Matahari baru saja tenggelam di ufuk barat ketika Alena pulang ke rumah. Gadis itu masih mengenakan seragam SMA, lengkap dengan tas yang penuh buku pelajaran.
Rambutnya yang panjang digelung asal, membuatnya terlihat sederhana tapi memancarkan pesona alami. Hari itu tidak berbeda dari biasanya—atau setidaknya begitulah yang ia kira.
"Alena, cepat ke ruang tamu. Ada yang ingin Papa bicarakan." Suara keras Papanya menggema di rumah. Tanpa menunggu jawaban, pria paruh baya itu sudah berbalik, meninggalkan Alena yang terdiam di pintu.Ada sesuatu yang terasa aneh.
Biasanya, Papa tidak pernah memanggilnya dengan nada seserius itu. Dengan langkah ragu, Alena menuju ruang tamu, di mana ia menemukan kedua orang tuanya duduk bersama seorang pria asing.
Pria itu... luar biasa tampan. Rahangnya tegas, matanya tajam, dan tubuhnya tegap dalam balutan jas hitam yang terlihat sangat mahal. Sekilas, ia seperti tokoh utama dalam drama yang sering ditonton Alena, tapi auranya jauh lebih mengintimidasi.
"Alena, kenalkan. Ini Raffael Santoro," ujar Papa dengan nada penuh kehormatan. "Dia akan menjadi suamimu.
"Alena membelalakkan matanya.
"Apa?! Suami? Papa, apa maksudnya ini?"Ibunya, yang duduk di sebelah Papa, mencoba menenangkan Alena.
"Sayang, ini demi masa depan kita. Keluarga Santoro adalah orang penting. Perjodohan ini sudah lama direncanakan. Kamu hanya tinggal menjalani."
"Tidak, aku tidak setuju!" Alena menatap mereka dengan penuh emosi, lalu beralih kepada pria yang diam saja sejak tadi.
"Dan kamu? Kamu juga setuju dengan ini?"Raffael mengangkat pandangannya, menatap langsung ke mata Alena. Tatapan itu begitu dingin dan menusuk, membuat Alena kehilangan kata-kata untuk sesaat.
"Aku tidak peduli apakah kamu setuju atau tidak," jawabnya dingin. "Ini keputusan keluarga kita, dan aku tidak punya waktu untuk berdebat dengan gadis kecil."
Kata-katanya seperti pukulan keras bagi Alena. Gadis kecil? Siapa dia menganggap dirinya? Amarah mulai memuncak di dalam dada Alena, tapi sebelum ia sempat membalas, Papanya sudah memotong.
"Alena, ini bukan pilihan. Kamu harus melakukannya demi kehormatan keluarga."Malam itu, Alena mengurung diri di kamarnya. Tangannya gemetar saat mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
Hidupnya yang selama ini damai kini tiba-tiba berubah drastis. Ia harus menikah dengan pria yang tidak dikenalnya, pria yang bahkan tidak terlihat seperti tipe orang yang peduli dengan perasaan siapa pun.
Namun, yang lebih mengganggu pikirannya adalah tatapan Raffael. Di balik dinginnya, ada sesuatu yang sulit dijelaskan. Sesuatu yang membuat Alena penasaran, meskipun ia tidak mau mengakuinya.Keesokan harinya, Alena memutuskan untuk pergi ke sekolah seperti biasa.
Di sana, ia mencoba melupakan semua hal yang terjadi semalam. Tapi takdir sepertinya tidak mengizinkannya.Saat jam istirahat, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan gerbang sekolah. Semua mata tertuju ke arah mobil itu, termasuk Alena. Ia merasa ada sesuatu yang salah.Ketika pintu mobil terbuka, seorang pria dengan setelan jas hitam turun. Itu Raffael
"Alena," panggilnya dengan suara tegas, membuat semua siswa yang melihat menatap Alena dengan heran.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Alena berbisik panik saat Raffael mendekat."Kita perlu bicara," jawabnya singkat. Tanpa menunggu jawaban, ia meraih tangan Alena dan menariknya menuju mobil.Alena mencoba melawan, tapi cengkeraman Raffael terlalu kuat.
"Lepaskan aku! Semua orang melihat!""Biar saja," jawab Raffael tanpa peduli. "Mereka akan tahu cepat atau lambat bahwa kamu adalah milikku.
"Di dalam mobil, Alena tidak bisa menahan amarahnya. "Apa yang kamu lakukan? Kamu mempermalukan aku di depan teman-temanku!"Raffael memandangnya dengan ekspresi datar.
"Aku hanya melakukan apa yang perlu. Mulai sekarang, kamu harus terbiasa dengan ini. Kita akan segera menikah."
"Kenapa kamu setuju dengan perjodohan ini? Bukankah kamu juga punya kehidupan sendiri?"
Alena menantangnya.Untuk pertama kalinya, ekspresi Raffael berubah. Sekilas, ada kesedihan di matanya sebelum ia kembali dingin.
"Kita semua terikat oleh tanggung jawab, Alena. Aku tidak punya pilihan, dan begitu juga kamu."Jawaban itu membuat Alena terdiam.
Meski ia benci mengakuinya, ada sesuatu dalam nada suara Raffael yang membuatnya berpikir bahwa pria ini tidak sekuat yang ia tampilkan.
Namun, ia tidak mau menyerah begitu saja. "Aku tidak akan membuat ini mudah untukmu, Raffael," katanya tegas.Raffael tersenyum tipis, senyum yang penuh arti. "Kita lihat saja nanti."