Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

liang Chen Dan Xu Mei

🇮🇩ZeyronRyyannz
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
77
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Siswi Baru

Hari Pertama: Rabu Agustus, Jam 08:00

Liang Chen duduk di bangku belakang kelas 3A, memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Sekolah itu sudah menjadi rutinitas baginya, tempat di mana ia merasa aman dalam kesendiriannya. Sejak kecil, Liang terbiasa menghabiskan waktu sendiri, jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk teman-teman sebayanya. Namun, hari itu ada sesuatu yang berbeda.

Saat guru memasuki kelas, suasana yang semula tenang berubah menjadi hiruk-pikuk bisikan para siswa. Di depan pintu kelas, berdiri seorang siswi baru yang terlihat canggung. Rambutnya panjang, dengan ikat pinggang merah yang mencolok di pinggang rok sekolahnya. Liang mendongak, dan matanya bertemu dengan mata gadis itu. Sejenak, ia merasakan ada yang aneh dalam dirinya.

"Ini adalah Xu Mei," ujar guru. "Dia baru pindah dari sekolah di luar kota dan akan bergabung dengan kita mulai hari ini. Saya harap kalian semua menyambutnya dengan baik."

Xu Mei melangkah ke dalam kelas dengan sedikit canggung, lalu mencari tempat duduk yang kosong. Beberapa siswa menatapnya dengan penasaran, ada yang menggumamkan komentar, sementara yang lain hanya tersenyum ramah. Liang memperhatikan Xu Mei, tertarik oleh kehangatan dalam tatapannya, meskipun ada kesan kesedihan yang samar.

Xu Mei ternyata duduk di sebelah Liang di kelas. Liang sempat canggung, tidak tahu harus berbicara apa, tetapi Xu Mei dengan senyum hangatnya mulai mengajaknya berbicara. "Halo, aku Xu Mei. Senang bisa duduk di sampingmu."

Liang hanya mengangguk malu-malu. Namun, dalam hati, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Selama pelajaran berlangsung, Xu Mei terus mencoba berbicara dengannya, menanyakan berbagai hal tentang sekolah, dan beberapa teman sekelas yang sudah dikenalnya. Liang yang awalnya enggan mulai merasa nyaman.

Ketika bel istirahat berbunyi, Xu Mei mengajaknya makan siang di kantin. Liang ragu-ragu, tetapi akhirnya ia mengikutinya. Mereka duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke halaman sekolah yang hijau. Xu Mei menceritakan tentang kota asalnya, perbedaan sekolah di sana, dan beberapa hobi yang disukainya. Liang mendengarkan, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa benar-benar terhubung dengan seseorang.

Malam itu, Liang duduk di kamarnya, memikirkan senyum Xu Mei yang selalu cerah. Ia tidak tahu mengapa gadis itu begitu ramah, tetapi ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Di sekolah, Xu Mei ternyata memiliki banyak teman, dan kehadirannya di kelas membuat suasana menjadi lebih hidup.

Namun, Liang juga mulai memperhatikan bahwa Xu Mei selalu terlihat sedikit murung setiap kali membicarakan keluarganya. Suatu hari, saat istirahat, Liang mendekatinya.

"Xu Mei, aku tahu kamu mungkin tidak ingin membicarakannya, tapi kalau kamu butuh teman untuk mendengarkan, aku ada di sini," katanya dengan suara lembut.

Xu Mei menatapnya, mata cokelatnya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, Liang. Itu berarti banyak bagiku."

Xu Mei mengungkapkan bahwa keluarganya baru saja mengalami masa sulit, pindah ke kota ini untuk memulai hidup baru setelah ayahnya kehilangan pekerjaannya. Liang mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa lebih dekat dengan Xu Mei. Ia mulai memahami bahwa di balik senyuman cerahnya, ada kisah yang lebih dalam.

Kabar tentang audisi pertunjukan seni sekolah untuk Festival Budaya Nasional membuat semua siswa bersemangat. Liang tidak pernah berpikir untuk berpartisipasi, tetapi ketika Xu Mei mengajaknya bergabung, ia merasa ada tantangan baru yang menantinya. Mereka mulai berlatih bersama di ruang seni, menyusun ide-ide untuk pertunjukan yang bisa memadukan drama dan musik.

Xu Mei menunjukkan bakatnya dalam bernyanyi dan menulis lirik, sementara Liang, yang ternyata memiliki kemampuan berbicara di depan umum, membantu mengarahkan alur cerita. Di ruang seni yang penuh dengan cat dan kain warna-warni, mereka tertawa dan bekerja keras, menciptakan sesuatu yang unik.

Suatu hari, saat berlatih, Nyonya Zhang, wali kelas mereka, mendekati Liang. "Liang Chen, mengapa kamu tidak ikut mencoba? Aku tahu kamu pandai berbicara di depan umum," katanya dengan senyum penuh arti.

Liang merasa gugup, tapi ada secercah keberanian yang membara di dalam hatinya. "Baiklah, Nyonya Zhang. Saya akan ikut."

Xu Mei tersenyum dengan semangat. "Kita bisa melakukannya, Liang. Aku percaya padamu."

Persaingan semakin ketat saat audisi berlangsung. Liang merasa setiap langkahnya di panggung adalah ujian besar. Namun, Xu Mei selalu ada di belakangnya, memberinya semangat dan dukungan. Penampilan Liang yang penuh rasa percaya diri mengejutkan semua orang. Apalagi, ketika Xu Mei ikut tampil dan suaranya yang merdu menyatu dengan gerakan Liang, pertunjukan mereka mencuri perhatian.

Di antara kerumunan, Zhang Wei, pemimpin kelompok lain, memperhatikan mereka dengan mata yang tajam. Ia tahu bahwa mereka berdua bisa menjadi ancaman serius bagi kelompoknya. "Kita lihat siapa yang akan menang di babak final," katanya dengan nada sinis.

Liang memandang Xu Mei dengan senyum tipis. "Kita hanya perlu melakukan yang terbaik."

Xu Mei mengangguk, memandang Liang dengan mata yang penuh keyakinan.

Pertunjukan final untuk audisi Festival Budaya Nasional menjadi momen yang menentukan. Liang dan Xu Mei merasa semangat mereka berpadu menjadi satu, menghadapi tekanan dari Zhang Wei dan kelompoknya. Di panggung, mereka tampil dengan penuh perasaan, memukau penonton dan membuat mereka terpukau.

Xu Mei membawakan lagu yang bercerita tentang keberanian dan harapan, diiringi oleh gerakan Liang yang menyampaikan kisah perjuangan. Setiap gerakan dan kata-kata mereka membangkitkan perasaan di hati penonton. Di akhir pertunjukan, tepuk tangan yang meriah menggema di aula. Liang dan Xu Mei saling memandang, mengetahui bahwa mereka telah membuat sesuatu yang luar biasa. Zhang Wei, meskipun kecewa, tidak bisa mengabaikan kekuatan yang terpancar dari kolaborasi mereka.

Pak Li, yang duduk di kursi depan, berdiri dan berkata, "Pertunjukan ini adalah contoh sejati dari keberanian dan kolaborasi. Kalian semua luar biasa."

Malam itu, Liang dan Xu Mei tahu bahwa persahabatan mereka telah mengubah segalanya. Ini lebih dari sekadar pertunjukan, ini adalah awal dari perjalanan mereka yang baru.