"Aku Tidak Mau, pokoknya tidak mau," tolak Delia dengan lantang pada Ibunya yang tengah berbaring di rumah sakit.
"Del, Ibu mohon. Lihatlah wajahnya yang polos itu, tega kah kamu meninggalkannya?" ujar Ibunya dengan suara yang pelan dan lembut. Seperti itulah karakter Ibunya, sangat penyabar.
Delia melihat wajah seorang anak kecil yang ditunjuk Ibunya itu. Dilihatnya anak kecil itu tersenyum manis padanya. Melihat senyumnya itu, Delia merasa kesal karena anak kecil itulah dia bertengkar dengan Ibunya.
"Bawalah dia, Nak. Kumohon, ini adalah permintaan terakhir Ibumu," dengan suara parau dan air mata yang berkaca-kaca Ibunya memohon kepada anak semata wayangnya itu.
Delia menghela napas tak percaya dan memasang wajah kesal. Ibunya ini memang terlalu baik bahkan dalam kondisi kritis pun dia masih bisa memikirkan orang lain.
"Bu, aku bukan sepertimu. Aku bukan orang baik yang rela mengorbankan waktu untuk merawat anak orang lain. Tidak bisakah Ibu memikirkan dirimu terlebih dahulu? Lihatlah apa yang Ibu dapatkan sekarang? Ibu menghabiskan bertahun-tahun lamanya hanya untuk membesarkan anak orang yang bahkan tidak Ibu kenal, bahkan Ibu lebih mementingkan mereka dibandingkan aku. Sekarang apa? Adakah dari mereka yang datang untuk menjenguk? Bahkan mengabari saja mereka tidak pernah. Karena semua anak Ibu itu, Ibu tidak pernah mengurusku, Ibu selalu bilang padaku untuk mengalah kepada mereka karena mereka tidak punya orang tua. Lihatlah, apa yang Ibu dapatkan sekarang? Tidak ada satupun dari mereka yang mau membalas budi, padahal Ibu mengorbankan segalanya hingga kelelahan dan menjadi sakit seperti ini, adakah mereka peduli?" Delia menatap Ibunya tajam berusaha membuat Ibunya sadar.
"Ibu tidak merawat mereka demi uang dan mengharapkan balas budi, Ibu hanya senang bisa merawat mereka. Mereka adalah anak Ibu, dan seorang Ibu tidak pernah meminta apapun pada anaknya, setiap Ibu hanya mau anaknya tumbuh dengan baik dan sehat, itu saja sudah cukup," jawab Ibunya dengan senyuman.
Delia menggaruk kepalanya kasar,"Sejak kapan Ibu jadi keras kepala begini? Bu, aku masih muda, bagaimana bisa aku mengurus anak kecil, bahkan aku saja kesusahan mengurus diriku sendiri, anak ini, dia akan mati jika aku yang ngurus," Delia menunjuk anak kecil itu. Usianya terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi.
"Ibu tidak mau kamu hidup sendiri, setelah Ibu meninggal kamu akan kesepian, bagaimana Ibu bisa tenang jika kamu seperti itu," air mata Ibunya mulai berlinang, dia mengelus tangan putrinya dengan lembut. Delia memang benar, dirinya selalu sibuk mengurus anak angkatnya hingga melupakan dirinya, tapi itu bukan berarti dirinya tidak menyayangi putrinya itu. Sedikit rasa penyesalan dihatinya mendengar ucapan putrinya itu.
"Aku akan mengurusnya tapi Ibu tidak boleh pergi, aku tidak mau bersama orang lain, aku cuman mau bersama Ibu. Jika Ibu menyayangiku maka Ibu harus sehat dan pulang dari rumah sakit ini, habiskan waktu Ibu bersamaku, maka aku akan mengurus anak ini," mata Delia mulai meneteskan air mata. Dirinya yang tumbuh tanpa seorang Ayah dan hanya Ibunya lah yang dia punya selama ini.
"Baiklah." Jawab Ibunya dengan senyuman manis, dia sedikit lega mendengar jawaban putrinya itu.
Delia menghela napas berat dan menarik tangan anak kecil itu keluar dan membawanya pergi kerumahnya. Anak kecil itu sangat penurut bahkan dia tidak pernah rewel sedikitpun.
"Jangan minta apapun padaku, jangan membuatku repot, kamu bukan siapa-siapa, mengerti?" ucap Delia tega pada anak kecil itu. Delia hanya mempedulikan makanan saja untuk yang lain dia tidak peduli. Toh, dia bukan orang tua anak itu. Anak kecil itu adalah anak dari kakak sepupunya. Karena masalah ekonomi, mereka menitipkan anaknya ke Ibu Delia yang dulunya dia bekerja di tempat penitipan anak karena suatu hal tempat itu tutup dan dia mulai merawat para anak yatim piatu.
Delia duduk di sofa mencoba menenangkan pikirannya, baru saja duduk sebentar handphone nya berdering. Wajahnya langsung memucat seketika, dia berdiri dari tempat duduknya dan berlari kencang ke mobilnya. Anak kecil itu mengikutinya dan masuk ke dalam mobil Delia.
Delia menghentikan mobilnya di rumah sakit tempat Ibunya dirawat. Dokter bilang kondisi Ibunya sangat memburuk. Delia berlari kencang menuju ruangan Ibunya, sedangkan si anak kecil kewalahan mengikutinya karena kakinya yang kecil.
Delia sampai di ruangan itu dan melihat Ibunya yang sekarat, dia mendekat perlahan dan menyentuh tangan Ibunya itu.
"Ibu," panggilnya dengan air mata yang berlinang. Dia menggenggam tangan Ibunya seolah tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
"Nak, maafkan Ibu karena menjadi Ibu yang buruk," dengan kekuatan penuh Ibunya mengatakan itu agar putrinya tahu bahwa selama ini dia menyesal. "Ibu selalu menyayangimu, Ibu sangat bersyukur memiliki putri sepertimu, Ibu senang melihatmu datang dan mengurus Ibu. Dengan kebaikan Ibu kepada orang lain, Ibu akan egois dan meminta kepada Tuhan agar di kehidupan berikutnya kamu tetap menjadi putri Ibu,untuk saat ini Ibu akan pergi, tapi ingatlah, Nak, Ibu selalu bersamamu, Ibu akan selalu memperhatikanmu. Tapi, maukah kamu melakukan permintaan Ibu, jagalah dia, Nak. Anak kecil tidak berhak mengalami kesulitan karena orang tuanya. Rawatlah dia sampai Ibunya datang. Ibu menyayangimu dan Ibu harap kamu selalu bahagia." Sampai situ yang sanggup Ibunya katakan di detik-detik terakhir hidupnya. Delia menangis histeris dan memeluk tubuh Ibunya itu. Dia masih tidak percaya Ibunya pergi meninggalkan dia seorang diri. Bahkan dia tidak bisa memasak dan bahkan tidak pernah mencuci piring, sekarang bagaimana dia akan hidup apalagi akan mengurus anak kecil.
Delia menatap makam Ibunya lama, dia termenung lama. Matanya yang bengkak karena terus menangis. Dia ditinggalkan Ayahnya saat masih kecil dan sekarang Ibunya yang pergi. Dunianya serasa hampa dan bahkan tidak ada semangat dalam dirinya. Dia berusaha bangkit dari duduknya dengan dibantu anak kecil yang menjadi permintaan terakhir Ibunya. Kadang dia tersenyum miris mengingat bagaimana Ibunya memohon padanya demi anak kecil itu.
Mereka pulang ke rumah dan sudah beberapa hari ini Delia tidak belanja makanan. Selama beberapa hari Delia selalu saja termenung lemas dan jarang makan, tapi tetangganya selalu datang ke rumahnya untuk memberi makanan. Anak kecil itu ikut merasakan kesedihan Delia tapi dia tidak punya nyali untuk menghiburnya.
Delia bangun dari tidurnya, dia tidak tahu pukul berapa sekarang, bahkan dia juga tidak peduli. Dia duduk di tepi kasurnya dan melihat ada sepiring nasi dan segelas air putih disana. Anak kecil itu yang membuat itu. Selama beberapa hari ini, anak kecil itu selalu melakukan itu setiap hari setiap jam makan, dia juga mencuci piring kotor itu. Usianya yang masih 5 tahun memaksanya tumbuh dewasa dan harus bisa melakukan segala hal. Memang dia tidak tahu cara mencuci piring dengan benar tapi dia mencoba melakukannya agar tidak merepotkan Delia. Dia juga sering ke kamar Delia dan mengelap keringat di kening Delia karena dia sering sekali bermimpi buruk, jika dirasa keningnya agak hangat, dia mengambil handuk basah dan menaruhnya di kening orang yang sudah menerimanya itu. Sikap cuek Delia tidak membuatnya membenci Delia, dia terus merasa bersyukur karena masih ada orang baik yang menerimanya. Sebelumnya dia takut akan tinggal di pinggir jalan karena dibuang orang tuanya.
Di siang hari yang mendung ini, mereka kedatangan tamu yang tak diduga, dia adalah Ibu dari anak kecil yang terpaksa dirawat Delia. Delia yang masih belum memiliki semangat untuk berbicara terpaksa harus menemani tamunya itu. Sekarang mereka duduk di meja makan dan saling berhadapan. Sedikit kesal Delia melihat wajah wanita itu karena dia tersenyum lebar di atas penderitaannya. Delia kira dia tidak akan datang menemui mereka lagi.
Karena senang melihat Ibunya datang, anak itu tersenyum dengan sedikit mengayun-ayun
kan kakinya kegirangan. Inilah waktu yang ditunggunya, kembali pulang bersama orang tuanya.
Setelah lama saling diam, akhirnya wanita itu memulai pembicaraan"Aku turut berduka cita atas Ibu kamu. Kamu pasti capek banget ya apalagi sambil merawat Joshua," ujarnya.
Delia merasa sangat jengkel dibuatnya dan tersenyum miring, "Wah, senang banget ya kak, kakak yang punya anak tapi aku yang repot. Kakak ga sadar kalo kakak itu egois. Kenapa harus aku yang harus menanggung beban mu kak?" ucap Delia dengan nada rendah yang sedikit kesal, dia memang tidak punya tenaga untuk bertengkar sekarang.
Wanita itu terkejut tak percaya dengan ucapan Delia, bagaimana bisa dia mengatakan hal itu padanya,"Kamu pikir kakak mau kayak gini. Ini semua karena suami kakak, kakak udah capek-capek kerja tapi dia habisin semua uang tabungan untuk perempuan lain. Dia tidak pernah menafkahi kami, dan sekarang, dia selingkuh dan tidak peduli dengan anaknya, kamu ga tau apa yang kakak rasain," dia mulai menangis dan disampingnya anaknya mencoba menenangkannya. Delia yang merasa tidak nyaman karena Joshua disitu langsung menyuruhnya ke kamar.
"Itulah yang aku bilang, kenapa aku yang harus menanggung itu. Kakak selalu seperti itu, apa kakak pikir di dunia kakak orang yang paling menyedihkan dan paling menderita? Karena suami kakak selingkuh dan tidak pernah menafkahi jadi aku yang harus merawatnya? Jika memang sudah tahu tidak bisa menafkahi kenapa kakak punya anak, karena tidak sanggup seenaknya ngasih anak ke orang lain, apa kakak kira aku tidak merasa repot, dia bukan anakku tapi aku harus merawatnya, untuk apa, bahkan orang tua nya saja ga peduli. Kumohon berhentilah merasa seperti korban, semua orang menderita, semua orang punya masalah, jadi karena tidak menyelesaikan masalah, masalahnya dioper ke orang lain, gitu? Apa kakak ga berpikir? Aku masih sehat aku masih bisa cari kerja untuk apa aku tinggalkan anakku, apakah kakak tidak berpikir seperti itu, dari dulu kalian hanya tau menyusahkan aja, disaat lagi butuh kalian selalu datang bahkan Ibuku sampai rela minjam uang kemana-mana tapi dimana kalian disaat Ibuku sakit? Kenapa kakak ga datang saat Ibuku meninggal? Kenapa semua orang tidak tau terima kasih. Kenapa semua orang harus memberikan beban kepada kami?" ucap Delia geram. Dia sudah sangat stres karena Ibunya, merawat anak orang lain, dan muncul lagi ini.
Wanita itu tidak bisa berkata-kata tapi dalam wajahnya dia seperti sangat kesal, "Oh, jadi kamu merasa anakku beban, kan," Wanita itu berdiri dan berteriak memanggil nama anaknya itu. Mendengar itu, Joshua datang dengan menundukkan kepalanya, entah dia mengerti dengan pembicaraan kedua orang dewasa itu atau tidak tapi dia merasa seperti ketakutan.
PLAK. Delia terkejut melihat wanita itu karena menampar pipi Joshua dengan kuat. Sedangkan anak kecil yang tidak tahu apa-apa itu hanya bisa terdiam sambil memegangi pipi kanannya yang berdenyut dan panas.
"Kakak gila, ya?" teriak Delia tak percaya. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu hingga dia tega menampar anaknya sendiri.
"Kenapa? Dia nyusahin kamu, kan. Apa pedulimu. Kamu tenang saja, aku akan membawanya bersamaku." Wanita itu menarik tangan Joshua kasar tapi tidak ada perlawanan dari anak itu.
Delia yang harusnya merasa senang karena bebannya berkurang malah merasa tidak nyaman sekarang. Dia memikirkan bagaimana nasib anak itu apalagi dengan perilaku Ibunya tadi. Di hari itu Delia terus gelisah dan tidak bisa tidur hingga berhari-hari.
Delia bangun dari tidurnya, dan langsung meraih meja di samping kasurnya biasanya Joshua selalu meletakkan air minum disitu tapi hari ini tidak ada gelas disitu. Delia menghela nafas sedih, entah kenapa dia sangat mencemaskan anak itu. Dia selalu berdoa agar anak itu baik-baik saja. Delia melihat jam di hpnya ternyata ini masih sore belum pagi. Dia berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air tapi langkahnya terhenti karena hpnya berdering, dia terkejut melihat nama kakak sepupunya muncul disitu, sebenarnya dia malas menjawab itu, tapi saat ini dia sangat mengkhawatirkan Joshua.
Terdengar suara isakan dari hpnya, "Kak, tolong aku..." Jantung Delia terasa berhenti berdetak mendengar suara Joshua seperti orang yang kesakitan dengan suara yang tidak jelas karena sepertinya dia kebanyakan menangis.
"Joshua kenapa.." tanyanya khawatir, tapi panggilan itu terputus dan suara yang terakhir didengar Delia adalah suara kaca yang pecah. Oh Tuhan, kini Delia merasa panik dan gelisah sekali. Tanpa pikir panjang dia langsung menaiki mobilnya dan pergi ke rumah kakak sepupunya itu, di perjalanan dia selalu berdoa agar Joshua baik-baik saja.
Sesampainya di tempat tujuan, dia langsung berlari tanpa mengambil kunci mobilnya dan langsung menendang pintu. Betapa tak percayanya dia melihat seorang Ibu yang tega mencekik anaknya sendiri, emosi Delia tak terpendam lagi, dia langsung berlari mendekati wanita itu dan melemparnya dengan sekuat tenaga.
"Kamu bukan manusia, kamu iblis lebih parah dari iblis," ucap Delia dengan gigi yang menyatu kuat karena sakin marahnya dia mengeraskan rahangnya.
"Kenapa kamu peduli, tidak ada yang peduli pada kami jadi untuk apa kami hidup? Aku akan membunuh anak itu dan setelah itu aku akan bunuh diri." ucap wanita itu dengan santai, dia mendekati Joshua dengan pecahan cermin di tangannya. Delia langsung menahan tangan wanita itu dan berusaha menarik cermin itu dengan tangan kirinya.
Tangan Delia tergores cermin itu dan dia meringis kesakitan. Dia langsung menampar wanita itu dengan sangat keras sampai orang yang dia tampar jatuh tersungkur. Dia menarik kerah baju wanita itu dengan kasar dan menatapnya dengan tatapan benci. "Jika kamu ingin mati silahkan tapi tidak usah ajak orang lain. Kamu yang melahirkan Joshua atas kemauanmu sendiri, tapi kenapa kamu tega melakukannya? Apa kamu pikir dia juga mau dilahirkan oleh orang sepertimu? Kamu juga tidak izin saat melahirkannya kan, kenapa kamu sesuka hati ingin membunuhnya? Dia yang harusnya lebih terluka dan menderita karena mendapatkan orang tua tidak becus yang hanya bisa menyalahkan orang lain dan punya pemikiran bodoh seperti kalian. Apakah tidak cukup bagimu untuk jadi Ibu yang jahat? Sekarang kamu mau menjadi seorang pembunuh?" Delia melepaskan kasar genggamannya dan mendekati Joshua,"Dia masalahmu,kan. Baiklah mulai hari ini aku yang akan merawatnya tapi dengan satu syarat, JANGAN.PERNAH.MUNCUL.DIHADAPANKU. Jika kamu mencobanya aku akan membunuhmu. Kalo kamu ingin mati sekarang silahkan saja, aku tidak akan sudi mengurus mayatmu dan lebih baik kau membusuk dengan hati keji mu itu." Delia meraih wajah Joshua dengan perasaan miris. Wajah anak itu dipenuhi darah karena wanita kejam itu. Hidungnya berdarah hebat, bibirnya pecah, keningnya luka, dan memar di tangannya. Delia menyeka air matanya dan membawa Joshua pergi dari situ. Wanita itu menangis dengan keras itulah kenapa Delia ingin cepat-cepat pergi dari situ. Buat apa dia menangis, dasar perempuan gila jelmaan Iblis, pikirnya.
Di dalam mobil, Delia menyeka darah di wajah anak polos itu, merasa air mata nya ingin jatuh, Delia langsung membenarkan posisinya dan mulai mengendarai mobil dengan telapak tangannya yang dipenuhi darah karena cermin tadi.
Mereka pun sudah sampai di rumah, masih merasa sangat kesal dia membanting jaketnya kuat. Dia menjatuhkan badannya ke sofa dan berusaha menenangkan pikirannya, dia masih tidak habis pikir dengan wanita itu. Tiba-tiba tangan Delia ditarik lembut oleh Joshua. Anak itu mengelap darah di tangan kirinya, dan mulai mengobati luka itu dengan kapas, padahal dia tidak tahu bagaimana caranya menyembuhkan luka, dia hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan saja karena dari tadi dia selalu memperhatikan tangan Delia yang terluka dan mengkhawatirkannya.
Karena sakin kesalnya, Delia tidak ingat dengan lukanya. Dia menatap Joshua dengan sendu. Air matanya mulai menetas, bagaimana bisa anak sekecil ini harus menerima penderitaan yang seperti itu. Padahal dia juga terluka, tapi dia malah lebih mengutamakan mengobati Delia dibanding dirinya. Joshua menatap Delia dengan senyum diwajahnya, bahkan dengan semua yang dialami anak itu masih bisa tersenyum. Delia menangis dengan kencang, dia merasa menyesal, jika saja dia tidak membiarkan Joshua pergi hari itu, anak itu tidak akan terluka seperti itu. Dia adalah anak yang baik, bagaimana bisa Ibunya tega menyiksanya.
"Terima kasih sudah datang," ucap Joshua dengan mata yang berkaca-kaca. Delia memeluk anak itu dengan hangat. Disitu dia berjanji akan merawat Joshua dengan baik, dan memberikannya kasih sayang, kehangatan, dan kenyamanan.
"Maafkan, aku. Jika kamu tidak keberatan, aku akan merawat mu dengan baik dan aku akan mencoba yang terbaik untuk menjadi seorang Ibu yang baik. Jadi, kamu harus tumbuh menjadi anak yang baik dan sehat." ucap Delia dengan tulus sambil mengelus kepala anak itu.
Delia menepati janjinya dengan sangat baik. Delia menjadi seperti Ibunya, dia juga mulai membawa anak orang lain ke rumahnya dan merawatnya. Dan sekarang dia sudah punya empat anak yang harus dia urus. Setiap anak memiliki kisah sendiri yang sangat menyentuh hatinya. Sekarang mereka sudah seperti keluarga kandung.