Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dua Elang

out_out
--
chs / week
--
NOT RATINGS
403
Views
Synopsis
Kisah dua sahabat yang terlempar ke dunia lain bersama faksi game yang mereka pimpin. Di dunia penuh kekacauan dan anarki ini, mereka bersama pasukan faksi mereka, harus melindungi banyak orang dari serangan ras Iblis yang mengancam, serta manusia-manusia yang menjadi pengikut setia iblis yang memburu sesama manusia tanpa ampun. Mampukah kedua sahabat ini menyelamatkan setiap nyawa yang mereka lindungi, ataukah mereka harus menghadapi kenyataan pahit saat kekuatan gelap mengancam semakin dekat?
VIEW MORE

Chapter 1 - 1| Awal mula kami berpindah

Archie Courtesi Knightlen dan Lucius Destron Ruthlesnes adalah dua sahabat yang sudah dekat sejak awal mereka masuk sekolah menengah atas. Bagi mereka, persahabatan ini lebih dari sekadar teman biasa, mereka sudah menganggap satu sama lain sebagai saudara.

Selama bertahun-tahun, mreka kerap terlibat dalam berbagai masalah, terutama usil pada teman-teman sekampus mereka. Alhasil keduanya tak jarang mendapatkan hukuman berat karena ulah mereka sendiri.

Kali ini mereka mendapatkan tugas membersihkan lantai lapangan basket sebagai hukuman. Kejadian ini berawal dari keisengan Lucius yang kelewatan batas, sehingga meresahkan seisi kampus. Meski Archie tidak terlibat langsung, namanya tetap terseret, karena reputasinya yang sering terlibat dalam berbagai kejahilan bersama Lucius.

Sambil mengepel lantai, Archie mengomeli Lucius yang berdiri di sebelahnya.

"Kau tahu, ini sudah ke sekian kalinya aku kena akibat kejahilanmu. Capek, tau!" Katanya dengan nada kesal, sambil menekan pelnya lebih keras.

Alih-alih merasa bersalah, Lucius hanya tersenyum cengengesan.

"Maaf, Arch... Tenang saja, aku janji tidak bakal mengulanginya lagi." Katanya ringan sambil mengangkat tangan seolah sedang bersumpah, meski wajahnya sama sekali tidak terlihat menyesal sama sekli.

Archie hanya menghela napas panjang dan menggeleng pelan, lalu kembali mengepel lantai.

"Iya-iya. Tapi kalau ini terulang lagi, jangan harap aku mau bantu-bantu ngepel kayak gini lagi!" Balas Archie.

Lucius tertawa kecil dan menepuk pundak Archie.

"Ah, kau tak bakal bisa ninggalin aku sendiri, Archie. Kita udah terlanjur kompak!"

Keduanya akhirnya terus mengepel lapangan basket sambil mengobrol dan tertawa. Meskipun sering kesal, Archie tidak bisa memungkiri bahwa ia akan selalu ada untuk Lucius, sahabatnya yang penuh masalah tapi juga canda itu.

Setelah selesai mengepel, Archie dan Lucius beranjak pulang bersama. Rumah mereka memang searah, jadi mereka sudah terbiasa pergi dan pulang bareng. Lucius duduk di kursi pengemudi, sementara Archie di sampingnya. Begitu mobil melaju keluar dari parkiran kampus, Lucius menyalakan radio, memutar musik.

Sambil fokus menyetir, Lucius memulai obrolan yang serius.

"Archie, menurutmu bagaimana soal hukuman buat penjahat kelas kakap? Aku pribadi sih tidak suka kalau mereka cuma mendapat hukuman ringan atau penjara seumur hidup. Mereka pantasnya disiksa, bahkan dieksekusi! Mereka sudah buat banyak kerugian, lho." Lucius.

Archie mengangkat alis, terlihat tidak setuju.

"Aku mengerti kenapa kau marah, tapi siksaan dan eksekusi? Itu sudah keterlaluan. Hukuman seumur hidup di penjara itu sudah cukup berat, dan tidak melanggar hak asasi manusia. Kita tak bisa menormalisasi penyiksaan. Itu tidak manusiawi." Archie.

Lucius mendengus, sambil sesekali melirik Archie.

"Tapi bayangkan saja, Arch. Penjahat kelas kakap itu tak punya rasa belas kasihan sama korbannya. Kenapa kita harus baik sama mereka?"

Archie menatap jalan di depan mereka.

"Karena itulah yang membedakan kita dari mereka. Kalau kita menerapkan kekerasan tanpa batas, kita sama saja. Hukum ada untuk menjaga keadilan, bukan balas dendam."

Obrolan mereka agak memanas sejenak, hingga akhirnya Lucius menghela napas, memilih mengganti topik.

"Oke, tidak perlu ribut soal itu lagi. Ngomong-ngomong, menurutmu, wanita yang cocok buat kita masing-masing itu seperti apa ya?" Tanya Lucius.

Archie tersenyum kecil.

"Hmm.... Kalau aku, suka wanita yang pintar dan humoris. Yang tidak gampang baper dan bisa diajak diskusi soal apa aja. Kau sendiri bagaimana?"

Lucius tertawa kecil.

"Aku sih tak muluk-muluk. Yang penting cantik, perhatian, dan tidak bakal ngatur-ngatur aku. Hidup ini udah ribet, jadi butuh yang santai, paham kan?"

Archie tertawa kecil dan mengangguk singkat. Setelah belasan menit berkendara, Lucius akhirnya menghentikan mobil di depan rumah Archie. Archie keluar dari mobil, kemudian mengulurkan tangan untuk melakukan tos khas yang mereka buat saat masih di kelas 2 SMA. Gerakan itu sudah jadi ritual, sebuah simbol persahabatan.

"Thanks. Sampai ketemu besok!" Ucap Archie sambil melambaikan tangan. Lucius mengangguk sambil tersenyum, lalu memacu mobilnya perlahan meninggalkan rumah Archie, melanjutkan perjalanan pulang.

Setelah masuk ke dalam rumah, Archie langsung menuju kamarnya. Dia meletakkan tasnya di atas meja, lalu mencari pakaian ganti dan handuk untuk mandi.

Selesai mandi, Archie menuju dapur untuk memasak. Dengan perut yang sudah keroncongan, ia menyiapkan menu sederhana, 4 telur ceplok dan 8 potong bacon yang ditumis hingga renyah. Setelah semuanya matang, ia duduk di meja makan dan mulai menyantap makanannya dengan lahap.

Short timeskip.

Saat ini Archie dan Lucius tengah seru bermain game VR Lead Your Troops, sebuah game online dengan konsep unik yang menggabungkan militer dan sihir. Malam itu pukul 22.42, mereka sedang mabar (main bareng), memimpin ribuan tentara masing-masing. Archie mengendalikan pasukannya yang berjumlah 16.700 prajurit, sementara Magnus mengerahkan 17.500 prajurit.

Mereka bersama-sama menghadapi 4 pemain asing yang baru saja menyatakan perang terhadap Faksi Twin Eagles. Faksi besar yang dipimpin mereka berdua dan terdiri dari 12 pemain dengan total kekuatan pasukan mencapai 5,8 Juta. Faksi Twin Eagles adalah salah satu dari 5 faksi terkuat dalam Lead Your Troops, dan mereka bertekad mempertahankan posisi itu.

Di medan pertempuran, kedua pasukan saling melancarkan serangan mematikan, artileri dari kedua sisi menggempur parit-parit pertahanan, sementara tank-tank maju mengapit barisan infantri yang berusaha mendekati musuh. Di belakang tank, prajurit infantri berlindung sambil menembaki musuh di parit-parit lawan. Suara ledakan dan tembakan menggema dimana-mana.

Di langit Archie dan Lucius berhadapan langsung dengan keempat pemain asing. Archie yang memiliki kekuatan elemen air, melancarkan serangan bertubi-tubi dengan semburan air tajam ke arah 2 pemain musuh, membuat mereka kewalahan.

Di sisi lain, Lucius yang memiliki elemen api mengobarkan pertarungan dengan melemparkan bola-bola api besar ke arah 2 pemain lawan lainnya.

"Archie, coba tutup sisi kanan! Mereka mulai bergerak ke sana!" Teriak Lucius sambil terus mengarahkan semburan api ke musuh.

"Aku sudah lihat! Kau fokus hajar bagian kiri, jangan biarkan mereka mendekat!" Balas Archie sambill melancarkan hujan serangan air mematikan yang membuat musuhnya terdesak.

Pertarungan terus berlanjut cukup sengit. Archie dan Lucius terus bertarung, mengerahkan tiap sihir mereka untuk mempertahankan dominasi faksi mereka.

Ketika 2 pemain musuh membentuk dinding pelindung dengan sihir mereka, Lucius hanya terkekeh, tidak gentar sedikit pun. Dengan lengan terangkat, ia memanggil meteor besar yang menyala merah membara, meluncur dari langit langsung ke arah dinding tersebut.

Begitu meteor menghantam, dinding pelindung itu hancur berkeping-keping, dan kedua pemain musuh tereliminasi dalam sekejap, tidak kuasa menahan serangan dahsyat tersebut.

Di sisi lain Archie sudah berhasil menangkap 2 pemain musuh lainnya menggunakan raksasa air yang dikendalikannya. Kedua musuh tersebut tampak babak belur dan terjebak dalam genggaman air raksasa itu, memohon ampun pada Archie dengan ekspresi wajah ketakutan. Archie tertawa kecil sambil berkata dengan nada satire.

"Oh jadi ini yang kalian sebut serangan besar-besaran? Hasilnya... Cukup menyedihkan." Dengan satu gerakan tangan, Archie memerintahkan raksasa airnya untuk melemparkan kedua pemain itu jauh keluar dari medan tempur. Tubuh mereka terlempar dan lenyap.

Melihat keempat pemimpin mereka tereliminasi, sisa pasukan musuh mulai panik. Mereka berbalik dan berlari mundur tunggang-langgang, berharap bisa melarikan diri. Namun Lucius tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Dengan kekuatan sihirnya, ia melancarkan belasan ribu panah api yang meluncur dengan cepat, menyapu sisa-sisa pasukan musuh yang sedang kabur. Api membakar sebagian besar dari mereka, mengakhiri pertempuran dengan kemenangan telak bagi Faksi Twin Eagles.

Di layar, notifikasi kemenangan muncul, memberitahukan keberhasilan mereka mempertahankan wilayah faksi. Archie dan Lucius saling bersorak melalui headset mereka.

"Nice job, Arch! Kita benar-benar menghancurkan mereka kali ini." Ujar Lucius dengan nada puas.

Archie tertawa.

"Iya, kemenangan yang bersih! Seperti biasa, Faksi Twin Eagles selalu di puncak!"

Setelah kemenangan besar di pertempuran, Archie dan Lucius kembali ke Markas Besar Faksi Twin Eagles. Hadiah dari pertempuran kali ini cukup besar dan bervariasi, menawarkan berbagai opsi upgrade yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan mereka masing-masing atau memperkuat pasukan faksi. Di dalam markas, mereka langsung menuju ruang penyimpanan hadiah.

Archie memeriksa hadiah-hadiah yang tersedia dan akhirnya memutuskan untuk meningkatkan kekuatannya sendiri. Dia memilih upgrade yang memperkuat sihir airnya serta kemampuan bertahan, sehingga bisa menghadapi lebih banyak musuh sekaligus di pertempuran berikutnya. Dengan peningkatan kekuatan ini, Archie berharap bisa memberikan dampak lebih besar, terutama ketika melindungi anggota faksi yang lebih lemah.

Sementara itu, Lucius yang levelnya sedikit lebih tinggi dan memiliki pasukan besar, memilih untuk meningkatkan kemampuan pasukannya. Ia fokus mengupgrade persenjataan pasukannya , meemastikan pasukannya makin unggul dalam menghadapi serangan musuh.

"Dengan ini, pasukan kita tidak akan kalah dari faksi lain." Ujar Lucius sambil tersenyum puas, menatap pasukannya yang kini lebih kuat.

Setelah upgrade selesai, mereka menuju ruang pertemuan markas, tempat di mana anggota faksi biasanya diskusi. Di dalam ruangan besar dengan peta wilayah faksi-faksi lainnya terpampang di dinding, Archie dan Lucius memulai pembicaraan serius tentang rencana jangka panjang.

Bagi Faksi Twin Eagles yang sudah masuk peringkat 5 besar sejak lama, tantangan ke depan pastinya akan semakin sulit, dan mereka perlu mempertahankan kekuatan tanpa kehabisan sumber daya.

"Kita perlu mulai lebih agresif sekarang." Kata Lucius dengan yakin, menelunjuk ke beberapa wilayah di peta. "Kita bisa lancarkan serangan besar-besaran ke faksi-faksi tetangga. Tambang-tambang mereka bakal jadi milik kita kalau kita berhasil menguasai wilayah mereka. Dengan sumber daya tambahan, ekonomi kita akan meningkat drastis. Ini langkah paling cepat untuk naik ke peringkat atas."

Namun Archie segera menggeleng, tampak tidak setuju dengan rencana itu.

"Menguasai tambang dengan kekerasan mungkin kelihatan menguntungkan di awal, tapi risiko yang kita hadapi juga besar. Faksi-faksi lain bakal menganggap kita sebagai ancaman, dan tidak lama mereka akan bergabung untuk melawan kita. Kita di posisi 5 besar. Memicu perang besar-besaran cuma akan menguras sumber daya dan membuat kita kelelahan."

"Jadi, solusimu berdagang?" Lucius mendesah, kelihatan tidak puas. "Serius, Archie? Dunia game ini tidak kenal kata damai. Faksi-faksi kuat tidak akan bertahan lama kalau cuma mengandalkan perdagangan. Kalau kita tidak menunjukkan kekuatan kita, mereka bakal anggap kita lemah!"

Archie memandang Lucius dengan santai, mencoba menjelaskan pandangannya.

"Justru sebaliknya. Kalau kita kuat, tapi masih bisa menjalin hubungan baik dengan faksi lain, mereka akan menghormati kita. Kita bisa punya sekutu, bukan musuh. Kita bangun ekonomi kita dengan aman, tanpa harus selalu bertarung."

Lucius melipat tangan, masih bersikeras.

"Tapi, itu tak akan cukup untuk membuat kita berada di peringkat teratas. Semakin banyak tambang yang kita kuasai, semakin cepat kita bisa membangun dan memperkuat pasukan. Jangan lupa, Arch, faksi lain juga tak akan ragu menyerang kita kalau mereka punya kesempatan!"

Debat mereka semakin panas, keduanya tidak mau mengalah. Lucius yakin bahwa kekuatan militer adalah kunci mutlak mempertahankan dan memperluas dominasi faksi, sementara Archie berpendapat bahwa aliansi dan perdagangan dapat memberikan stabilitas ekonomi jangka panjang yang lebih efektif tanpa risiko tinggi.

Setelah beberapa saat berdebat, keduanya akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Mereka sepakat untuk mempertahankan hubungan baik dengan beberapa faksi, tapi tetap waspada terhadap faksi yang bersikap agresif.

Lucius menyarankan agar mereka menyusun daftar faksi mana yang dapat diajak berdagang, dan mana yang berpotensi menjadi ancaman. Archie setuju, dan mereka mulai merencanakan strategi gabungan, mempertahankan perdamaian selama memungkinkan, tapi tidak ragu mengambil langkah militer jika dibutuhkan.

"Jadi, kita mulai dengan diplomasi dulu." Ujar Archie sambil mengulurkan tangan ke Lucius. "Tapi, kita siap siaga kalau mereka mulai menunjukkan gelagat tak bersahabat."

Lucius tersenyum datar dan menjabat tangan Archie.

"Baiklah. Tapi kalau mereka berani macam-macam, kita tidak perlu ragu buat langsung menyerang."

Setelah selesai berdiskusi, Archie dan Lucius bersiap untuk logout dari Lead Your Troops. Namun, saat mereka hendak keluar, tiba-tiba dari luar jendela markas besar faksi muncul kilatan sinar merah menyala yang sangat menyilaukan. Sinar itu disertai oleh gemuruh gempa kecil yang membuat mereka berdua terkejut, dan dalam sekejap, efek sinar tersebut membuat Archie dan Lucius jatuh tak sadarkan diri.

Hampir 20 menit kemudian, Archie menjadi yang pertama sadar. Dia membuka mata perlahan, merasa pusing dan mual. Dengan tangan gemetar, ia meraba kepala, mencoba menenangkan diri, lalu bersandar di kursinya sambil menarik napas dalam-dalam.

"Apa yang barusan terjadi...?"

Gumam Archie dengan suara parau. Ia mencoba untuk logout dari game, mengharapkan bar menu yang biasa muncul di depan matanya. Namun, anehnya, bar tersebut tidak muncul sama sekali. Sebaliknya, Archie malah bisa merasakan telinganya yang disentuh tangannya sendiri, sensasi yang tidak pernah ia alami dalam game sebelumnya.

Seketika keheningan menyelimuti. Archie terdiam, perlahan menyadari bahwa sesuatu yang janggal terjadi. Ia mengalihkan pandangan ke sekeliling, melihat sekujur tubuhnya dalam avatar game, nmun dengan perasaan yang nyata, seperti ini bukan lagi sekadar karakter dalam layar. Jantungnya berdegup cepat saat pemikiran itu menghantamnya, dirinya benar-benar ada di dalam tubuh avatar gamenya sendiri.

"Ini.... Ini tak mungkin..." Bisiknya panik.

Di tengah kegelisahannya, Lucius mulai bergerak, perlahan tersadar dari pingsannya. Dia mengerjap, masih bingung dengan apa yang terjadi, lalu mengangkat tangan untuk menyentuh wajahnya sendiri. Sama seperti Archie, Lucius juga merasakan sentuhan itu secara nyata, bukan sekadar ilusi digital.

"Apa ini?! Kenapa rasanya... Nyata sekali?!" Lucius melirik Archie dengan mata membelalak, menyadari hal yang sama.

"Kita... Kita pasti ada di dalam game ini! Bukan cuma main, kita benar-benar masuk ke dalam tubuh avatar kita!!" Kata Archie dengan khawatir.

Lucius menatap tubuhnya sendiri, mencoba menenangkan diri walau pikirannya masih bingung.

"Jadi... Kita beneran menyatu sama karakter game kita?" Bisiknya sambil melirik sekeliling, mengamati suasana markas yang kini tampak begitu hidup dan nyata. "Bagaimana bisa?!"

Keduanya terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Ini bukan lagi sekadar game VR, mereka mungkin telah terjebak dalam dunia Lead Your Troops, dan entah bagaimana, tubuh dan indra mereka benar-benar menyatu dengan karakter mereka di dalam game. Perasaan panik perlahan mulai muncul, sementara di kepala mereka timbul seribu pertanyaan tentang bagaimana bisa hal ini terjadi dan, yang paling penting, bagaimana cara keluar dari dunia ini?

Berbagai cara mereka coba untuk keluar dari dunia game, mulai dari mencoba tombol menu yang tidak kunjung muncul, hingga menampar diri mereka sendiri, berharap bisa tersadar dari mimpi ini. Awalnya mereka mengira ini hanyalah ilusi, sebuah mimpi buruk yang aneh. Namun seiring berjalannya waktu, sensasi yang begitu nyata pada setiap sentuhan dan lingkungan yang tampak begitu hidup membuat mereka perlahan-lahan sadar bahwa ini bukan sekadar mimpi.

Setelh semua usaha yang mereka lakukan sia-sia, Archie dan Lucius akhirnya menyerah pada situasi ini dan menerima kenyataan pahit bahwa mereka benar-benar terjebak. Rasa panik dan sedih awal mulai mereda, berganti dengan tekad untuk menghadapi realita ini.

"Baiklah... mungkin kita harus berhenti panik." Ujar Archie sambil menarik napas dalam-dalam. "Kalau kita tetap berlarut-larut dalam rasa takut, itu tak akan membantu."

Lucius mengangguk.

"Betul juga."

Setelah itu, keduanya memutuskan untuk meninggalkan ruang pertemuan dan berjalan-jalan di dalam Markas Besar Faksi Twin Eagles. Markas itu kini tampak sangat nyata di depan mata mereka, dengan dinding-dinding batu besar, rak-rak senjata yang tersusun rapi, dan lambang faksi mereka terpampang megah di ruang utama.

Sambil berjalan, Lucius bertanya.

"By the way, ini kan faksi kita. Apa cuma kita berdua yang ada di sini sekarang?"

Archie mengangguk, menjawab dengan santai.

"Iya. Soalnya, yang lain biasanya cuma login siang atau sore hari. Malam seperti ini, biasanya tidak ada yang masuk ke dalam game. Jadi... Bisa dibilang kita benar-benar cuma berdua di sini."

Lucius tertawa kecil, mencoba menghilangkan kegentingan.

"Jadi kita pemimpin seluruh prajurit di sini, ya?"

Archie tersenyum, meskipun masih trasa canggung dengan situasi saat ini.

"Yup, sepertinya begitu. Ini markas kita, dan untuk sekarang, cuma kita yang bertanggung jawab mengurusnya."

Next Chapter?