Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ambyarr

Nurhidayah_Hidayah
--
chs / week
--
NOT RATINGS
81
Views
Synopsis
Amel adalah seorang mahasiswi semester empat yang awalnya bertekad menyelesaikan pendidikannya demi masa depan yang cerah. Namun, setelah menikah dengan Beben, hidupnya berubah drastis. Janji manis di awal pernikahan hanyalah ilusi belaka. Amel mendapati dirinya terjebak dalam lingkaran kesulitan: hutang menumpuk, kebutuhan sehari-hari yang sering kali harus dipenuhi dengan meminjam, dan suami yang tak peduli. Beben, alih-alih menjadi sandaran, malah menjadi beban. Setiap kali Amel mencoba berdiskusi untuk memperbaiki keadaan, ia justru menerima caci maki. Seolah itu belum cukup, mertua dan adik iparnya memperburuk keadaan. Mereka memperlakukan Amel seperti pembantu, mengatur hidupnya, dan tak jarang menyalahkannya atas kondisi rumah tangga yang berantakan. Namun, Amel bukan perempuan lemah. Di tengah keterpurukannya, ia mulai bangkit. Dengan tekad dan keberanian, ia berusaha menemukan jalan keluar dari kemelut ini. Pertanyaannya adalah: mampukah Amel keluar dari jeratan pernikahan yang membuatnya kehilangan jati diri, atau akankah ia terus bertahan demi cinta yang mungkin sudah tak lagi ada?
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 Kuli tak dibayar

Tok... tok... tok...

"Uungh..."

"Siapa sih ketuk-ketuk di luar? Lagi enak-enak tidur juga!" dengan suara serak wanita itu mengucek matanya yang masih rapat hingga terbuka sempurna dan segera bangkit dari kasur busanya.

"Iya iya, sebentar!" jawabnya setengah teriak ketika ketukan kembali terdengar disertai suara permisi dari luar.

Buru-buru ia mengenakan jaket untuk menutupi bagian tubuhnya yang agak terbuka karena memang ia tidur tadi hanya menggunakan singlet. Setelah siap dia langsung membuka pintu kosnya.

"Iya. Ada apa ya Pak?" tanyanya kepada dua bapak-bapak yang sedang tersenyum ramah di depannya.

"Anu Mbak, ini kami dari jasa pengantaran barang. Ini benar kosnya Mbak Amel kan ya?"

"Iya, ini saya Amel. Ada apa ya Pak? Saya enggak merasa menyewa jasa pengantaran barang apa pun. Apa bapaknya salah alamat?" Amel heran, apalagi melihat tumpukan barang di atas pikap yang sangat banyak, seperti orang pindahan.

"Gini Mbak, kami mengantarkan barangnya Mbak Ratri dan Mbak Ema. Katanya suruh diantar ke alamat ini, kosnya Mbak Amelia," jelas salah satu bapak tadi sambil menunjukkan secarik kertas yang berisikan alamat dari pelanggannya.

Sontak Amel mengerutkan keningnya. Bagaimana tidak kaget? Tiba-tiba mobil bawa barang datang tanpa pemberitahuan apa pun. Chat atau telepon bahkan tak ada dari kedua iparnya itu.

Iya. Ratri dan Ema adalah kedua adik perempuan dari suaminya Beben. Amel nggak terlalu kenal sama mereka Cuma pernah bertemu sekali waktu pernikahannya dulu, itu pun nggak banyak mengobrol karena mereka lebih asik tebar pesona sama tamu laki laki muda yang mendatangi acaranya.

Kemarin suaminya memang bilang kalau iparnya akan main sebentar ke kos mereka. Tapi, masak main kok bawaannya kayak orang ngungsi gitu? Ada kasur, lemari baju, dan barang tetek-bengek lainnya.

"Emm... Pak, mereka bilang nggak alasannya ke sini bawa barang sebanyak ini untuk apa?"

"Yo ndak ngerti, Mbak. Lha wong kami cuma buruh antar. Ndak nanya-nanya masalah pribadi pelanggan. Taunya ya antar barang, dapat bayaran, kelar, bisa jajan di warungnya Mbak Janda Pirang. Hahaha!"

"Hus! Kamu ini lo! Ditanya serius malah bercanda!" tegur bapak satunya sambil menepuk bahu rekan kerjanya agar berhenti tertawa, yang di tepuk langsung kicep dan memasang mode serius.

"Oh gitu ya Pak. Ya sudah, ini barangnya ditaruh dalam dulu aja."

Oke siap mbak Amel! Langsung menurunkan barang dari pikup dan memasukannya ke dalam kos.

Walau masih bingung, Amel tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya menjalankan pekerjaan. Biar nanti masalah barang ini ia tanyakan langsung kepada suaminya.

Selepas kepergian kedua lelaki tadi, Melya masuk lagi ke kosnya yang penuh sesak dengan barang-barang yang entah pemiliknya dimana dan sedang apa. Bukannya membantu merapikan, pemilik barang itu malah tidak menampakkan diri sama sekali. Seperti tidak peduli dengan nasib barangnya akan jadi seperti apa.

Kosnya yang sempit jadi makin tak ada ruang mau jalan aja musti jinjit-jinjit kayak menghindari tembelek ayam aja. Rasanya mau gomel-ngomel di situ kok ya takut dikira orang gila.. Akhirnya cuman bisa mendesah pasrah aja.

Kesal dan capek sudah pasti Amel rasakan. Tapi itu tidak bisa menjadi alasannya untuk kembali bermalas-malasan di kamarnya. Amel tipe orang yang risih apabila tempat tinggalnya berantakan apalagi lihat kondisi kosnya saat ini yang sudah mirip dengan kapal pecah. Biasanya pun dia bisa menyapu dan mengepel berkali kali agar kosnya tetap bersih kinclong dan wangi. Apalagi ini, gatel tangannya buat langsung eksekusi kardus kardus berserakan agar lebih rapi. Padahal Kerjaannya masih banyak ngantri cuci piring, cuci baju, masak dan masih banyak lagi yang belum kesebut. Belum lagi setelah ini dia ada jadwal kuliah sore.

Iya, Amel masih kuliah dan sekarang berada di semester empat. Semester di mana jadwal kuliah dan tugas sedang padat-padatnya. Tapi hal itu nggak menyurutkan semangatnya untuk melanjutkan pendidikan guna mengejar cita-cita emaknya. Punya anak guru PNS. Iya itu cita cita emaknya nggak salah denger kok. Kalau Amel sendiri sih lebih suka jadi pengusaha sukses tapi apa salahnya membahagiakan orang tua kan? Toh merangkap jadi guru sekaligus pengusaha masih mungkin di lakukan. yang entah nanti kedepannya terkabul apa enggak yang penting doakan aja dulu.

Soalnya bagi para orang tua di kampungnya yang sukses itu ya PNS entah pikiran kolot darimana dan siapa yang pertama kali mencetuskan itu Amel juga kurang tau dan nggak kepingin tau juga. Bikin pusing kepala aja pikirnya. Udah capek capek mikir kuliah, kerjaan rumah tangganya masa ya mau di tambahin jadi detektif lagi, kan nggak lucu.

Iya udah lah dari pada capek ngeluh nggak ada hasil juga, mending langsung kerjain aja kan? Dengan cekatan menggerakan tangan lincahnya mengangkat kotak kotak barang milik kedua manusia tak kasat mata saudari suaminya itu. Bagai kuli panggul mengangkat kotak penuh barang sekali angkat dua dan langsung di tumpuk di pinggir ruangan. Kuat kan? Iya lah wonder women gitu loh...

Urusan beres meberes udah kelar Amel kerjakan. tinggal masak nih bentar lagi suaminya pulang dari tempat kerjanya. Pasti yang ditanya makanan, dan kalau sampai belum keisi tuh tudung saji udah bisa di bayangkan adegan selanjutnya kayak gimana? Ceramah panjang lebar bin kata-kata mutiara yang nggak enak didengar keluar dari mulut suaminya.

Menuju ke dapur melihat bahan apa yang ada disana untuk dijadikan masakannya hari ini. Cuman ada tempe sama kangkung sisa masak-masak bareng bestienya kemarin, itu pun dapat metik di parit depan labolatorium bootani di kampusnya.

Ya kalau udah akhir bulan biasanya gitu patungan bahan dimasak di satu tempat buat dimakan bareng bareng walaupun seadanya bahkan kadang-kadang bahan geratisan kayak kangkung ini tapi rasanya nikmat kalau makannya bersama bisa ngabisin nasi satu panci ludes sama kerak-keraknya.

Lanjut dengan permasakan. Oseng-oseng kangkung, goreng tempe, dan sambel terasi telah siap. Sambil icip-icip tempe plus sambel Amel manggut-manggut sepertinya rasanya sudah sangat pas di lidahnya jos gandos pokoe.. Siapa dulu yang masak? Amel gitu loh! gitu aja bangga? Sombong amat! haha.

Beres-meberes udah masak memasak juga udah sekarang benar-benar kelar.. Lah cuci mencucinya mana? Udah juga tadi habis beberes tapi nggk di ceritain kebanyakan udah capek ngetik isinya kerjaa Mulu kan bosan.

Baru saja amel mengambil handuk hendak mengantarkan tubuh ke kamar mandi membersihkan diri yang penuh dengan keringat yang baunya udah ngalahin cuka kura-kura eh.. udah datang suami tercintanya. dari pekerjaannya sebagai sekuriti PLN, yang kebanyakan duduk manis minum kopi di pos sambil ngebacot bareng temen-temen sekuriti yang lainnya di bandingkan bekerja.

"loh..loh! Tunggu bentar! Kok kamu masuk nggak lepas sepatumu itu sih mas! Aku loh udah capek bersihin, nyapu ngepel nyapu lagi mana harus beresin lagi barang seabrek adekmu itu yang katamu mau main sebentar tapi malah kayak mau boyongan ke sini maksudnya apa itu?!"

Rentetan kata-demi kata keluar dengan lancar dari mulut amel dengan nada kesal. gimana enggak? Udah capek-capek kerja seharian eh hasil jerih payah bersih-bersihnya di nodai dengan berwarna coklat di lantainya. Alhasil lantai putih suci murni dengan garis kotak-kotak bertambah corak batik dengan motif tepak sepatu di sana.

"Halah! orang nyapu tinggal nyapu ngepel tinggal ngepel apa susahnya? Aku nih lebih capek bukannya di sambut di buatin kopi malah dapat bacotanmu tiap hari. Udah minggir sana! aku mau makan. Masak apa?"

Dah kadung dongkol Amel tak menjawab suaminya. Wong dia juga nggak jawab pertanyaannya tentang barang adiknya tadi dan malah nyelonong aja langsung ke dapur. Mau marah, tapi percuma malah yang ada jadi perang adu mekanik di sana. Bisa-bisa memancing para tetangga yang mendadak jadi detektif tanpa pelatihan itu. Amel memilih kembali mengambil kain pelnya berjalan bolak balik mendorong tongkat kayu itu. Setelah dirasa bersih dia meletakan pelnya.

"Meeeel...Mel! kok kamu masak kangkung lagi sih? Emange aku kelinci mbok pakani kangkung tiap hari, nanti aku ngantuk pas jaga malam. Kamu gimana sih? males-males masak ulang. Bikin nasgor aja."

"itu enak lo di coba dulu aku capek dari pagi belom istirahat.. "

"Nggak. buatin nasi goreng sekarang!" Teriak Beben yang tidak memperdulikan bagaimana kondisi istrinya itu.

Sabar sabar Amel berulangkali menenangkan hatinya agar tak nekat menjejalkan kain pel di dekatnya ke mulut suaminya. Biar bagaimanapun dia harus tetap hormat pada suaminya itu.

sudah males berdebat Amel memilih ke dapur lagi walaupun dengan hati mangkel dia tetap mengerjakan apa yang dipinta suaminya.

Mengiris bawang, cabai, dan bumbu-bumbu lainnya untuk nasi goreng menciptakan satu kesatuan aroma yang ketika ditumis, menguar tajam, membuat indra penciuman berontak dan perut memohon segera diisi. Sementara Amel sibuk dengan wajan dan peralatan dapur lainnya untuk memuaskan perut suaminya, Beben yang justru ongkang-ongkang kaki sambil main HP di depan televisi, tanpa sedikit pun memedulikan lelah istrinya.

"Buset Mel, bikin nasgor aja lama amat! Bikin seporsi buat aku aja, nggak usah buat sekampung, kelamaan oyy!! keburu mati kelaparan nih!" teriakan Beben sudah mirip seperti orang yang sebulan nggak dikasih makan.

Sepiring nasi goreng panas lengkap dengan telur dadar diatasnya tersaji di meja. Amel tak berkata sepatah kata pun. Dia langsung melenggang pergi, kembali mengambil handuk dan ke kamar mandi melanjutkan acara bersih bersih badan yang sempat tertunda karena permintaan suaminya tadi.

Baru saja menyiramkan air beberapa gayung ke tubuhnya, Amel di kagetkan oleh suara gemplotang pyar seperti piring atau gelas yang pecah. cepetan cepat dia selesaikan mandinya dan keluar.

"Astaghfirullah...!" Sampai beristigfar saking kagetnya padahal dia kristen. Mungkin karena bergaul dengan teman teman muslim jadi terkontaminasi.

Amel melihat piring yang tadi dipakai suaminya makan sudah jatuh ke lantai. Berserakan dengan sisa sedikit nasi, menambah ambyarnya pemandangan. Lantai putih suci tak berdosa yang baru saja dia bersihkan itu kini laksana ladang bermain ayam tetangga, dengan beberapa hiasan tembelek di sana-sini.

"Mas! Ini banyak ayam tetangga masuk rumah kok dibiarkan aja sih?! Kamu gimana sih, aku udah capek bersihin dari tadi. Kayak hidupku ini cuma buat bersihin lantai aja!" Amel meluapkan kekesalannya, matanya menatap lantai yang kini sudah penuh dengan kotoran ayam.

Di mana Beben? Dia ada di kamar, rebahan santai bertelanjang dada sambil menyalakan kipas angin. Menikmati alunan musik dangdut koplo dari playlist musik di hp-nya. Jelas aja dia tidak mendengar keributan yang di sebabkan ayam tetangga, la wong di kedua kupingnya disumpelin pake head set full bas miliknya.

"Maaas!!!" Amel berdiri bagai Mak Lampir di depan Beben sambil melotot tajam.

" Apa sih Mel apa?? Kamu ganggu aku tau nggak! Aku ngantuk mau tidur!" Lelaki itu menambah volume di ponselnya. Lalu membelakangi istrinya yang masih berdiri di depannya yang terus mengumandangkan kata sabar dalam hati agar tidak nekat mencekik laki-laki yang menjadi suaminya itu.

Sebuah guling terlempar di punggung Beben. Dengan kesal Beben berbalik dan menatap lebih garang ke arah Melya. Ngajak perang nih kayaknya.

"Bangun! Abis makan tidur, kena stroke kamu entar!"

"Kamu nyumpahin aku??"

"Enggak!! Aku ngasih tau! Lagian itu kamu ngapain taruh piring di meja gitu aja, pecah piringnya kena senggol ayam. Mana pintu juga enggak kamu tutup lagi, itu lho banyak ayam masuk ngasih oleh-oleh tainya!!" Melya mencurahkan unek-uneknya.

" Tinggal bersihin apa susahnya sih Mel? Ganggu aja orang lagi enak-enak tidur!"

Gitu doang? Iya emang gitu doang. Terdengar sepele sih tapi bikin mangkel, semangkel mangkelnya sampai menembus ke kromosom sumsum tulang belakang.

" Yang salah kan ayam tetangga, kenapa sewotnya ke aku coba? Istriku tu memang ada gila-gilanya." Keluh Beben saat melya memilih mengalah keluar dari kamar.

Ingin rasanya mengumpat, tapi umpatan tak menyelesaikan semua hasil karya para ayam di lantainya. Dengan hembusan nafas kasar melya kembali mengambil pentungan pel yang baru beberapa menit dia letakkan. Ngepel lagi? Iya... Mau bagaimana lagi.

Selesai. Melya ingin sejenak mengistirahatkan badannya. Dari pagi sampai siang hari dia bekerja layaknya kuli, tapi tak di bayar sama sekali. Beben, suaminya itu cuman menang di tampang, selebihnya banyak sifat yang jika di tuliskan akan sepanjang jalan kenangan.

Pelit, suka ngatur, sering bentak, banyak maunya, egois, dan yang paliiing bikin Amel kesel dari semua sifat jeleknya adalah suka ngadu ke orang tuanya jika sedang ada masalah rumah tangga dengan melya. Alhasil bukan menyelesaikan masalah yang didapat tapi menambah masalah baru karena di mata orang tua Beben, Amel adalah wanita yang seburuk itu. Ada uang mantu ku sayang tak ada uang mantu ku gibang!