Si istri ke delapan hanya bisa mengangguk teramat ragu, karena ketakutannya. berdasar pada hal yang sangat tidak disukai suaminya.
"Bertahan. Aku akan berusaha bergerak sepelan mungkin."
Tapi bohong. Ryan mengentak sesuainya sebagai seorang pria. Baginya, itu normal dan wajar. Terlebih dia pecinta perawan yang sengaja 'membeli keperawanan lewat yang namanya sebuah pernikahan.
Baginya, selalu ada yang kurang jika dia tidak masuk sampai ke ujung. Menghabiskan keperawanannya dengan berbagai sensasi yang akan digambarkannya. dalam ingatan sebagai kenangan.
Pernikahan yang bertahan bergantung pada bagaimana cara si istri memberikan pelayanan terbaik di atas kematian.
"Ryan, akh!" Lathania kesakitan. Rasanya seperti tubuhnya akan terbelah. Desah dan teriakannya membahana di seluruh ruangan, berisik.
Seks mereka jadi tontonan Dand dan Renee yang baru tiba. Maksud Dand ingin membawa sang sahabat ke kamarnya, melanjutkan percintaan mereka yang terganggu dan tertunda, namun malah menyaksikan persetubuhan sang ayah dengan istri barunya di ruang tamu.
Sial! Dan menutupi pemandangan itu dengan tubuhnya dihadapan Renee. Tapi, Renee masih menyelidikinya.
"Ayo, pergi. Kita tidak punya tempat di sini."
"Pergi? Bukannya kita bi-"
"Ayo," bisik Dand cepat. Menarik tangan Renee yang enggan beranjak, karena melihat seks panas di depannya malah membangkitkan lagi gairahnya yang tadi sempat naik turun.
"Kita bisa melakukannya di kamar tamu. Di garasi atau dapur, kan?" Renee kesal karena yang sempat terpuaskan hanya Dand, sementara dia belum mendapat apa-apa.
Dan menggeleng dengan raut kesal dan kening yang mengerut. Tidak aneh jika ayahnya tidak waras setiap kali melihat perawan, apalagi yang sudah dinikahinya. Hanya saja, kenapa harus hari ini? Suasana hatinya langsung kacau dan hasratnya
terbang entah ke mana.
Dand selalu merasakan mual tiap kali melihat ayahnya bercinta. Itu sudah lama
terjadi, tapi dia menahan diri untuk tidak mengungkapkan siapa pun. "Naiklah. Kuantar kau pulang. Dan membukakan pintu mobil untuk Renee yang
memecahkan masalah tanpa sembunyi-sembunyi.
Renee pasang aksi bicara. Terus begitu, padahal sebentar lagi sampai di rumahnya.
Seharusnya dia mengatakan sesuatu.
"Mau bercinta di mobil? tawar Dand yang dia sendiri tahu bahwa Renee pasti
menolak keras percintaan di mobil, apalagi di depan pagar rumahnya sendiri.
"Tidak. Kau membuatku kesal Renee bersiap turun dari mobil, tapi akhirnya dia sadar bahwa dirinyalah yang membutuhkan Dand.
Senyum genitnya merekah saat dia ingat mereka masih punya banyak waktu dan kesempatan. Dia menahan diri sebelum membuka pintu. Mendekatkan wajahnya pada Dand sambil tangan meraba kejantanan pria itu dan berkata di depan bibirnya. "Besok atau lusa. Jangan ada alasan lagi. Aku mau dirimu ada di dalam diriku. Oke?"
Dan tertawa, mengangguk mengiakan. Dia setuju saja. Selalu setuju dengan apa yang diinginkan Renee darinya. Hanya status yang memisahkan mereka, tapi hasrat dan gairah selalu persahabatan keduanya satu sama lain. Membuat mereka terhubung begitu dekat, lekat
Meninggalkan kawasan rumah Renee, sambil menyetir, Dand merasakan ada yang tidak nyaman di wajahnya. Menurunkan kaca spion di dekat kepalanya, menatap setengah wajahnya, barulah sekarang dia tahu apa penyebabnya.
Bercukur. Dia perlu mengukur sebelum menikmati seks bersama Renee besok
Dan menyesal memilih minimarket ini karena antrean di depan kasirnya panjang. Hanya ada satu karyawan yang bekerja dibalik meja komputer.
Harusnya dia pergi saja, tapi matanya menangkap tangan seorang pria diam-diam meremas bokong seorang wanita di depannya. Mereka berada di satu baris antrean yang sama dengannya.
Rupanya tidak ada yang sadar akan hal itu atau orang-orang mengabaikan apa yang mereka lihat, tapi Dan coba berpikir dulu untuk tindakan yang harus dia ambil setelah menerka masalah.
Bisa saja pasangan suami istri mereka yang suka bercanda tidak senonoh di depan umum, bukan? Atau si korban menikmati memahami yang terjadi, karena dari sini jelas sekali Dand tidak melihat wanita itu marah atau berputar dan bersantaikan memperoleh ke wajah si pria.
Oke. Jangan ikut campur. Biasanya juga dia begitu.
Dan melirik ke samping depan, ketika seorang wanita sedang mengabadikan momen meremas bokong untuk kedua kalinya yang baru saja dimulai. Entah apa tujuan si wanita yang sedang mengantre di depannya, tapi dia berharap sesuatu yang menarik bisa terjadi kemudian.
Antrean semakin berkurang. Wanita yang tadi diremas bokongnya sudah berjalan menjauh dari kasir dengan kantong plastik bening berisi bahan sayuran.
Dan dan memperhatikan, bahwa wanita itu berekspresi cemas dan gelisah. Berjalan seolah dikejar. Si pria mengikutinya tidak lama setelahnya. Hanya ada dua kaleng minuman dalam genggamannya.
Tidak lagi memperhatikan, Dand maju beberapa langkah karena persimpangan.
hampir tiba. Wanita di depannya yang tadi memvideokan aksi 'remas bokong melakukan gerakan cepat dengan membantu si kasir mengambil beberapa barang belanjaannya dari troli ke atas meja.
Dua bungkus mie instan, sabun mandi murahan, dua botol susu berukuran sedang rasa vanila dan tiga batang pensil.
"Terima kasih." Langsung pergi terburu-buru, wajahnya sempat terlihat oleh Dand, saat punggung itu berbalik. Bentuk muka oval dengan kulit cetak serta bibir tipis kecil
tanpa pewarna. Rambutnya berkisar rendah. Kuncir kuda rendah. Pintu minimarket terbuka. Dia keluar sambil menghadang si pria yang rupanya
menguntit si wanita yang sengaja belum pergi karena merasa ketakutan. Wanita Itu
butuh bantuan,
"Hei, kamu. Lihat ini dan cepat minta maaf." Dia mengeluarkan ponselnya. Memperlihatkan video
yang sudah direkamnya tadi.
Pria itu tersentak. Mundur dua langkah Apa-apaan kau?"
Masih tanyal" Dia membentak. Tanpa rasa takut pada wajahnya yang sama sekali. "Mau kulaporkan ke polisi?"
"Coba saja," balasnya mengancam balik. Maju untuk mengungkapkan. Selagi hanya dua orang wanita yang menghadapnya, untuk apa takut? Lagi pula, tidak ada orang yang peduli,
Orang di sekitar tutup mata.
"Hei, Bajingan. Selama aku masih mengucapkan dengan baik, cepat minta maaf dengan tulus. Berjanjilah untuk tidak kembali lagi." Menuntut, wanita itu berbicara dengan nada keras yang membuat siapa saja bisa mendengarnya, meski orang-orang memilih untuk tidak peduli.
Dan telah selesai dengan alat cukur berada di kantong plastik, berdiri di luar pintu minimarket. Sekarang dia berlari dalam hati, bahwa masih ada pahlawan wanita super di dunia nyata.
"Aku tidak tahu. cuih. Pria itu membentangkan ke tanah di sekitarnya. Tubuhnya besar dengan cetakan urat di setiap lengan yang tidak utama-utama. "Mau apa kau?"
Dan menurutku, wanita si perekam video sudah salah mencari lawan. Seharusnya, diam saja dan upload video itu di media sosial untuk mendapatkan dukungan agar segera ditindaklanjuti.
Wanita itu memang cari mati.
Benar. Shintya Twenty-si wanita yang kehilangan cara terbaik untuk bertahan hidup itu, sudah melakukan apa yang seharusnya dia buat sejak awal.
"Lihat? Sudah ku-upload di media sosial lengkap dengan tempat lokasi kejadian. Tidak perlu minta maaf kalau begitu." Shin menghilang menang, layar ponsel dirusak ke wajah si pelaku sambil berjinjit, karena perbedaan tinggi badan yang cukup signifikan. "Selamat bertemu dengan polisi, Bajingan!"
Si pelaku merampas ponsel Shin dengan kejam. Karena perbedaan kekuatan, dia sampai terhuyung dan ditangkap oleh wanita si korban mengingat yang sejak tadi diam sambil gemetaran.
"Nona, sudah. Kau bisa dalam bahaya." Akhirnya dia bersuara. Masih gemetar, sangat ketakutan.
Shin tidak mau diam. Ini sekaligus menjadi ajang pempiasan amarah. Tapi, tunggu. Ponsel satu-satunya yang dia punya sebagai barang paling berharga harus diselamatkan.
"Kau pikir, kau bisa mengancamku?" Jika pelaku menarik lengan Shin yang sedang membungkuk memungut ponselnya. Tarikan yang kasar dengan satu tangan terangkat ke udara untuk menampar wajah kecil itu, siap dilayangkan.
Hel, hel, Bung. Tunggu dulul" Dan yang sejak tadi cuma jadi penonton, segera masuk di antara mereka. Kekerasan tidak boleh terjadi di depan mata. Dia bukan pembelaan keadilan, hanya tidak suka dengan lawan yang tidak seimbang.
Shintya yang sudah terlepas, segera mendekati si korban. "Ayo, kita berangkat." Merangkul pundaknya dan meninggalkan Dand bersama si pelaku untuk terus berdebat. Dia punya momen paling tepat untuk menghindari tindak kekerasan.
"Tenang, Bung. Akan kupastikan semua aman, asal kau pulang dengan damai. Oke?" Dan dan tidak suka mengotori tangan dengan perkelahian. Dari dulu dia terbiasa menyelesaikan apa pun dengan memanfaatkan celah yang ada.
Dan dan sempat menyesal karena akhirnya tidak bisa memastikan wajah si pahlawan wanita itu dari dekat