga dia kesulitan untuk meminta maaf?. Aku benar-benar bingung ketika memikirkan hal itu.

Ketika sedang bingung itu, aku tiba-tiba teringat dengan percakapanku dengan Nadine sebelum Nadine meninggal. Aku ingat kalau Nadine bilang dia merasa sangat bersalah setelah kejadian salah paham itu. Dia merasa bersalah karena telah mengabaikan peringatanku, apalagi sampai memarahiku dan juga menamparku. Karena rasa bersalah itu, dia memilih untuk tidak berbicara denganku lagi meskipun dia ingin.

"Jadi begitu ya. Dulu, saat masih SMA, Nadine tidak bisa meminta maaf kepadaku karena dia memilih untuk tidak berbicara denganku gara-gara rasa bersalahnya itu. Jika dulu aku berbicara dengannya lebih dulu, mungkin dia akan memiliki kesempatan untuk meminta maaf kepadaku. Jika dia sudah meminta maaf, rasa bersalahnya pun pasti akan hilang," pikirku.

Setelah memikirkan itu, aku tiba-tiba bangun dari tempat dudukku. Aku yang tiba-tiba bangun dari tempat dudukku itu membuat teman-temanku yang lain terkejut.

"Ada apa, bro?," tanya Noa.

Aku tidak menjawab pertanyaan Noa dan memilih untuk langsung berjalan pergi meninggalkan tempat dudukku. Teman-temanku pun kembali terkejut ketika melihatku yang tiba-tiba langsung pergi meninggalkan tempat dudukku.

"Eh, Rav?," ucap Rahza.

"Bro, lu mau kemana?," tanya Vyn.

Aku tidak menanggapi perkataan mereka dan terus berjalan. Aku berjalan bukan untuk menuju ke luar kelas, melainkan untuk menuju ke tempat duduk yang berada di pojok kanan depan kelas. Tempat duduk itu merupakan tempat duduk Nadine. Ya, aku berjalan menuju tempat duduk Nadine untuk berbicara dengannya.

Aku memutuskan untuk berbicara dengan Nadine lebih dulu. Meskipun aku tahu kalau Nadine lah yang bersalah dalam kejadian salah paham itu dan dia lah yang seharusnya minta maaf. Tetapi Nadine tidak akan minta maaf karena dia tidak akan berbicara denganku. Jadi aku harus berinisiatif dengan berbicara dengannya lebih dulu. Jika aku tidak berbicara dengannya lebih dulu, Nadine saat SMA ini tidak akan pernah berbicara denganku 1 kali pun.

Aku harus segera berbaikan dan menjalin hubungan dengan Nadine di masa ini. Untuk itu, aku harus berbicara dengannya lebih dulu. Aku tidak akan menunggunya untuk berbicara kepadaku lebih dulu karena tidak mungkin dia akan melakukan itu saat SMA. 

Sebelumnya aku memang sempat berbicara dengan Nadine tetapi dia menanggapiku dengan marah. Namun itu karena aku berbicara kepadanya setelah tiba-tiba memeluknya, jelas kalau dia akan marah. Sekarang aku akan mencoba berbicara dengannya lagi dengan benar. Aku harap dia mau menanggapiku.

Tidak lama kemudian, aku pun hampir sampai ke tempat duduk Nadine. Aku merasakan kalau para murid yang ada di kelasku itu sedang melihatku yang sedang berjalan ke tempat duduk Nadine. Teman-teman dekat Nadine termasuk Karina dan Alisha yang sedang duduk di dekat Nadine pun kini sedang melihat ke arahku yang sedang berjalan ke tempat duduk Nadine.

Setelah itu, aku pun sampai di depan tempat duduk Nadine. Nadine terlihat masih membaca buku tanpa melihatku sama sekali yang sudah ada di depannya. Entah Nadine memang tidak sadar kalau aku sudah berada di depannya atau dia sadar tetapi dia tidak memperdulikanku. Setelah sampai di depan tempat duduk Nadine, aku lalu mulai berbicara kepadanya.

"Nadine," ucapku.

Nadine tidak langsung menanggapi perkataanku tetapi tidak lama kemudian, dia pun mulai menanggapi perkataanku.

"Ada apa?," tanya Nadine.

Nadine menanyakan itu dengan nada yang terdengar seperti sedang kesal. Selain itu, dia juga menanyakan itu tanpa melihat ke arahku karena dia terus melihat ke buku yang dibacanya.

"Gw ingin meminta maaf soal yang tadi. Sebelumnya gw memang udah meminta maaf tetapi gw pikir gw kayaknya belum meminta maaf dengan benar. Jadi gw ingin meminta maaf lagi kepada lu, Nadine," ucapku.

Aku memutuskan untuk meminta maaf lagi kepadanya karena sebelumnya aku berpikir kalau Nadine tidak menerima permintaan maafku karena dia masih marah gara-gara aku memeluknya secara tiba-tiba. Karena sekarang mungkin dia sudah sedikit mendingan, jadi aku memutuskan untuk meminta maaf lagi.

Nadine tidak langsung menanggapi permintaan maafku. Dia hanya diam saja sambil terus membaca buku yang dipegangnya. Lalu beberapa detik kemudian, dia pun kembali berbicara.

"Apa hanya itu saja yang ingin lu katakan?," tanya Nadine.

Aku sedikit terkejut setelah mendengar pertanyaan Nadine itu. Aku tidak menyangka kalau dia justru menanyakan hal itu daripada menerima permintaan maafku. Aku memang tahu kalau Nadine saat SMA terkenal sebagai perempuan yang cuek dan jutek tidak hanya ke laki-laki saja tetapi juga ke beberapa perempuan. Tetapi aku tidak menyangka kalau responnya terhadapku akan seperti itu.

"Bukannya Nadine bilang kalau saat SMA dia tidak ingin berbicara denganku karena dia merasa bersalah kepadaku? Jika dia seperti itu, aku pikir dia akan canggung dan malu ketika aku berbicara dengannya lebih dulu. Tetapi kenapa tanggapannya terhadapku seperti ini? Sebelumnya, aku masih mewajarkan tanggapannya kepadaku karena aku berbicara dengannya tepat setelah tiba-tiba memeluknya. Tetapi ini sudah beberapa menit berlalu sejak kejadian tadi pagi, kenapa tanggapannya masih seperti itu? Apa Nadine masih marah kepadaku?," pikirku.

Aku pun terdiam sambil terus memikirkan hal itu. Ketika aku sedang terdiam, tiba-tiba Nadine berbicara lagi.

"Jika tidak ada hal lain yang ingin lu katakan, bisa minta tolong untuk segera pergi dari sini?," tanya Nadine.

Aku yang sedang terdiam pun kembali terkejut setelah mendengar perkataan Nadine itu. Lagi-lagi Nadine meresponku dengan dingin.

"Tunggu sebentar, Nad-,"

Aku berniat mengatakan sesuatu kepada Nadine tetapi perkataanku terpotong karena tiba-tiba bel sekolah mulai berbunyi.

*Ding-dong, Ding-dong

Setelah suara bel berbunyi, kini muncul suara pemberitahuan.

"Kepada semua murid sekolah, diharapkan segera pergi ke lapangan sekolah karena upacara akan segera dimulai,"

Suara pemberitahuan itu adalah pemberitahuan kepada para murid untuk segera melaksanakan upacara. Hari ini merupakan hari Senin, jadi sudah jelas sekolahku akan melaksanakan upacara terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran.

Setelah suara pemberitahuan itu berhenti, Nadine yang awalnya sedang membaca buku lalu menutup buku itu dan memasukannya ke kolong mejanya. 

"Lu dengar kan kalau semua murid harus segera pergi ke lapangan? Jadi lebih baik lu segera pergi dari sini," ucap Nadine. 

Aku kembali terkejut setelah mendengar perkataan Nadine. Aku memang sudah tahu kalau Nadine di masa SMA itu terkenal cuek dan jutek tetapi dulu aku tidak pernah merasakan langsung sifatnya itu karena aku tidak pernah berinteraksi dengannya. Namun sekarang aku begitu terkejut setelah merasakan sifatnya ini secara langsung. Padahal di masa depan, ketika Nadine sudah menjadi istriku, dia tidak cuek dan jutek seperti ini. Justru dia sangat lembut dan perhatian kepadaku. Tidak hanya di masa depan, saat aku masih kecil pun ketika aku masih berteman dengannya, Nadine tidak cuek dan jutek seperti ini. Namun sifatnya itu telah berubah setelah kejadian itu.

"Apa gara-gara dia dikhianati oleh mantan sahabatnya itu ketika SD sehingga membuatnya menjadi cuek dan jutek seperti ini?," pikirku.

Setelah itu, Nadine tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan kemudian dia pun mulai berjalan pergi meninggalkan tempat duduknya.

"Ayo kita segera pergi ke lapangan," ucap Nadine.

Aku tahu kalau ajakan Nadine itu bukan ditujukan untukku, melainkan ditujukan kepada teman-temannya yang ada di dekatnya.

"Iya, ayo kita ke lapangan," ucap Alisha.

Setelah itu, Alisha, Karina dan beberapa teman dekat Nadine mulai berjalan pergi menyusul Nadine. Mereka semua ditambah dengan Nadine lalu mulai berjalan keluar kelas. Ketika Nadine dan teman-temannya itu sudah berada di pintu kelas, aku mencoba menghentikan Nadine dengan memanggilnya.

"Tunggu, Nadine," ucapku.

Tetapi Nadine tidak menanggapi panggilanku itu. Dia terus berjalan meninggalkan kelas tanpa menoleh ke belakang untuk melihatku. Hanya Alisha, Karina dan beberapa teman dekatnya saja yang menoleh ke belakang untuk melihatku ketika aku memanggilnya.

Setelah itu, Nadine dan teman-temannya pun telah berjalan keluar kelas untuk menuju lapangan. Sementara aku masih terdiam di depan tempat duduk Nadine setelah Nadine tidak menanggapi panggilanku barusan. Ketika aku sedang terdiam, aku merasakan kalau tatapan semua siswa yang masih berada di kelas sedang melihat ke arahku. Tetapi aku tidak memperdulikan dan memikirkan hal itu. Aku sekarang hanya fokus memikirkan Nadine. Aku terus memikirkan kenapa Nadine bersikap seperti ini kepadaku. "Bukankah di masa depan dia bilang kalau dia masih merasa sangat bersalah makanya dia tidak mau berbicara dan berinteraksi denganku saat SMA? Aku berpikir kalau meski dia tidak mau berbicara dan berinteraksi lebih dulu denganku, tetapi dia akan mau apabila aku yang berbicara dan berinteraksi lebih dulu dengannya. Namun kenapa ketika aku berbicara dan berinteraksi dengannya lebih dulu, responnya malah seperti itu kepadaku? Kenapa dia menjadi dingin dan jutek kepadaku?," pikirku.

Aku terus memikirkan hal itu agar aku bisa segera menemukan solusi untuk mengatasinya. Ketika aku sedang memikirkan hal itu, teman-temanku yang lain mulai datang menghampiriku.

"Gw nggak menyangka lu tiba-tiba pergi ke tempat duduk Nadine," ucap Vyn.

"Hmm dari responnya itu, kelihatannya Nadine masih benci sama lu. Padahal gw pikir seharusnya Nadine tidak membenci lu berlarut-larut," ucap Kyna.

"Untuk sekarang sepertinya Nadine tidak ingin berbicara dengan lu karena responnya terhadap lu kayak begitu. Jadi apa yang akan lu lakukan sekarang, bro? Apa lu akan tetap berusaha untuk berbicara dengan Nadine?," tanya Noa.

"Iya, gw nanti akan mencoba untuk berbicara lagi dengan Nadine. Meskipun Nadine saat ini kelihatannya tidak mau berbicara dengan gw, gw akan terus mencoba untuk mengajaknya bicara sampai dia mau berbicara dengan gw. Gw ingin bisa akrab kembali dengannya sama seperti dulu," ucapku.

Itu benar meskipun Nadine tadi merespon perkataanku dengan dingin dan jutek, bukan berarti hal itu akan membuatku menyerah. Aku akan terus mencoba untuk mengajaknya bicara karena aku ingin bisa akrab dengannya lagi di masa ini. Meski sebelumnya aku terkejut karena responnya terhadapku, tetapi bukan berarti aku akan langsung menyerah begitu saja.

"Ya sudah. Jika lu tetap ingin mencobanya, gw bakalan ngedukung lu," ucap Noa.

"Gw juga," ucap Vyn.

Teman-temanku yang lain pun juga ikut mendukungku termasuk dengan Hana meskipun dia masih berekspresi seperti sebelumnya.

"Ya sudah, sekarang lebih baik kita segera ke lapangan untuk melaksanakan upacara," ucap Noa.

"Iya," ucapku.

Setelah itu, kami semua pun langsung berjalan ke luar kelas lalu pergi ke lapangan sekolah untuk melaksanakan upacara.

-

Sekitar 30 menit kemudian.

Upacara pun telah selesai dilaksanakan dan para murid langsung bergegas kembali ke kelas masing-masing. Ketika aku sedang kembali ke kelasku, aku kebetulan melihat Nadine dan teman-teman dekatnya yang berada tidak jauh di depanku. Aku pun kemudian langsung memanggilnya.

"Nadine," ucapku.

Nadine tidak menanggapi panggilanku itu. Tidak hanya tidak berhenti, dia juga tidak menoleh ke belakang untuk melihatku. Dia terus berjalan menuju kelas sementara teman-teman dekatnya terlihat menoleh ke belakang untuk melihatku. Alisha terlihat mengatakan sesuatu kepada Nadine setelah dia menoleh ke belakang untuk melihatku. Entah apa yang dia bicarakan kepada Nadine karena aku tidak bisa mendengarnya. Setelah Alisha mengatakan sesuatu kepada Nadine, Nadine terus berjalan menuju kelas bersama dengan teman-teman dekatnya itu. 

Meski Nadine tidak menanggapiku, aku tidak langsung menyerah dan memilih untuk mengikutinya ke kelas.

-

Di kelas, ketika Nadine sudah berada di kelas dan duduk di tempat duduknya, aku yang baru saja tiba di kelas langsung menghampiri tempat duduk Nadine. Murid-murid yang ada di kelas pun langsung melihat ke arahku yang sedang berjalan menuju ke tempat Nadine termasuk teman-teman dekat Nadine dan teman-teman dekatku yang baru saja tiba di kelas bersamaku.

Ketika sudah berada di tempat duduk Nadine, aku pun langsung mencoba berbicara kepadanya.

"Nadine-,"

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Nadine tiba-tiba memotong perkataanku.

"Hei," ucap Nadine.

Aku pun terkejut setelah Nadine tiba-tiba memotong perkataanku. Tetapi aku lebih terkejut karena kali ini Nadine berbicara sambil melihat ke arahku.

"Lebih baik lu-,"

Belum sempat Nadine menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba bel sekolah kembali berbunyi.

*Ding-dong, Ding-dong

Bel sekolah yang kembali berbunyi itu menandakan kalau jam pelajaran pertama telah dimulai. Setelah bel itu selesai berbunyi, Nadine lalu kembali berbicara kepadaku. Tetapi kini dia tidak melihat ke arahku karena dia berbicara kepadaku sambil memeriksa tasnya.

"Lu dengar kan? Bel pelajaran pertama sudah berbunyi, lebih baik lu segera kembali ke tempat duduk lu," ucap Nadine.

Aku pun terdiam sesaat setelah mendengar perkataan Nadine. Namun tidak lama kemudian, aku lalu menanggapi perkataannya.

"Baiklah," ucapku sambil melihat ke arah Nadine.

 Saat aku mengatakan itu, Nadine tidak melihat ke arahku sama sekali. Setelah itu, aku pun langsung melangkahkan kakiku untuk menuju ke tempat dudukku yang ada di belakang. Aku bisa merasakan kalau para siswa yang ada di kelas saat ini masih menatapku. Mereka pasti penasaran kenapa aku yang sebelumnya tidak pernah berinteraksi dengan Nadine tiba-tiba mulai berinteraksi dengannya. Apalagi, tadi aku telah memeluk Nadine secara tiba-tiba yang membuat mereka semakin penasaran. Namun meski mereka semua sedang menatapku, aku sama sekali tidak memperdulikannya.

Setelah sampai dan duduk di tempat dudukku, Noa yang duduk di sampingku lalu berbicara kepadaku.

"Kelihatannya Nadine nggak mau berbicara sama lu, bro. Padahal dulu kalian berdua sangat dekat tetapi sekarang kalian malah kayak gini," ucap Noa.

"Maka dari itu gw ingin hubungan gw sama Nadine kembali kayak dulu lagi. Meskipun Nadine kelihatannya nggak mau berbicara sama gw, gw akan terus mencoba agar Nadine mau berbicara sama gw. Gw harus membuatnya mau berbicara sama gw terlebih dahulu sebelum memperbaiki hubungan gw dengannya," ucapku.

Sementara itu, Hana yang duduk di depan kelas bagian tengah terlihat sedang melihat ke arah Nadine. Hana melihat Nadine dengan menampilkan ekspresi datar di wajahnya.

-

Pukul 9.30, waktu istirahat pertama pun akhirnya tiba.

Beberapa murid di kelasku langsung bergegas pergi meninggalkan kelas ketika waktu istirahat telah tiba. Mereka yang meninggalkan kelas itu adalah mereka yang ingin pergi ke kantin untuk membeli makanan. Sementara sisanya yang masih berada di dalam kelas adalah mereka yang membawa bekal makanan dari rumah. Mereka yang membawa bekal makanan biasanya memakan makanannya di dalam kelas tetapi ada juga yang memakannya di luar kelas.

Di antara murid-murid yang pergi meninggalkan kelas itu ada Nadine dan teman-teman dekatnya. Melihat Nadine pergi meninggalkan kelas, aku pun langsung bergegas mengejarnya. Untungnya aku masih sempat mengejar Nadine ketika Nadine sedang mau melewati ruang kelas 12-C untuk menuju kantin.

"Nadine!," ucapku.

Setelah aku mengatakan itu, teman-teman dekat Nadine pun berhenti melangkah dan langsung menoleh ke belakang untuk melihatku. Tidak hanya teman-temannya saja, Nadine pun juga ikut berhenti melangkah. Ini membuatku sedikit terkejut karena sebelumnya ketika aku memanggilnya saat dia sedang berjalan, dia bakal terus melanjutkan langkahnya tanpa berhenti sedikitpun.

Lalu ketika Nadine sudah berhenti setelah aku panggil, aku lalu mulai berbicara dengannya.

"Nadine, ak-,"

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Nadine tiba-tiba memotong perkataanku.

"Hei," ucap Nadine.

Nadine kemudian menoleh ke belakang untuk melihatku.

"Bisa nggak lu untuk jangan sok akrab dengan gw?," tanya Nadine.

Aku pun langsung terkejut setelah mendengar perkataan Nadine itu.

"Eh!?," ucapku.

-Bersambung