๐๐๐พ๐๐ ๐ฑ๐ @๐ด๐ฒ๐ป๐ธ๐ฟ๐๐ ๐ด๐ฝ๐๐ด
โข
*โข.ยธโก HAPPY READING โกยธ.โข*
"IT'S OKAY"
===============================
Di gedung laki-lakiโฆ
"Akhirnya pulang!!" Teriakan Evan menggema ke seluruh koridor. Pluto hampir menghajar temannya itu kalau tidak ada seorang guru yang memanggil
"Hey kalian disana!"
"Eh kami pak?" Harun menunjuk mereka bertiga
"Iya. Ini ada paket, harusnya dikirim ke gedung perempuan tapi kurirnya salah ini. Jadi kalian tolong ke mejanya bu Dara terus kasih ini ya."
"Bu Dara itu yang rambutnya pendek ya pak?" tebak Harun
"Iya betul tolong ya!"
Mereka bertiga saling tatap kemudian keluar dari gedung laki-laki. Evan menebak-nebak apa isi paket tersebut sampai tak menyadari ada seseorang di depannya
"Aduh!. Oy kenapa di tengah jalan begini ha?!" serunya kesal
"Evan kesini!" panggil Pluto. Dahi Evan mengernyit, dia dengan cepat masuk ke kerumunan dan sama terkejutnya dengan anak-anak lain
Di tengah lapangan gedung perempuan, mereka dengan jelas melihat empat perempuan yang terkulai di tanah. Tak itu saja ada kakak kelas primadona mereka, Liodra yang terbelalak kaget pada perempuan yang melindunginya dari cutter
Darah menetes dari tangan gadis itu ke atas tanah lapangan
"I-itu-."
"LYA!"
Lya tersentak, dia menengok mendapati Evan yang berlari mendekat. Gina yang mulai ketakutan melayangkan tangan kirinya tak karuan
"Hmm, kau itu โฆ terlalu membanggakan kakakmu."
DUKK
Lya melayangkan telapak tangannya pada tengkuk Gina hingga dia tak sadarkan diri
"A-aduh darahnya banyak banget!" seru Pluto panik padahal Lya sama sekali tak berekspresi menatap tangan kirinya yang penuh darah
"A-aku sudah panggil ambulans, Lya kau gapapa?" Lya melirik dan tersenyum manis pada Harun, matanya beralih pada Liodra yang masih membeku
"Guru bakal datang, kakak gak mau kabur?" Liodra tersentak
Keempat perempuan yang pingsan tadi akhirnya bangun dan tiba-tiba secara bersamaan menyerang Lya. Liodra dengan cepat langsung menampar mereka satu persatu
"K-kak?"
"Sudah selesai bodoh. Cepat bawa si Gina sebelum guru datang." Keempat perempuan itu segera menggendong Gina dan kabur dari sana, disusul teriakan para murid
"Hahh si Gina sialan, mana ku tau dia sampai segitunya. Yah kau beruntung adik!. Aku akan tanggung jawab." Liodra menepuk punggung Lya malah mendapat lirikan tajam
"Sini tanganmu." Pluto menarik tangan kiri Lya kemudian dia balut menggunakan sapu tangan
"Makasih~." Pluto mengangguk. Mereka bertiga menyadari Evan yang diam
"Evan?"
"D-darah." Lya terkekeh
"Aku gapapa kok. Ini bukan ke tusuk tapi kegores aja, walau dalam sih," ucap Lya
"Tapi gila!. Anak SMA mana yang bawa-bawa benda tajam ke sekolah?!" seru Evan heboh. Liodra tersenyum miris
"Kau tak tau?. Ini kan di Arsaloka." Mereka berempat terdiam
Ambulans dan para guru termasuk bu Dara akhirnya sampai. Lya menolak Evan dkk yang mau ikut
"Biar sama bu Dara, kalian pulang aja sana."
"Ya sudah kalau gitu, hati-hati Lya."
Hari itu berakhir dengan Lya yang berada di rumah sakit dan karena lukanya yang cukup dalam, dia sampai harus di operasi jahit. Bu Dara masuk ke ruangan dan mendapati muridnya itu yang bersiap
"Lho sudah boleh pulang?" Lya mengangguk
"Operasi jahitnya kan udah selesai, saya mau pulang aja."
"Ya sudah biar ibu antar, kamu tunggu diluar aja duluan. Ibu mau ngomong sama dokter."
Lya mengangkat jempolnya dengan senyum manis, dia menunggu lift seraya bersenandung riang. Tapi matanya tak luput dari pantulan dua suster di lift yang seperti berbisik sambil menatap dirinya
"Itu seragam sekolah Arsaloka ya. Kudengar tangannya terluka sampai berdarah-darah gitu."
"Memang ya sekolah teknik itu selalu diisi sama anak-anak berandalan. Ckckck mereka itu cuman buat malu negara aja."
Wajah Lya yang tadi tersenyum langsung berubah menjadi datar dan segera masuk saat lift terbuka, dia memilih untuk diam saja
'GAK BISA!'
Orang-orang yang sudah masuk ke lift itu terkejut saat Lya menahan pintu lift sambil menatap tajam kedua suster itu
"Buat malu negara?!. Memangnya โฆ apa yang negara ini lakukan untuk anak-anak yang berasal dari sekolah kurang mampu seperti kami?!"
Semua yang ada disana terdiam termasuk kedua suster itu yang merasa malu
"Jaga mulutmu, kau tak tau โฆ perjuangan apa yang kami lalui menghadapi orang-orang dewasa yang menganggap dunia adalah uang dan kekuasaan!" Lya melepas tangannya dan pintu lift tertutup
Orang-orang yang di dalam lift itu berbisik menghujat kedua suster tadi sementara Lya mengusap wajahnya kasar
'Ahh aku kenapa ngomong gitu dah?. Cringe bangetโฆ'
"Hey nak." Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka. Lya membungkuk sopan pada ibu-ibu yang lebih pendek darinya
"Mau dilihat pun kau itu anak baik-baik, pasti hidupmu berat ya."
"Eh?" Mereka semua keluar dari lift. Dara yang melihat itu hendak memanggil muridnya tapi berhenti saat ibu itu memberikan satu keranjang buah
"Ini untukmu, karena kau masih muda jadi harus makan yang sehat-sehat."
"E-emm t-terimakasih banyak!"
Satu keluarga itu melambaikan tangannya dan pergi keluar dari rumah sakit. Dara tersenyum kemudian memanggil Lya
"Lya sini!" Lya tersentak dan langsung berlari ke arah gurunya tersebut. Dia menyadari seorang pria yang sepantaran dengan bu Dara
"Ibu mau buah?" Dara terkejut saat Lya langsung memberikan satu keranjang buah itu ke tangannya
"Eh?. Tapi kan ini-."
"Saya ambil apelnya aja hehe. Anu, saya mau bilang terimakasih hari ini."
Dara tersenyum dan mengusap kepala Lya yang lebih tinggi darinya itu
"Mau gimanapun kamu itu murid ibu, oh ya ini pak Jordan. Dia guru olahraga yang ngajar di sekolah." Lya membungkuk hormat kemudian pergi duluan, dia sama sekali tak penasaran apa hubungan diantara mereka berdua
Sementara itu Dara dan Jordan menatap sendu punggung Lya, walau gadis itu tersenyum dan selalu mengatakan dirinya baik'saja, nyatanya dengan jelas mereka melihat kedua tangan gadis itu yang gemetar
"Dara, kau harus memperhatikan muridmu. Sekolah itu โฆ sudah tak memiliki harapan lagi."
TO BE CONTINUE>>>