Apakah kamu pernah menanyakan betapa pentingnya pendidikan itu? Tidak ada alasan yang pasti mengapa kalkulus harus diajarkan kepada setiap anak-anak, toh tidak semua akan masuk ke jurusan teknik. Begitu juga dengan pelajaran lain seperti biologi, fisika, ekonomi, dan geografi. Ada yang berpendapat kalau semua itu adalah pengetahuan dasar yang harus diajarkan pada generasi muda, namun apakah benar begitu?
Orang tua lulusan SD pun tidak tentu memiliki kesuksesan bermasyarakat yang kurang daripada mereka yang lulusan pada perguruan tinggi. Bukankah hidup sendiri adalah proses pembelajaran yang sudah cukup, kita tidak memerlukan pendidikan yang mempelajari banyak pelajaran yang berbeda-beda. Dan setujukah anda bahwa inti dari memasuki akademi itu sendiri adalah persiapan untuk terjun ke dunia yang sebenarnya?
Jika saja sekolah memang dibuat seperti itu, kurikulum seharusnya memfokuskan pada pengalaman bukan pelajaran, karena bagaimanapun juga pendidikan tanpa praktik hanyalah omong kosong.
Meski itu yang kupikirkan tentang pelajaran, maaf untuk menghancurkan ekspektasi kalian namun akupun bukan orang yang benar-benar radikalis. Aku hanyalah seorang pasifis baik hati yang bermimpi untuk menjadi pemalas sejatI! Bahkan saat dikelas aku sudah memposisikan untuk memilih duduk paling efektif dan sangat efisien... untuk tidur! Hahaha, aku tidak tau apakah kalian berhasil menebaknya, sebenarnya aku duduk di bagian terdepan dekat pintu keluar.
Tempat yang selalu tidak diperhatikan guru karena kebanyakan guru selalu memerhatikan murid yang bermalas-malasan dibangku belakang, mereka tidak mengira orang yang duduk didepan akan menjadi orang malas kaya aku! Dan geografisnya akan menguntungkan saat ingin kabur dari kelas... maksudku ketoilet!
Selagi melayang dalam monologku sendiri, saat ini kelas sedang menjalankan homeroom. Tidak hanya aku saja namun beberapa murid juga tidak memerhatikan seakan telah mengalami kejadian yang sama tiap hari sampai-sampai terlalu bosan hanya untuk melayangkan pandangan mereka kedepan.
"ONE STRIKE" sahut pria berkemeja kusut dengan dasi miring, sekali lihat engkau akan tau kalau dia orangnya tidak rapi. "A~Akhirnya kalian mendapat kesempatan tapi dengan begini kalian menyia-nyiakannya? Su~sungguh Bo~bo~bodoh!" Entah mengapa dia memiliki kebiasaan untuk mengulangi suku kata pertama yang terkesan untuk mengejek kami semua. Cara berbicaranya cukup energetik dan menyenangkan tapi membuat kami semua kesal, ya dia walikelas kami.
Ia menulis tanda silang pada papan hijau didepan kelas dengan kapur yang baru, suara lengkingan dari kapur terlalu keras yang dia sengaja lakukan agar kami semua terganggu. Disamping tanda silang yang baru dibuat, ada delapan tanda yang sama digambar sejajar dengan yang terakhir, totalnya kami mendapat sembilan CROSS!
"Ka~Kalian ingat kan kalau sepuluh cross akan membuat salah satu dari kalian terkena STRIKE OUT!"
Itu benar, kalau kami mendapatkan satu cross lagi maka pengusiran tidak terlelakan, Strike out adalah istilah yang kami gunakan di sekolah ini untuk pengusiran dari sekolah. Bagaimanapun juga kami sebenarnya muak dengan sistem ini dan malah berharap kami pindah sekolah saja. Namun itu tidak mungkin.
"Mister Fonzi, aku berharap orang yang dikeluarkan itu aku." Keluh salah seorang murid perempuan berambut pirang untuk.
"A~aaa bagaimana bisa kalian semua menyerah begitu saja! Bahkan orang diluar sana mendambakan tempat ini, BI~BISA-BISANYA kalian malah ingin keluar begitu saja!"
Tempat ini sangat diinginkan setiap pelajar di negara ini, memang benar. Fasilitasnya sangat beragam mulai dari tempat hiburan sampai lapangan olahraga, semuanya tersedia. Bahkan ada mall yang penuh dengan barang yang terus menerus up to date.
Kendati demikian, kurikulum sekolah ini tidak berbaik hati pada orang-orang seperti kami.
"Kami adalah kelas terendah dari empat kelas! Dari segi manapun sudah pasti kami akan kalah dari mereka, Strike itu pasti!" seru salah satu temanku
Mungkin beberapa dari kalian sudah menangkap sistem dari sekolah ini. Jadi dalam sekolah ini kami selalu melakukan kompetisi antar kelas dan kelas yang kalah akan mendapatkan strike yang sesuai dengan jumlah kekalahan muridnya.
Semisal dalam ujian tengah semester, nilai kami akan dievaluasi secara individu. Lalu sepuluh murid dengan peringkat terendah pada nilai ujian akan dikenakan strike pada kelas mereka. Strike sendiri bisa dihilangkan atau malah bertambah dengan event-event yang diberikan sekolah.
Yang terpenting, jika sebuah kelas telah mendapatkan total sepuluh strike maka salah satu murid mereka akan diusir secara acak atau terkena strike out.
Sekarang seluruh murid dikelas kami tidak ada yang peduli dengan sistem itu dan setiap acara tidak pernah kami ikuti dengan serius. Kami hanya berharap untuk keluar dari tempat ini, karena kelas yang terendah SANGAT dipermalukan oleh yang lain.
"Kenapa orang tuaku mendaftarkanku disini.."
"Aku rindu rumah, pengen pulang!"
"Oh? Daiban barusan mengeluarkan game terbarunya!"
"Zzz.."
Banyak tipe orang ditempat ini, sangat bermacam-macam, dan kami disatukan oleh satu hal, yaitu ketidaktertarikan terhadap sekolah!
"A~yoyo padahal strike out sudah didepan mata tapi sifat kalian masih seperti ini~" Keluh walikelas kami yang selama ini energetik, namun ekspresinya berubah untuk pertama kali sejak kami datang kesini. Ia memasang senyum sinis dan matanya tajam menatap setiap murid. Dengan suara yang tidak terdengar siapapun ia berkata "Kalian berharap bisa kabur, namun sayang sekali kontrak kalian pada sekolah ini terikat dan tidak akan ada yang kabur."
Perubahan suasana walikelas kami membuat beberapa murid melirik, namun seperti biasa tidak ada murid yang memerhatikan atau bahkan menghiraukan guru yang gila itu.
Ya, setidaknya saat ini.
Sebelum kenyataan pahit yang akan kita hadapi besoknya.