ZINA
"Kamu percaya padaku?" Zina mengulang dengan tak percaya. "Kamu selalu memendam dendam untuk kebohonganku terhadapmu yang memang sangat bisa dimengerti. Tapi sejak saat itu, kamu selalu meragukan kata-kataku."
Kegelisahan kembali melanda wajahnya ketika dia mengusap wajahnya dengan tangan yang bebas. "Haruskah kamu membuatku mengucapkan kata-katanya sendiri?"
Zina menatapnya bingung, tidak mengetahui apa yang seharusnya dia pahami secara implisit. Dia mengakui bahwa dia memang tidak terlalu cerdas dalam membaca emosi orang lain, tetapi Daemon benar-benar berbeda.
Suatu detik, dia panas, lalu selama sepuluh detik dia dingin.
"Aku orang yang keras, Zina. Bukan sifat terkuatku memang, tetapi aku mengakui bahwa aku memiliki kecenderungan untuk mengatakan hal-hal yang tidak kumaksud hanya untuk kesenangan mengatakannya."
Zina hanya terus menatapnya, terkejut dengan bobot pengakuannya.
"Jadi kamu percaya padaku?"