Para tetua itu berteriak lagi, dan dengan dentang, dentang, Shi Hao dan Xia Mengyin keduanya terlempar dan seluruh lorong itu berguncang hebat sebelum runtuh dengan suara gemuruh yang menggelegar.
Tanahnya meleleh dengan cepat layaknya salju bertemu panas, memperlihatkan sebuah istana yang besar.
Shi Hao dan Xia Mengyin terguling-guling, jatuh ke tanah sebelum akhirnya berhenti.
Keduanya meringis kesakitan.
Bukan karena benturan, tapi karena teriakan si tetua, kulit mereka terasa akan pecah, dan jiwa mereka bergetar, seakan akan padam.
Untungnya, mereka berdua berhasil bertahan.
Dengan tergesa-gesa, mereka bangkit berdiri, hanya untuk menemukan bahwa pria tua itu telah menghilang.
"Di mana dia?" tanya Xia Mengyin.
Shi Hao menggelengkan kepala, "Aku tidak melihatnya."
Keduanya merasa guncang, bersyukur bahwa si tetua tidak memiliki niat membunuh; jika tidak, mereka tidak akan punya pilihan selain menghadapi kematian.