Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cinta Di Balik Kacamata

Jen04
--
chs / week
--
NOT RATINGS
124
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1: Awal yang Canggung

Mira melangkah dengan hati-hati menuju kelas 2 SMA. Langkahnya terasa lebih berat dari biasanya.

Setiap langkahnya selalu mengingatkannya pada kenyataan yang tak bisa dia hindari dia selalu merasa seperti ikan kecil di lautan yang luas, tenggelam di antara teman-temannya yang lebih populer, lebih keren, dan lebih menarik. Hari pertama setelah libur panjang selalu membuatnya merasa cemas.

Seragam biru muda dan celana panjang hitam itu tak banyak yang bisa dibanggakan. Bahkan, kaca mata tebal yang selalu menempel di wajahnya seakan menjadi tanda penghalang.

Kaca mata itu sudah seperti sahabat setia, menemani Mira di setiap langkah. Tetapi di baliknya, ia merasa dunia menjadi lebih gelap. Dengan kunciran rambut yang menghiasi muka culunnya.

Ia tidak melihat dirinya sebagai seseorang yang menarik atau menonjol.

***

Ketika ia memasuki gerbang sekolah, Mira merasakan keramaian di sekitarnya. Teman-temannya sudah mulai berkumpul, berbicara dengan riang.

Namun, ia memilih untuk menghindari kerumunan dan berjalan pelan menuju kelas.

Mira lebih suka berada di tempat yang sepi, jauh dari pusat perhatian.

"Eh, Mira!" suara dari belakang membuat Mira terkejut.

Dia menoleh, dan melihat Rina, teman sekelasnya yang selalu ceria, berlari menghampirinya.

Rina tersenyum lebar, wajahnya dipenuhi semangat yang seolah tak pernah habis.

"Mira, kamu tidak ikut ekskul teater ya?" tanya Rina sambil memeluknya dengan semangat.

Mira terkekeh canggung. Tidak, aku tidak mau jadi peran utama gitu," jawab Mira dengan senyum setengah paksa.

Rina selalu penuh energi, selalu ingin Mira ikut dalam setiap kegiatan, tapi Mira lebih suka duduk diam dan menonton dari jauh.

"Kenapa sih, Mira?" tanya Rina lagi, matanya menyelidik. "Kenapa tidak coba? Kamu kan bisa jadi... apa gitu, yang beda dari yang lain. Kamu tuh lebih dari sekadar cewek culun yang suka duduk di pojokan kelas."

Mira menundukkan kepalanya, merasa wajahnya memerah. "Iya, aku tahu, tapi..." Mira terdiam sejenak. Rina tak pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi seseorang yang selalu merasa canggung dan salah langkah. "Aku nyaman di sini, kok."

Rina menghela napas panjang. "Aduh, Mira, jangan gitu deh. Coba deh, sekali-kali berani tampil beda."

Mira hanya tersenyum kecil. Bagi dia, tampil beda bukanlah hal yang mudah.

Baginya, menjadi dirinya sendiri dengan segala kekurangannya sudah cukup sulit. Sepertinya tak ada yang melihatnya lebih dari sekadar cewek culun dengan kaca mata besar dan rambut yang selalu terikat sembarangan.

***

Ketika mereka berdua melewati pintu kelas, Mira merasa matanya tertuju pada sosok yang berbeda dari yang lainnya.

Di depan kelas, berdiri seorang cowok tampan dengan rambut hitam lebat, tubuh tegap, dan mata tajam yang seolah bisa melihat melalui dirinya. Daffa Alvaro namanya terdengar begitu familiar di telinga Mira.

Dia tampaknya sedang tertawa bersama teman-temannya, berbicara dengan seseorang di dekat pintu kelas mereka.

"Eh, itu Daffa, anak baru yang katanya populer banget. Banyak cewek yang ngincer dia, lho!" bisik Rina dengan antusias, matanya berbinar seperti menemukan sesuatu yang menarik.

Daffa? Mira mengerutkan dahi, sedikit terkejut. Dia pernah mendengar nama itu beberapa kali, tapi tak pernah benar-benar memperhatikan. Baginya,

Daffa itu tampak terlalu jauh, seperti bintang yang bersinar terang di angkasa, sementara dirinya hanyalah seorang gadis biasa yang selalu berada di bawah bayang-bayang.

Mira merasa canggung, tiba-tiba wajahnya terasa panas. Ia menundukkan kepala dan mempercepat langkahnya, mencoba untuk tidak terlihat terpesona oleh sosok yang tampaknya sempurna itu.

Rina yang sudah lebih dulu berjalan masuk ke kelas menoleh dan melihat Mira yang agak melamun.

"Eh, kamu kenapa?" tanya Rina sambil menatap Mira dengan bingung.

"Ah, tidak apa-apa," jawab Mira dengan cepat. "Ayo, masuk aja."

Mira berusaha menunjukkan ekspresi normal meski hatinya berdebar.

Ternyata, Daffa si anak baru yang populer itu sudah ada di kelas mereka. Sepertinya hari-hari di sekolah ini akan semakin rumit bagi Mira, yang sudah cukup kesulitan dengan kehidupannya sendiri.

***

Dunia yang dia tahu seakan terlalu jauh berbeda dengan dunia mereka yang penuh perhatian dan pujian.

Namun, ada sesuatu dalam diri Mira yang merasa sedikit terkejut dengan dirinya sendiri.

Kenapa ia merasa canggung hanya dengan melihat Daffa? Apakah dia tertarik? Atau mungkin, hanya karena Daffa adalah sosok yang jauh dari dirinya seorang pria tampan yang bisa menarik perhatian banyak orang?

Tanpa sadar, Mira melangkah masuk ke dalam kelas, memilih duduk di pojok, tempat yang paling aman baginya.

Di sana, di balik kaca mata dan di balik sikapnya yang sering tertutup, ia merasa nyaman.

Namun, siapa yang tahu? Mungkin hari ini adalah awal dari perubahan yang tak terduga.

Siapa yang tahu apa yang akan terjadi?

-Bersambung-