Alena berjalan melintasi lorong sekolah, matanya fokus pada layar ponsel di tangan, membaca pesan yang baru saja diterimanya.
Pesan dari sahabatnya, Clara, yang sudah cukup lama tidak diajak bicara. Clara selalu menjadi orang yang bisa mengerti perasaannya, namun belakangan, dia merasa semakin jauh dari dunia teman-temannya.
Setiap kali mereka berbicara, topik yang sama selalu muncul: tentang pernikahannya dengan Raffael.
"Apa yang kamu lakukan malam ini?" pesan Clara bertanya.
Alena menghela napas dan menanggapi dengan cepat. "Tidak banyak. Hanya bertemu Raffael sebentar."
Sebenarnya, Alena tahu bahwa dirinya tidak benar-benar bisa mengatakan semua yang ada dalam pikirannya.
Bagaimana dia bisa menjelaskan tentang pria yang sudah jadi suaminya, tetapi masih terasa seperti seorang asing?
Raffael tidak pernah benar-benar mendekatinya, tidak pernah menunjukkan bahwa dia peduli lebih dari sekedar kewajiban.
Setiap pertemuan mereka selalu terasa canggung, penuh dengan jarak yang tak bisa diatasi begitu saja.
Sementara Alena berusaha menenangkan dirinya, seseorang tiba-tiba menghampirinya.
Sebuah tangan besar menyentuh bahunya, membuatnya terlonjak.
Alena menoleh, dan di sana berdiri Raffael, mengenakan setelan jas hitam yang terlihat pas di tubuhnya.
Wajahnya masih sekeras biasanya, dengan mata yang tajam menatapnya.
Tidak ada ekspresi lain di sana, hanya kekakuan yang sudah menjadi ciri khasnya.
"Kenapa kamu selalu muncul tanpa pemberitahuan?" tanya Alena, berusaha menghindari tatapan Raffael yang menusuk.
Raffael hanya mengangkat bahu, tampak tak terganggu. "Kamu selalu sibuk dengan duniamu sendiri, jadi aku pikir ini cara terbaik untuk berbicara denganmu."
"Bicara? Tentang apa?" Alena tidak bisa menahan rasa kesalnya.
"Kita sudah bicara, kan? Apa lagi yang perlu dibicarakan?"
"Sepertinya banyak hal yang perlu dibicarakan, Alena," jawabnya dengan nada yang sedikit lebih lembut.
"Kita belum benar-benar berbicara tentang pernikahan kita."
Alena menatapnya dengan tatapan bingung. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah jelas tentang ini semua."
"Tapi aku tidak," kata Raffael, menyelipkan tangan ke dalam saku jasnya. "Aku ingin kita lebih terbuka satu sama lain. Aku ingin kita mencoba memahami bagaimana perasaan masing-masing."
Alena tertawa pahit. "Dan apa yang akan kamu lakukan jika aku bilang aku merasa terjebak? Seperti boneka yang dipaksa mengikuti skrip yang sudah ditulis orang lain?"
Raffael terdiam. Untuk pertama kalinya, dia tampak terkejut dengan kata-kata Alena.
"Aku tidak ingin kamu merasa seperti itu," ujarnya, suara rendah dan penuh ketulusan.
"Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan, Raffael," jawab Alena, merasa frustrasi.
"Kamu dan aku terjebak dalam dunia yang berbeda. Dunia yang tidak aku pilih."
Raffael mendekat, jaraknya kini hanya beberapa inci dari Alena. "Mungkin kamu merasa begitu sekarang, tetapi kamu belum benar-benar melihat sisi lain dari dunia ini.
Mungkin, jika kamu memberiku kesempatan, aku bisa menunjukkan padamu bahwa ada lebih banyak hal yang bisa kita coba bersama."
Alena tidak tahu harus bagaimana menanggapi kata-katanya. Setiap kali Raffael berbicara dengan nada seperti itu, ada bagian dari dirinya yang ingin percaya padanya.
Tetapi apakah itu hanya ilusi? Apakah dia benar-benar bisa mempercayai pria yang selama ini hanya hadir di kehidupannya sebagai bayangan yang jauh?
Sebelum Alena bisa memberi respons, bel tanda pergantian pelajaran berbunyi keras.
"Aku harus pergi," katanya dengan cepat, berbalik dan berjalan menjauh dari Raffael.
"Kita bicara nanti."
Namun, Raffael tidak langsung pergi. Dia berdiri diam di tempat, menatap punggung Alena yang semakin menjauh.
Dalam dirinya, rasa frustrasi mulai tumbuh. Dia tahu betul bahwa pernikahan ini tidak bisa berjalan dengan mulus jika Alena terus menutup diri.
Tapi bagaimana dia bisa memulai jika Alena tidak bersedia membuka hatinya sedikit pun?
Sepanjang hari, pikiran Alena terfokus pada percakapan tadi. Setiap kata yang keluar dari mulut Raffael berputar-putar di kepalanya.
Apa maksudnya dengan "memberi kesempatan"? Apakah ini benar-benar usaha untuk memahami dirinya, ataukah dia hanya ingin menegakkan kontrol atas hidupnya lebih jauh lagi?
Malam hari tiba, dan Alena kembali ke rumah yang terasa sepi. Tidak ada suara kecuali detak jam yang berdetak pelan di ruang tamu.
Begitu memasuki kamar, Alena melihat siluet Raffael di balik pintu yang sedikit terbuka. Pria itu sedang berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan tatapan kosong.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Alena, sedikit terkejut.
Raffael menoleh, mata mereka bertemu untuk sesaat, sebelum dia menjawab. "Aku ingin berbicara lagi."
Alena menghela napas, melepaskan tas sekolahnya ke tempat tidur. "Kamu dan pembicaraan. Apa lagi yang ingin kamu bicarakan?"
"Perasaanmu," jawab Raffael dengan tegas. "Aku tahu kamu tidak merasa nyaman dengan semuanya, dan aku ingin tahu bagaimana caranya kita bisa menjalani kehidupan ini dengan cara yang tidak membuatmu merasa terjebak."
Alena menatapnya dengan bingung. "Kamu serius? Apa yang bisa kamu lakukan untuk mengubah segalanya? Kamu dan aku berada di dua dunia yang berbeda, Raffael. Aku tidak tahu apakah kamu bisa mengerti itu."
"Cobalah aku mengerti," kata Raffael, suaranya terdengar sangat meyakinkan. "Aku mungkin berasal dari dunia yang berbeda, tapi aku masih manusia, Alena. Aku juga merasakan kebingungan yang sama. Aku tidak tahu bagaimana kita bisa menghadapinya, tapi aku tahu satu hal: aku ingin mencoba melakukannya dengan kamu."
Ada keheningan sejenak. Alena merasa kalimat itu begitu berat, seperti menekan dadanya. Apa yang sedang dilakukan Raffael?
Kenapa dia merasa seperti ini? Rasa bingung itu semakin mendalam. Haruskah dia memberi kesempatan padanya? Haruskah dia benar-benar mencoba untuk membuka hati meskipun pernikahan ini awalnya tidak diinginkannya?
"Dan bagaimana kalau kita gagal?" Alena akhirnya bertanya, suara penuh keraguan.
"Tidak ada yang tahu pasti bagaimana akhirnya," jawab Raffael dengan senyum tipis.
"Tapi kita bisa memilih untuk mencoba, atau terus merasa terjebak dalam kebingungan ini."
Alena mengangkat bahu.
"Aku tidak tahu, Raffael. Aku tidak tahu apa yang harus aku rasakan sekarang."
Raffael melangkah mendekat, kali ini jaraknya hanya beberapa langkah.
"Tidak apa-apa. Kita bisa melakukannya perlahan, sesuai dengan keinginanmu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini, dan aku tidak akan pergi begitu saja."
Kata-kata itu membuat Alena terdiam. Hatinya terasa berat, tetapi ada sesuatu yang mulai berubah.
Apakah ini cinta? Atau hanya kebingungan yang semakin dalam?
Dia tidak tahu jawabannya, tetapi satu hal yang pasti: ini baru saja dimulai.
---______________-------------___________---------
menggambarkan hubungan yang semakin berkembang antara Alena dan Raffael, dengan lebih banyak ketegangan emosional. Alena mulai merasakan perasaan yang tidak bisa dia hindari, sementara Raffael mulai membuka diri dan menunjukkan sisi lain dari dirinya yang belum pernah terlihat sebelumnya.
*Berikan saran dan kritik*