Tahun-tahun berlalu, Bara tumbuh menjadi remaja tangguh yang dikenal di kampungnya sebagai anak yang selalu gigih dalam menggapai impian. Setiap sore, ia sering berlatih sendiri di lapangan kecil dekat rumahnya. Tinju sudah menjadi bagian dari hidupnya, meskipun ia belum pernah mendapatkan pelatihan yang sebenarnya. Namun, semangat dan kegigihannya tidak pernah pudar.
Suatu hari, Bara pergi ke pasar untuk membantu ibunya berjualan. Di sudut pasar yang ramai, ia melihat seorang pria tua berpostur tegap yang tengah berbicara dengan beberapa pemuda. Pria itu tidak lain adalah Akbar, seorang mantan petinju nasional yang kini tinggal di kampung itu setelah pensiun dari dunia tinju.
Bara memperhatikan dari kejauhan. Ia tahu siapa Akbar. Nama pria itu melegenda di kalangan pecinta tinju di daerah mereka. Dengan ragu, Bara mendekati kerumunan.
Bara:
(dalam hati, gugup) "Ini kesempatanku. Kalau aku bisa belajar dari Pak Akbar, aku bisa menjadi petinju sungguhan."
Setelah beberapa saat, Bara memberanikan diri untuk menyapa Akbar.
Bara:
"Pak Akbar, maaf mengganggu. Saya Bara. Saya ingin belajar tinju. Bapak bisa mengajari saya?"
Akbar menoleh dan mengamati Bara dari ujung kepala hingga kaki. Pria itu tidak langsung menjawab, tetapi melihat dengan tatapan serius yang membuat Bara sedikit canggung.
Akbar:
"Tinju bukan sekadar memukul, Nak. Tinju itu kerja keras, disiplin, dan pengorbanan. Kamu yakin sanggup?"
Bara:
(tersenyum penuh semangat) "Saya yakin, Pak! Saya mau belajar dan berlatih keras. Saya ingin menjadi petinju seperti Bapak."
Akbar terdiam sejenak, seolah menimbang-nimbang.
Akbar:
"Kalau begitu, datanglah ke tempat latihan besok pagi. Buktikan kesungguhanmu."
Bara mengangguk dengan penuh semangat. Malam itu, ia hampir tidak bisa tidur karena membayangkan seperti apa hari pertamanya berlatih.
---
Hari Pertama Latihan
Keesokan paginya, Bara datang lebih awal ke sebuah tempat sederhana di pinggir desa yang digunakan sebagai tempat latihan. Tempat itu tidak mewah—hanya sebuah ruangan dengan lantai beton, sebuah ring kecil, dan beberapa peralatan tinju yang terlihat usang.
Di sana, Bara bertemu dengan Satria, pelatih yang lebih senior, dan beberapa anak muda yang juga sedang berlatih. Salah satu dari mereka adalah Fikri, seorang remaja yang baru bergabung beberapa bulan sebelumnya.
Satria:
(kepada Akbar, sambil menunjuk Bara) "Ini anak baru yang kamu bilang kemarin?"
Akbar:
(tersenyum tipis) "Iya. Dia mau belajar tinju. Kita lihat apakah dia punya nyali untuk bertahan."
Bara hanya mendengarkan dengan canggung, tetapi ia tidak mundur. Setelah memperkenalkan diri, Akbar langsung memulai pelatihan dasar.
Akbar:
"Baik, Bara. Sebelum kamu masuk ring, kamu harus belajar teknik dasar. Mulai dari posisi bertahan, footwork, dan pukulan dasar. Jangan berpikir tentang bertarung dulu."
Hari pertama Bara dihabiskan untuk belajar posisi bertahan yang benar dan cara bergerak di atas ring. Latihan itu jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Kakinya terasa kaku, dan tubuhnya cepat lelah.
Fikri:
(sambil tertawa kecil) "Santai saja, Bara. Hari pertama memang selalu terasa berat. Aku dulu juga seperti itu."
Bara:
(tersenyum, meskipun napas terengah-engah) "Aku tidak akan menyerah."
Hari demi hari, Bara terus berlatih dengan tekun. Meskipun tubuhnya sering terasa sakit, ia tidak pernah absen dari latihan. Akbar dan Satria mulai memperhatikan semangat dan kemauan kerasnya.
---
Tantangan Pertama di Tempat Latihan
Suatu hari, saat Bara sedang berlatih, seorang pemuda bernama Rico, yang dikenal sebagai salah satu petinju terbaik di gym itu, datang menghampirinya.
Rico:
(dengan nada sinis) "Hei, anak baru. Kamu serius mau jadi petinju? Aku dengar kamu cuma petarung jalanan."
Bara terdiam, tetapi ia tidak ingin diprovokasi.
Bara:
(dengan tenang) "Aku memang baru belajar, tapi aku serius."
Rico:
(tersenyum mengejek) "Kalau begitu, coba sparring denganku. Kita lihat seberapa serius kamu."
Akbar yang mendengar tantangan itu segera menghentikan Rico.
Akbar:
(dengan suara tegas) "Rico, jangan gegabah. Bara belum siap untuk sparring. Dia masih belajar teknik dasar."
Namun, Bara tiba-tiba berbicara.
Bara:
(dengan suara penuh keyakinan) "Pak Akbar, biarkan saya mencoba. Saya ingin tahu sejauh mana kemampuan saya."
Akbar ragu sejenak, tetapi akhirnya mengizinkan, dengan syarat sparring hanya berlangsung dalam satu ronde pendek.
---
Sparring Pertama Bara
Bara masuk ke ring dengan Rico. Meskipun Rico tidak menyerang dengan penuh kekuatan, pukulan-pukulannya cukup untuk membuat Bara terhuyung. Bara mencoba melawan, tetapi gerakannya masih kaku dan tidak teratur.
Satria:
(dari luar ring) "Fokus, Bara! Jangan hanya menyerang, pikirkan pertahananmu!"
Bara berusaha mengingat semua yang telah dia pelajari. Ia bertahan dengan baik, tetapi Rico masih unggul secara teknik dan pengalaman. Setelah ronde berakhir, Bara terjatuh ke lantai dengan tubuh penuh keringat.
Rico:
(sambil keluar dari ring) "Kamu punya semangat, anak baru. Tapi itu tidak cukup. Tingkatkan lagi latihanmu."
Meskipun kalah, Bara tidak merasa putus asa. Sebaliknya, ia semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Bara:
(dalam hati) "Aku harus berlatih lebih keras. Aku akan buktikan bahwa aku bisa menjadi yang terbaik."
Latihan terus berlanjut, dan dengan bimbingan Akbar dan Satria, Bara mulai menunjukkan kemajuan. Perjalanan panjang menuju dunia tinju profesional baru saja dimulai, dan Bara siap menghadapi semua tantangan yang akan datang.